"Papa.."
"Hai.. kenapa sayang? Tumben pagi-pagi telepon Papa? Dada mana?"
"Shhh Papa jangan keras-keras ngomongnya! Papa sekarang lagi dimana?"
"Ini Papa lagi di mobil, mau ke tempat kerja. Kenapa sayang?"
"Ini aku ada tugas sekolah Pa.. aku lupa belum ngerjain."
"Tugasnya buat kapan?"
"Buat hari ini."
"Loh, kok baru dikerjain sekarang? Kenapa ga dari malem?"
"Papa jangan banyak tanya dulu.. Bantuin aku dulu nanti Dada keburu dateng.. aku gamau nanya Dada atau Abang nanti dimarahin."
"Iya iya.. Tugas nya apa? Soalnya apa?"
"Sebutkan nama-nama gunung dan pantai masing-masing 5."
"Udah? Itu aja? Ada lagi soal yang lain ga?"
"Ga ada Pa, udah itu aja, cepetan Pa.."
"Itu udah diisi berapa? Belum sama sekali?"
"Yang gunung udah diisi 3, pantainya baru 2."
"Coba Papa mau denger apa aja yang udah ditulis?"
Sang anak membaca beberapa jawaban yang sudah ia tulis, walau membaca dengan lambat dan terbata namun sang Papa tetap dengan sabar menyimak jawabannya,
"Oke, jawabanya udah bener. Tinggal tambahin, dengerin baik-baik ya.. udah disiapin pensilnya?"
"Udah.."
Sang Papa kini mulai menyebutkan nama beberapa gunung dan pantai untuk ditulis anaknya. Sesi ini tidak mudah, sering kali sang anak kesal karena dia tidak bisa menulis dengan benar kata yang terlalu sulit untuknya. Dengan sabar sang Papa mencoba mengeja hurup satu persatu yang langsung anaknya tuangkan dalam buku cacatannya.
Setelah beberapa menit yang penuh dengan rengekkan sang anak juga kesabaran dari sang Papa, akhirnya tugas sekolah itu pun selesai.
Gadis kecil yang sebelumnya gelisah itu kini tersenyum sembari menutup buku catatannya lalu memasukkan buku tersebut ke dalam ransel miliknya.
"Udah selesai tugas nya? Ga ada yang lain? Coba cek lagi takutnya ada yang kelupaan lagi?" Tanya sang Papa lewat video call yang masih terhubung.
"Udah Pa, udah semua."
"Ya udah kalau gitu cepet mandi, siap-siap sekolah, nanti kamu telat."
"Iya.. makasih ya Pa. jangan bilang-bilang Dada ya?"
"Apa yang ga boleh bilang-bilang Dada?"
Objek pembicaraan ayah dan anak yang tiba-tiba muncul, membuat sang gadis kecil terkejut. Dia dengan segera menyembunyikan ponsel di belakang tubuh mungilnya.
"Lagi apa? Kamu telepon siapa? Kenapa ga boleh bilang-bilang sama Dada?" Tanyanya lagi.
"Ga ada apa-apa.."
"Kaia..?"
"Kaia telepon Papa." Jawab jujur gadis kecil itu, wajahnya kini menunduk malu.
"Sayang?" Orang di dalam video call itu berbicara. Tanpa mengatakan apapun, sambil mengangguk Kaia memberikan ponselnya pada sang ayah,
"Kong.. apa yang ga boleh bilang-bilang sama aku?"
"Ga ada apa-apa sayang.."
"Kongpob Rojnapat Sutthilak?"
Panggilan dengan nama lengkap seperti itu tidak pernah membuat Kongpob tidak takut. Bulu kuduknya mendadak berdiri, Kongpob tidak bisa beralasan lagi.
"Kaia telepon Papa buat nanyain tugas sekolah, Dada.." Jawab sang anak. Melihat Papanya yang kebingungan membuatnya tidak tega. Wajahnya masih menunduk, dia sudah siap mendapat amarah dari ayahnya itu.
YOU ARE READING
REMORSE
FanfictionSOTUS Fanfiction tentang penyesalan Arthit dan Kongpob serta bagaimana mereka mengatasinya. Notes: bxb M-Preg Penggunaan kata-kata kasar. Some caracters belong to the original owner Bittersweet. All photos credit to the original owner.