17. Tak sadarkan diri

1 0 0
                                    

Kegelapan adalah sesuatu yang aku lihat sekarang ini. Perlahan, aku mencoba membuka mataku. Namun tidak lama, cahaya langsung menyerbu masuk kedalam mataku yang membuatku kembali terpejam. Aku mencoba mengerjap beberapa kali lalu benar-benar membuka mataku. Ririn dan Syifa adalah orang pertama yang aku lihat setelah membuka mata.

"Ra...? Alhamdulillah, Lo udah sadar?" Ujar Ririn kepadaku.

Aku mencoba mengangkat kepalaku, namun tidak lama aku berdesis kesakitan karena merasakan denyutan di kepala, lantas aku Langsung memijit pelipisku sendiri. Rasanya kepalaku saat ini masih tidak sanggup untuk bangun. Ririn dan Syifa yang melihat itupun langsung terlihat panik dan menyuruhku untuk tidak banyak bergerak terlebih dahulu.

Aku mulai melihat sekeliling, hampir semuanya adalah gorden. Aku mencoba menebak-nebak kalau sekarang ini aku pasti sedang berada di UKS sekolah.

"Gue kenapa, Rin, Fa?" Lirihku kepada mereka berdua. Nyatanya disini hanya ada mereka berdua.

"Lo tadi pingsan pas upacara, Ra." Ujar Syifa.

"Kalau Lo lagi gak sehat, seharusnya Lo bilang tadi." Sambung Ririn.

"Iya, maaf." Ujarku berniat tidak ingin memperpanjang.

Kepalaku sangatlah pusing sekarang ini, dan bahkan aku merasa suhu tubuhku menaik lebih panas dari biasanya. Aku mulai menyandarkan kepalaku dan menghela nafas.

"Oh iya, Ra. Ngomong-ngomong, Lo serius gak ada apa-apa sama... Draven?" Tanya Ririn kepadaku. Ia tampak penasaran. Syifa pun mengangguk merespon.

"Iya, tadi soalnya dia keliatan panik banget pas tau Lo pingsan. Bahkan tadi dia yang gendong Lo ke UKS." Ujar Syifa.

Aku menggeleng pelan, "paling cuma suruhan mamanya." Jawabku berusaha tidak ingin mereka berdua menerka-nerka yang bukan-bukan.

"Atau... Sebenarnya Draven emang suka sama Lo?!" Ujar Ririn.

"Enggak." Jawabku.

"Lo serius? Kalau menurut gue, Lo yang gak peka anjir." Ujar Ririn kembali yang membuatku berdecak pelan.

"Udah deh, Rin. gak usah mikir yang aneh-aneh." Ujarku.

"Radita! Kalau yang kayak gini-gini tuh kita berdua ahlinya. Tadi aja dia maksa buat nemenin Lo disini, padahal udah masuk jam pelajaran. Apa itu semua belum cukup jelas?" Kali ini Syifa yang berujar.

"Terus... kenapa kalian berdua juga masih disini? Bukannya seharusnya kalian masuk kelas?" Ujarku yang sebenarnya hanya ingin mengalihkan pembahasan saja.

"Ya, masa kita biarin Lo disini sendirian, sih, Ra." Ujar Syifa yang dibalas anggukan oleh Ririn.

Aku menghela nafas cukup panjang kali ini karena merasakan tubuhku yang sangatlah letih. Sepertinya aku akan kembali tidur untuk mengistirahatkan diriku sendiri. Sebaiknya seperti itu.

"Rin, Fa, makasih banyak, ya. Tapi kayaknya sekarang gue mau tidur deh, gue ngerasa lelah banget. Jadi, sebaiknya Lo berdua masuk kelas, biar gak ketinggalan pelajaran juga, kan?" Ujarku lemas.

"Lo serius gak apa-apa disini sendiri? Penjaga UKS-nya lagi gak ada loh?" Ujar Ririn khawatir. Aku mengangguk berusaha meyakinkan untuk meresponnya. Mereka berdua pun tersenyum.

"Ya udah, Ra. Lo cepet sembuh, ya!" Ujar Syifa yang dibalas senyuman olehku.

Aku kembali menidurkan tubuhku. Bersamaan dengan itu, Syifa menarik selimut sepinggang untukku. Tidak lama, mereka berdua pun pamit untuk pergi meninggalkanku sendiri disini dan tidak lupa menutup gorden itu kembali. Aku berbaring memiringkan tubuh setelah mereka berdua benar-benar sudah pergi dari ruangan ini. Tidak lama, aku kembali memejamkan mataku, berniat ingin benar-benar tidur sekarang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Waktu ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang