Claire sejak kecil tidak pernah tahu apa itu arti bahagia. Mungkin saat dia akhirnya mendapatkan boneka kelinci impiannya yang selalu dia dekap erat sebelum direbut oleh teman pantinya.
Atau mungkin ketika dia mendengar berita adopsi dari ibu panti, yang rupanya hanya berlangsung sebentar sebelum dia dijual ke rumah bordil.
'Bahagia' bagi Claire tidak pernah benar-benar bahagia. Dan sejak bertemu serta mengenal Jemian, dia bahkan sudah belajar untuk melepaskan. Sekali lagi, tak ada bahagia yang bertahan lama dalam hidup Claire.
Bahkan di dunia ini sekalipun, tidak ada kebahagiaan yang abadi. Bahagia yang mereka rasa akan musnah kapan saja. Sebab itulah peraturan dunia.
Namun Claire tidak merasa begitu buruk ketika akhirnya bisa melihat wajah Jemian, meski pria itu juga yang telah menembaknya.
Tembakan Jemian seolah menyadarkannya dari ambisi gila dan balas dendam Claire. Dan Jemian adalah kebahagiaan terakhir yang ingin Claire miliki.
Namum kalut dan paniknya seseorang yang tengah mendekapnya itu, sedikit mengikis keinginan Claire.
Pria yang disebut-sebut berhati iblis itu tampak ketakutan. Tidak seperti Jazire yang Claire lihat sejak awal.
Jazire menepuk Claire, menyuruhnya untuk tetap sadar dan memaki dengan lantang pada seseorang yang telah menembak istrinya.
Jika Jemian membuatnya ingin segera beristirahat dengan damai dan tanpa dendam, Jazire justru menahannya untuk tetap melanjutkan harapan Claire, menunjukkan bahwa ada kebahagiaan yang kekal yang menunggunya.
Jazire seolah berkata bahwa setidaknya sebelum mati, Claire berhak bahagia di dunia ini.
Claire menangis tanpa sadar. Entah karena melihat Jazire yang begitu khawatir atau karena tak tega meninggalkan Jemian.
Satu-satunya kalimat Jazire yang Claire ingat sebelum pingsan adalah, "Aku tidak akan membiarkanmu seperti Aster."
Dan kini setelah satu minggu berlalu setelah tragedi penembakan itu, Claire tidak bertemu sama sekali dengan Jazire.
Dia juga tidak tahu bagaimana keadaan setelah penembakan.
Yang Claire takutkan adalah Jemian mati di tangan Jazire. Sebab meskipun Jemain adalah pria misterius dengan rahasia besar yang tidak diketahui Claire, mustahil dia bisa mengalahkan Jazire.
Ini memang hanya naluri Claire. Dan kini dia berdebat dengan batinnya tentang siapa yang dia khawatirkan, entah Jazire atau Jemian.
"Permisi Nyonya, saya membawakan makan siang dan obat Anda," panggilan itu dari Miss Julia. Kepala pelayan di mansion utama Jazire sekaligus orang yang mengaudisinya.
Claire sendiri telah resmi menjadi Nyonya Habbert artinya semua pelayan di sini adalah dayangnya. Jazire telah menciptakan istana pribadi untuknya.
Nyonya baru Habbert itu menempati kamar utama yang tiga kali lebih besar dari kamar pertama Claire saat menginap ketika terluka akibat berburu.
Nuansanya juga mirip dengan kastil Bridgetta. Penuh ukiran rumit, pengap dan tak dapat ditembus cahaya.
Namun begitu Claire menempati kamar itu, dia buka seluruh jendela dan gordennya. Membiarkan udara dan sinar matahari pagi di Iluasia menembus kamar mewah itu.
Entah ini perimtah Jazire atau inisiatif para pelayan, mereka menyediakan sabun dan parfum beraroma vanila. Aroma yang Claire sukai dan selalu melekat pada dirinya.
Claire yang sedang menatap taman dari balkon kamarnya akhirnya memutar badan dan menjawab singkat.
"Taruh saja," ujar Claire. Tapi Miss Julia tak kunjung keluar kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWO SIDES
RomanceClaire Adena berniat balas dendam pada orang-orang yang telah menghancurkan hidupnya. Untuk menjalankan misinya dia harus mendapatkan dukungan dari orang paling berpengaruh di seluruh Iluasia itu. Dia adalah seorang mafia kelas atas bernama Jazire H...