Fünfundzwanzig.

1.4K 140 19
                                    

"Kalo misalnya aku nolak ikatan yang kita punya, kamu marah gak?"

"Apa?"

"This," Soobin menggerakkan tangannya yang digenggam oleh Yeonjun. "bond. I don't think-"

"Kenapa?" Yeonjun memotong cepat. "Soobin, kali ini aku salah apa?"

Soobin menoleh dan menatap netra Yeonjun yang sudah memandang nanar ke arahnya. Lalu ia menggeleng pelan sebelum kembali menunduk, merasa tak kuasa bersitatap lebih lama. Soobin merasakan tangannya kembali ditarik sebelum diusap lembut oleh pemuda disebelahnya.

"Soobin, ini tentang aku telat datang kesini ya? Aku minta maaf, Soobin-ah." Yeonjun melihat Soobin kembali menggeleng pelan. "Kasih tau aku aku udah salah apa sampe kamu mikir gitu, Bin. Sampe kamu mikir buat pergi dari aku gitu aja."

Soobin kembali menggeleng. "Bukan itu, Kak. Kamu gak salah."

"Terus kenapa?" Yeonjun masih melihat Soobin yang bungkam. Merasakan pemuda itu semakin terasa jauh dari jangkauannya meski mereka sedang duduk bersebelahan. Yeonjun menghela napas berat, sebelum menjawab, "Marah, aku akan marah."

Soobin menoleh pada Yeonjun, melempar tatapan seakan memintanya mengelaborasi ucapannya barusan. "Kalo kamu nolak karena mikirin aku, mikir itu yang terbaik buat aku, kalo aku akan lebih baik tanpa kamu. Aku akan marah."

Netra Soobin beralih pada genggaman tangan mereka, melihat tanda semanggi yang tampak jelas di punggung tangannya yang masih berada dalam genggaman kedua tangan pemuda yang lebih tua. "Karena kamu salah, Bin. Percaya atau gak, aku gak akan baik tanpa kamu."

"Tapi," lanjut Yeonjun setelah keduanya saling terdiam cukup lama, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Soobin kemudian merasakan Yeonjun melonggarkan tangannya, membuat ia mengangkat wajah dan kembali bersitatap dengan manik pemuda itu. "kalo kamu emang mau pisah karena itu keinginan kamu, karena kamu ngerasa akan lebih baik tanpa aku di hidup kamu. Aku bisa pergi, Soobin, aku yang akan pergi. Aku cuma butuh tau gimana maunya kamu, untuk kebaikan kamu. You deserve the best, Bin. Dan kalo emang bukan aku yang terbaik, that's okay too."

Pada titik ini, Yeonjun merasa dirinya hanya bisa pasrah. Bukan berarti ia menyerah untuk memperjuangkan kebersamaannya dengan yang lebih muda, bukan. Tentu ia ingin terus berjuang, akan terus berjuang jika ia bisa, apalagi kini ia sudah mengetahui alasannya ingin bertahan. Namun Yeonjun tahu diri, ia tak mau dan tak semestinya memaksakan kehendaknya pada Soobin. Ia tidak ingin menjadi egois dan mengabaikan keinginan Soobin. Pemuda itu sudah banyak mengalah dalam hidupnya. Sebanyak Yeonjun yang sudah sering egois karena melindungi perasaannya.

Jadi biarkan kali ini ia yang akan mengalah, dan memberi Soobin kendali penuh akan masa depan mereka. Memberikan Soobin kesempatan untuk memilih untaian takdir yang akan mereka jalani. Dan Yeonjun berjanji akan menuruti Soobin, menghormati apapun yang menjadi keputusannya nanti.

Yeonjun merasakan dadanya seperti diremas tatkala melihat Soobin menarik lepas tangannya dari genggaman. Yeonjun memejamkan mata, berusaha menahan gejolak emosi yang terus memaksa air matanya tumpah. Ia tidak siap kehilangan Soobin, tidak kali ini; tidak ketika ia sudah yakin bahwa dirinya menginginkan Soobin untuk terus bersamanya, di sampingnya, menjadi belahan jiwanya.

Detik kemudian Yeonjun merasakan dirinya sedikit terdorong ke belakang dengan kedua tangan yang mengungkung lehernya. Ia membuka mata dan mendapati Soobin yang memeluknya, merasakan Soobin menyembunyikan wajah di ceruk lehernya. Dengan segera ia membalas pelukan itu, melingkarkan lengannya pada pinggang yang lebih muda dan semakin merengkuhnya mendekat ketika mendengar napas Soobin yang berat seperti menahan tangis lain yang mendesak keluar.

"Aku gak mau kamu pergi." Yeonjun kemudian mendengar Soobin berucap lirih. "Gak pernah mau kamu pergi. Aku mau kamu disini."

"Aku disini, Soobin. Aku disini sama kamu."

YEONBIN • THE SOULMATES' MARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang