Hampir sebulan berlalu, aku mulai terbiasa dengan semua ini. Mulai lebih akrab dengan Draven, dan selalu menceritakan banyak topik dengan Reyhan. Sepertinya Rey sekarang ini benar-benar menjadi partnerku untuk berbagi cerita, toh dia juga yang mau, kan.
Namun, makin lama, makin hari aku benar-benar seperti pengawasnya Draven. Diam-diam mem-vidiokannya saat ia mulai melancarkan aksinya untuk iseng dengan para siswa dan mengancamnya untuk aku laporkan kepada Mamanya itu. Aku benar-benar merasa seperti menjalankan tugasku dengan baik. Ia pun mendadak menjadi penurut denganku. Gelak tawa dengannya pun kadang mulai bermunculan, apalagi saat ia mulai bersikap penurut denganku.
Selain itu, aku pun jadi lebih sering untuk bertamu ke rumahnya, tidak lain untuk membantu ia belajar yang bahkan pelajaran yang sebenarnya aku sendiri juga tidak paham-paham banget, sih. Karena sering mengajarinya, aku sendiri jadi belajar lebih dari biasanya.
"Novel sejarah adalah novel yang di dalamnya menjelaskan dan menceritakan tentang fakta kejadian masa lalu yang menjadi asal muasal atau latar belakang ter....."
"Pelan-pelan bisa, gak?" Komentarnya yang sedang menulis di atas meja sofa itu.
"Lo yang lama," Balasku tidak mau kalah. Posisiku sedang mendikter-nya saat ini.
Draven kembali fokus menulis. Tidak lama ia melirik jam cukup besar yang ada di dinding rumahnya itu.
"Hari ini belajarnya sebentar aja, ya, Ra," Ujarnya sambil menulis.
"Lagian gue juga gak mau lama-lama."
Namun Draven tidak begitu membalas pernyataanku yang cukup menyinggung hati sebenarnya. Ia hanya tertawa kecil dengan tersenyum miring.
Akhirnya pulang lebih cepat, aku jadi lebih banyak waktu dengan Rey. Seperti biasa aku memintanya untuk mengantarku ke sekolah. Namun, saat ini Draven tidak seperti biasanya, ia lebih banyak tanya sekarang. Ia membuka helmnya saat aku sudah turun dari motornya itu.
"Kenapa selalu ke sekolah, sih, kenapa gak ke rumah Lo aja? Sesibuk itu, ya Lo selalu ada urusan."
"Kepo banget, sih. Mau tau aja, deh," Balasku dengan menyodorkan helm kepadanya.
Sebenarnya saat hari pertama itu, hari berikutnya ia mulai memberiku helm. Bagus, deh, keselamatanku jadi lebih terjamin. Walaupun sebenarnya, ada keraguan juga dalam diriku terhadap umur helm yang selalu ia berikan kepadaku itu. Helmnya ini masih terlihat sangat bersih dan mengkilap seperti baru, namun tidak mungkin juga jika ia membelinya baru kan, hanya karena aku mulai selalu menaiki motornya itu.
"Bukannya gitu, selama ini gue jadi gak pernah tau di mana rumah Lo. Lagian kalo selalu nganter sampai sekolah doang, kan gue jadi gak tau Lo benar-benar udah sampai rumahnya kapan," Ujarnya.
Hem..... Apa dia sedang kurang sehat, ya? Seperti ada yang janggal dengan perkataannya. Apa dia sedang menunjukkan perhatiannya saat ini? Aku tersenyum meledek, membuat Draven tampak bingung dengan raut wajahku.
"Kenapa Lo?" Tanyanya.
"Lo khawatir sama gue, ya..?" Ujarku dengan menaik-naikkan kedua alisku
Ia tertawa tidak ikhlas, "gue? Khawatir sama lo? Ya, Enggak lah." Ujarnya tidak mau terlihat terpojokkan.
"Yaelah, jujur aja kali."
"Lo aja kali yang geer, gue mah, cuma, jalanin amanah mama gue aja." Ujarnya yang sebenarnya agak terdengar terbata-bata.
Aku mulai menghilangkan senyumku, mulai tampak biasa lagi sekarang.
"Ya udah. Terus ngapain masih di sini?" Aku yang ingin berjalan meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu Itu
Teen FictionBukankah setiap manusia mempunyai waktunya masing-masing? Bukankah setiap manusia mempunyai zamannya sendiri-sendiri? Bukankah pepatah mengatakan setiap orang ada masanya? Jadi, apa yang ia lakukan terhadap waktu sampai aku bisa mengenalnya? Mungkin...