Setelah mendapat persetujuan dari keluarganya, Kongpob menepati semua yang dia dikatakan, bahkan dia melakukan lebih.
Saat praktek magang Arthit dimulai, Kongpob sampai menyewa tempat tinggal sementara untuk Arthit, membuat dokter keluarganya merawat Arthit, juga menggantikan Arthit menjaga Mama saat Arthit tidak bisa.
Untungnya Mama nyaman dengan kehadiran Kongpob. Mereka bahkan cepat akrab. Setiap kali Arthit datang menjenguk Mama, Mama nya itu pasti saja membicarakan tentang Kongpob. Selalu membandingkan sifat Arthit dengan Kongpob, bahkan sampai meminta Arthit untuk bersikap seperti Kongpob, yang benar saja?
Setiap harinya Kongpob selalu membawakan sarapan, merapihkan kamar, dan hal lain yang sebenarnya bisa Arthit lakukan sendiri. Arthit tidak pernah meminta semua itu tapi juniornya tetap bersikeras.
Arthit bukanya tidak senang, dia justru sangat terbantu dengan adanya Kongpob. Arthit hanya merasa tidak enak, dia tahu Kongpob punya kesibukan sendiri. Memasuki tahun kedua dikampusnya, mata kuliah praktek semakin banyak, tugasnya apalagi. Bagaimana jika dia sakit? Juniornya itu harusnya lebih mementingkan dirinya sendiri.
Namun Arthit, dengan mulutnya ini tidak bisa mengatakan kekhawatiranya dengan benar. Perkataanya justru menunjukkan seakan dirinya risih dengan adanya Kongpob yang membuat juniornya itu langsung kembali ke kamarnya. Tapi tidak apa, selama juniornya itu beristirahat.
Arthit merasa beruntung melaksanakan praktek magangnya di perusahaan ini. Walau baru bekerja 3 minggu, banyak sekali yang dia pelajari. Hal yang tidak pernah diajarkan di bangku kuliah, semua dia dapatkan di tempat ini.
Orang-orang yang Arthit temui pun baik. Walau Arthit tau ada saja satu dua orang yang penasaran dengan kondisinya, tapi mereka tidak pernah membuatnya tidak nyaman. Seperti yang Kongpob katakan, tidak ada perlakuan spesial yang diterimanya. Semua orang diperlakukan sama.
Walau Arthit menerima upah dari praktek magangnya, dia masih tetap menerima pekerjaan setiap kali ada alumni yang membutuhkan jasanya. Arthit masih bisa mengerjakanya di malam hari setelah pulang magang.
Semuanya berjalan dengan lancar, sampai hal yang paling Arthit takutkan terjadi.
Sore hari, saat dirinya bersiap untuk pulang, juniornya menelepon Arthit. Arthit masih ingat hal pertama yang dikatakan juniornya itu adalah, "Kak, tolong jangan panik." lalu kalimat selanjutnya, "Mama.. Mama sudah tiada."
Hari itu merupakan hari terburuk dalam hidup Arthit. Walau tidak mau mengakuinya, sebenarnya Arthit sendiri sudah mengira bahwa hal itu akan terjadi. Pasalnya, kondisi Mama semakin hari semakin melemah. Arthit bahkan memberikan apapun yang Mama inginkan beberapa hari kebelakang karena khawatir itu akan menjadi yang terakhir. Arthit tidak mengira hal itu benar-benar terjadi.
Arthit merasa kesal, kenapa bukan dia yang ada disamping Mama pada saat-saat terakhir, kenapa malah juniornya itu yang mendampinginya.
Beberapa hari setelahnya Arthit mengurung diri di kamar. Dirinya tetap masuk praktek magang, hanya saja dia tidak mau bertemu siapapun setelah itu.
Kongpob khawatir dengan kondisinya, dia tidak tahu apa seniornya itu makan, atau menjaga dirinya dengan baik. Seniornya itu juga mengabaikan pesan atau telepon dari Kongpob. Bukanya Kongpob tidak paham dengan kesedihan Arthit, tapi jika terus seperti ini, Kongpob khawatir seniornya itu sakit.
"Kak.. kau sudah makan? Tolong buka pintunya.." Ucap Kongpob dari luar kamar. Sudah dua hari dia melakukan ini tapi Arthit masih tidak mau keluar.
"Pergi! Sudah kubilang aku tidak mau bertemu denganmu!"
"Kakak tidak perlu bertemu denganku. Tapi kau harus makan, ya? Aku bawa makanan untukmu."
Saat juniornya itu terus membujuk Arthit sambil mengetuk pintu, calon bayi dalam kandunganya pun terus menendang perutnya dengan kuat. Arthit tambah kesal dibuatnya.
YOU ARE READING
REMORSE
FanfictionSOTUS Fanfiction tentang penyesalan Arthit dan Kongpob serta bagaimana mereka mengatasinya. Notes: bxb M-Preg Penggunaan kata-kata kasar. Some caracters belong to the original owner Bittersweet. All photos credit to the original owner.