Orang keren, oren. Iyuuu....
Mendengarnya saja aku sudah bergidik geli waktu itu mengetahui nama dari sebuah geng biang onar yang diketuai oleh Draven.
Oh, iya. Dengar-dengar, sih, dari Ririn sama Syifa pastinya. Si Draven itu memang tidak lulus-lulus. Tapi gak tau juga, sih. Aku selalu tidak peduli jika mereka berdua sedang merumpi. Jiwa ibu-ibunya memang keliatan banget, ya sejak dini. Tapi, memangnya se-bandel itu, ya dia?
"Sudah saya duga pasti Draven and the geng." Gertaknya.
"Sudah, ayo pergi dari sini!" Lanjut perintahnya lalu menarik lenganku.
Aku menoleh ke arah di mana pria kaku itu pergi. Aneh. Kenapa dia tiba-tiba pergi begitu saja? Apa jangan-jangan, dia memang sengaja mau ngerjain aku? Ia mungkin saja tahu akan ada seseorang datang kemari. Lalu karena takut ketahuan, ia bergegas pergi dari sini. Apa jangan-jangan pelaku yang di ceritakan penjaga ini memang sebenarnya si pria kaku itu, yang diam-diam ternyata mempunyai kunci ruangan ini?
Benar-benar pria yang aneh. Awas saja kalau benar memang ia ingin mengerjaiku. Tidak cuma akan habis dengan Draven and the geng, tapi denganku juga.
{•••}
"GAWAT, RA!" Teriak Ririn tepat di samping telingaku. Gendang telingaku berdenging hebat.
"LO DALAM MASALAH, SIH, FIKS!" Teriak Syifa di telingaku yang satu lagi. Aku pun menutup kedua telingaku. bisa budek lama-lama begini.
"Apaan, sih Lo berdua? Sakit kuping gue!"
"Lagian Lo ngapain, sih anjir lapor-lapor soal pembulian si Draven? Anak-anak pada ngomongin soal Lo, anjir!" Ujar Ririn. Si paling anjir.
"Lo emang gak tahu apa, Ra? Dari dulu anak-anak disekolah ini bahkan sampai korbannya si Draven, itu gak berani laporin soal perbuatannya si Draven. Karena resikonya kayak udah nyawa Lo sendiri." Lanjut Ririn.
"Lo orangnya kalau ada berita-berita gitu suka gak mau tahu, sih, Ra. Jadi kudet, kan Lo!" Sambung Syifa.
Kenapa jadi seakan-akan aku yang salah, sih. Jelas-jelas kelakuannya si Draven yang salah. Bukannya kalian yang seharusnya dibilang gak mau tahu atau gak peduli sama orang lain? Buktinya, Draven kalian diemin saja, saat mengetahui tingkahnya yang merugikan orang lain.
"Loh, salah gue di mana, ya? Dia, kan salah. Ya, emang kenapa kalau dia dapet hukuman yang setimpal dengan perbuatannya? Lagian biar dia jera juga kali!"
"Radita, Dengerin gue, ya! Dulu, ada yang udah pernah jadi korbannya Draven. Dia di jatuhin dari roof top sekolah. Dan akhirnya, anak itu meninggal."
"Loh, kalo keisengan si Draven sampai meregang nyawa seseorang, kenapa gak dilaporin ke polisi?" Aku mencoba menentang. Rasanya aku juga semakin penasaran.
"Karena sekolah sengaja nutupin hal ini, Ra, supaya nama sekolah gak dipandang jelek. Lagi pula, sekolah juga gak bisa ngeluarin Draven."
"Kenapa gak bisa?"
"Udah deh, Ra," Sambar Syifa, dia tampaknya mulai kesal denganku. "Pokoknya Lo gak boleh ke mana-mana dulu. Pulang sekolah langsung pulang!"
"Gak bisa gue."
Mereka berdua terbelalak melihat responku.
"Lo kalo dibilangin ngeyel, ya anjir!"
"Gue gak bisa! Ada latihan taekwondo hari ini."
"Emang libur dulu gak bisa?"
"Gue-nya yang gak mau."
{•••}
![](https://img.wattpad.com/cover/325361518-288-k300400.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu Itu
Teen FictionBukankah setiap manusia mempunyai waktunya masing-masing? Bukankah setiap manusia mempunyai zamannya sendiri-sendiri? Bukankah pepatah mengatakan setiap orang ada masanya? Jadi, apa yang ia lakukan terhadap waktu sampai aku bisa mengenalnya? Mungkin...