2. Toilet pria

27 16 2
                                    

Ahh.... Rasanya lega sekali sudah menyauti panggilan alam. Aku menutup pintu toilet wanita yang baru ku masuki tadi. Saat melewati toilet pria yang tepat berada di samping toilet wanita, aku mendengar ada kegaduhan didalam yang membuatku berhenti melangkahkan kakiku. Apa yang sedang mereka lakukan sesama pria didalam? Hush... buang jauh-jauh pikiran tidak benar itu, Radita.

Tapi tiba-tiba saja sekilas terdengar isakan tangisan didalam. Apa aku salah dengar, ya?

Tidak, aku tidak salah dengar, karena aku mendengarnya lagi. Apa kegaduhan itu karena adanya perkelahian? Kalau pun perkelahian, seharusnya tidak ada suara tangisan, yang ada umpatan-umpatan kasar terlontar. Kalau memang berkelahinya sesama pria.

Hal itu semakin membuatku penasaran. Diam-diam aku sudah menggenggam kenop pintu toilet pria ini. Lalu, membuka dengan cepat.

Benar saja, ada yang berkelahi disini. Tepatnya mungkin pembulian sedang terjadi. Pria yang sedang mengangkat tangan yang di kepalkan-nya yang sepertinya akan mengarah kepada pria yang sedang ditindihnya saat ini tiba-tiba saja berhenti melihat kemunculanku. Merasa kepergok kali!?

Si korban tampak tidak karuan dengan kerah yang sedang dicengkeram pria yang menindihnya ini, dan wajah yang tampak babak belur. Selama hampir sekolah tiga tahun ini, kenapa aku baru tahu ada pembulian disini?

Tapi, hey... Aku kenal si pelaku. Ia salah satu siswa yang dihukum bersamaku juga saat telat waktu itu. Tidak hanya mereka berdua yang berada disini, sepertinya ia mengajak teman se-gengnya. Ah... Aku baru ingat geng ini, yang katanya biang onar dan jagoan sekolah sehingga tidak ada yang berani dengan mereka. Pantas saja, sih mereka melakukan pembulian seperti ini.

Namun sepertinya korbannya tidak hanya satu. Ada seorang pria yang tepat berdiri dibelakang korban yang sedang ditindih ini dengan seragam sekolah yang berantakan dan wajah yang tidak kalah babak belur, sampai-sampai hidungnya mengeluarkan cairan merah.

Tapi korban yang satu ini, menatapku terbelalak, seperti sangat tidak menyangka akan kehadiranku disini. Wajah malu, mengkerut sedih, terkejut semua jadi satu. Namun, aku memperhatikan wajahnya yang sudah tidak karuan sekali lagi dengan seksama.

Pria kaku?

Saat aku menyadari kalau itu dia, pria kaku itu yang entah siapa namanya berlari keluar toilet dengan kepala menunduk sampai tidak peduli kalau ia menabrak sebelah pundak ku. Aku pun sedikit terhempas tersenggol olehnya.

Si pelaku yang menindih si korban mulai terbangun sembari terus menatapku cukup tajam. Ia menghampiriku. Mulai mengangkat tangannya menunjuk ke arahku.

"Yang Lo liat saat ini, awas kalo sampai Lo laporin ke guru, atau..."

Belum sempat ia menyelesaikan ancamannya, aku menepis tangannya yang dengan beraninya menunjuk tidak sopan kearah ku seperti itu. Si pelaku tertawa renyah, tampak menyeringai.

"Jangan nunjuk-nunjuk gue!"

Aku juga tidak mau kalah, dan menatapnya dengan tajam pula. Tangannya terlihat mengepal melihat ekspresi ku dan responku yang mungkin menurutnya aku menantangnya.

Tiba-tiba saja temannya menepuk pundaknya.
"Bro, udahlah. Masa Lo mau ngelawan cewek?"

Ia menghempaskan tangan temannya itu kasar. Kemudian kembali menatap si korban yang masih terkapar dengan ekspresi yang sangat ketakutan itu.

"Ini akibat Lo gak mau tumpangin gue waktu hari Senin. Seneng kan Lo liat gue dihukum kemarin karena telat? Sekali lagi Lo kurang ajar, abis Lo sama gue!" Ancamnya yang berhasil membuat tubuh si korban bergetar hebat.

Ia kembali menatapku sebelum akhirnya pergi bersama gengnya itu.

Aku menatap pria malang itu, rasanya tidak tega jika aku meninggalkannya disini. Aku menghampirinya dan membantunya untuk berjalan, membawanya ke UKS yang pasti.

Waktu ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang