chapter 11

124 17 4
                                    

Praktek magang Kongpob serasa lebih hampa tanpa kehadiran Arthit sejak dia kembali ke kota tiga hari yang lalu. 

Dua bulan yang lalu, Kongpob lah yang ingin sekali seniornya itu segera pergi. Tapi sekarang, dia berharap seniornya itu justru tidak pernah pergi. Kongpob hanya bisa menertawakan dirinya sendiri saat ini.

Kira-kira, bagaimana kabar seniornya sekarang? Apa dia baik-baik saja? Mengetahui fakta bahwa seniornya ternyata belum berkeluarga, apa itu berarti dia tinggal sendiri sekarang? Apa dia masih menempati tempat tinggalnya yang dulu?

Semua pertanyaan itu tidak terjawab.

Pandangan Kongpob kembali pada layar laptop di depanya, menatap barisan kalimat yang tidak bertambah sejak 20 menit yang lalu. Kongpob tidak bisa fokus pada laporan praktek magang yang sedang dia kerjakan saat ini, pikiranya terlalu terdistraksi oleh senior tertentu.

Kalau sudah seperti ini, Kongpob tidak akan bohong. Kongpob merindukan seniornya. 

Haruskah Kongpob memberinya pesan? Atau haruskah langsung meneleponya? Tapi apa yang akan dia katakan? Tidak mungkin dia mengatakan terus terang kalau dia rindu padanya bukan?

Tidak bisa! Kongpob tidak boleh memikirkan hal itu sekarang. Arka sebentar lagi akan bangun dari tidur siangnya dan Kongpob tidak akan punya waktu untuk mengerjakan laporanya saat itu.

Benar Kongpob, kerjakan laporanmu dulu.

Lima menit berlalu namun Kongpob masih belum menambah kalimat apapun dalam laporannya. Sial! Kalau sudah seperti ini siapa yang harus disalahkan? Besok senin adalah jadwal bimbinganya bersama dosen, mau tidak mau Kongpob harus sudah mengerjakkan laporanya agar ada hal yang bisa didiskusikan saat bimbingan nanti. Namun Kongpob tidak yakin bisa mengerjakan laporanya sekarang, sepertinya dia memang harus begadang lagi nanti malam.

Kongpob berdiri dari duduknya, berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air saat dia mendengar suara ketukan dari pintu depan.

Siapa yang datang siang hari begini? Kongpob merasa tidak sedang menunggu siapapun,

Kongpob berjalan menuju pintu depan lalu membukanya perlahan. Entah ini hanya halusinasi atau nyata, tapi Kongpob melihat senior yang sedang dia pikirkan beberapa menit yang lalu berdiri di teras rumahnya.

Seniornya terlihat sangat tampan dengan baju casual. Kongpob baru sadar, selama ini Kongpob hanya melihat seniornya itu di tempat kerja, lengkap dengan dasi dan pakaian formal. Melihatnya dengan pakaian casual seperti ini.. membuatnya terlihat lebih tampan.

"Kongpob?"

"Hei Kongpob!"

Arthit melambaikan telapak tanganya di depan wajah sang junior berusaha membuatnya tersadar. Pasalnya, selesai membuka pintu juniornya itu hanya mematung dan memandanginya dengan tatapan aneh.

"Eh, Kak? Em.. ko Kak Arthit bisa ada disini?"

"Maaf ya aku ga ngabarin dulu. Aku baru sampai. Um.. aku bawa oleh-oleh buat Arka! Arkanya ada?"

"Arka lagi tidur siang Kak, ayo masuk dulu?"

Kongpob yang masih bingung dengan kedatangan seniornya yang tiba-tiba kini merasa salah tingkah, dia mempersilahkan seniornya itu duduk sedang dirinya sendiri berjalan kesana kemari dengan hati yang tidak tenang.

"Kak Arthit udah makan?" Tanya Kongpob menghindari suasana canggung.

"Udah. Ini juga tadi dijalan aku beli pink milk buat Arka, ada ice coffee juga buat kamu."

"Terima kasih Kak. Kalo gitu aku siapin buah aja, ya?"

"Boleh."

Kongpob kini berada di dapur, sengaja menyibukkan diri berlama-lama menyiapkan buah-buahan untuk sang senior. Hatinya masih belum bisa tenang, bagaimana bisa saat beberapa menit yang lalu dirinya sedang memikirkan sang senior, tiba-tiba senior itu muncul di rumahnya begitu saja? Sungguh tidak bisa dipercaya.

REMORSEWhere stories live. Discover now