Neunundzwanzig.

1.3K 123 16
                                    

Yeonjun mendengar Soobin yang mengesah pelan di sebelahnya. Sesaat kemudian ia mendengar namanya terucap dari belah bibir yang lebih muda. Sekedar ucapan halus yang lebih terdengar seperti bisikan. Helaan napas tanpa makna yang tidak akan didengar Yeonjun jika suasana kamar Soobin malam itu tidak sunyi dengan lampu padam dan Yeonjun yang berbaring tepat di sebelahnya.

Yeonjun tersenyum tipis sebelum memiringkan tubuh dan menghadap Soobin sepenuhnya. Ia kemudian mengeratkan genggamannya sebelum mendekatkan punggung tangan yang lebih muda ke bibirnya. Yeonjun tahu dirinya pasti akan kacau di hari ini, tentu saja, karena tidur yang tak kunjung ia dapatkan meski hari sudah beranjak pagi. Yeonjun melirik sekilas ke arah jam digital yang berada di atas nakas sebelah Soobin dan melihat bahwa sudah hampir dua jam berselang sejak mereka berdua berbaring bersisian di ranjang milik yang lebih muda.

Yeonjun kira ia akan bisa menjemput lelapnya tak lama setelah Soobin terlihat pulas di sisinya. Alas, ternyata kantuk tidak kunjung menjemput. Yeonjun tetap terjaga, dengan pikirannya yang terasa riuh memenuhi kepala. Meski demikian, perasaan lega itu, untungnya, juga ada memilih untuk tetap bersamanya. Perasaan lega yang seketika menyelimutinya tatkala mengetahui bahwa Soobin tidak menolak kehadirannya. Di tengah ragam kalut dan insekuritasnya, Soobin masih memilih untuk tinggal dengannya.

"I think I found peace in loving you."

Soobin memandang Yeonjun dengan mata melebar tidak percaya. Kepalanya masih terlihat menggeleng samar, namun pegangannya pada lengan yang lebih tua mengerat seakan mengisyaratkan agar tidak menjauh meski telah ia pinta dengan kentara.

"You're just saying this," bisiknya pelan. "Kamu- kamu ngomong gini karena-"

"Soobin-ah," potong Yeonjun, tangannya menepuk pelan punggung tangan Soobin yang memegang lengannya sebelum melepaskannya perlahan. "aku paham kalo kamu susah percaya. Aku paham kalo kamu nganggep aku cuma asal ngomong biar kamu seneng. Gak papa, pelan-pelan ya. Aku gak akan maksa. Aku akan terus ngeyakinin kamu, if you let me, kalo aku gak main-main saat bilang aku sayang. Jawabanku bakal terus sama kalo aku mau sama-sama kamu, jaga kamu."

Soobin menggeleng sebelum menunduk menatap tangannya yang kini lemas tak bertenaga di genggaman Yeonjun. Bukan Soobin menolak telak untuk percaya, hanya saja benarkah realita ini bisa sesuai dengan harapannya? Dapatkah Soobin akhirnya menaruh asa pada bahagia tanpa khawatir hal itu akan direnggut tiba-tiba darinya saat ia mulai lengah? Benarkah Yeonjun telah memilih untuk bersamanya tanpa merasa terpaksa akan ikatan di antara mereka?

"Soobin-ah," panggil Yeonjun. "Kamu mau aku pergi?"

Soobin sontak mengangkat kepalanya dan menggeleng. "Gak mau," bisiknya. "Aku gak pernah mau kamu pergi."

"Soobin."

Yeonjun hendak menarik Soobin dalam pelukan, namun untuk pertama kalinya Soobin menolak. Pemuda itu meletakkan kedua tangannya di dada Yeonjun dan mendorongnya pelan, membuat Yeonjun tertegun.

"Kak, aku bukan Kak Eunbi dan gak akan pernah jadi kayak dia. Gak akan jadi seperti apa yang kanu harapkan. Kamu bener mau sama aku? Kamu gak akan bisa bangun keluarga sempurna sama aku, Kak. Gak akan pernah bisa. Kamu yakin gak terpaksa bareng aku? Kamu yakin gak akan nyesel udah milih aku?" Soobin menggeleng dan mencoba menarik tangannya namun ditahan oleh Yeonjun. "Aku yang akan selalu ngebebanin kamu, bergantung sama kamu. Kamu harus ikut ribet dengan semua ketakutan aku, masa lalu aku. Kamu bakal merasa terbebani, Kak, terbebani sama aku yang mungkin akan terus mempertanyakan semua hal baik yang dikasih untuk aku. Will you really," Soobin menghela napas, memandang Yeonjun tepat di kedua manik cemerlang pemuda itu. "stay with me for me?"

YEONBIN • THE SOULMATES' MARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang