39

1.3K 97 16
                                    

Rasanya Jazire tidak pernah menghadapi pagi secerah ini. Seolah matahari menyambutnya dengan senyum ketika dia membuka mata. Burung-burung yang hinggap di dahan berkicau merdu seperti mengucap kalimat 'Selamat Pagi!' untuknya. Bahkan udara yang dia hirup dalam-dalam terasa amat menyegarkan. Apa seperti ini rasanya hidup tenang dan damai tanpa perlu gelisah akan hal apapun?

Lalu senyumnya yang melengkung jadi makin lebar kala dia membalik badan dan mendapati wanita yang sejak semalam memberinya kenikmatan kini terbangun dengan tergesa. Seolah kaget menghadapi kenyataan di depan matanya kala dia lihat tubuhnya penuh bekas merah dan tanpa sehelai kain. Lalu wanita itu langsung malu ketika mengetahui Jazire mengamatinya.

"Percuma kau menutupi tubuhmu dengan selimut. Aku sudah melihat semuanya," celetuk Jazire yang sejak tadi berdiri di balkon kamar sembari menyesap kopi paginya.

Claire mendengus mendengar penuturan mantan suaminya itu. Tergesa-gesa turun dari ranjang. Namun kakinya yang baru melangkah langsung limbung akibat terbelit selimut. Jazire tersenyum kecil, kapan wanita ini akan berhenti membuatnya gemas? Tingkah lucu Claire tidak pernah gagal untuk membuatnya tertawa.

"Berhenti menertawakanku, Brengsek!" rasa malu dan kesal menumpuk di dada Claire, membuatnya tak lagi bisa menahan umpatan. Kemudian Jazire berdiri. Pria itu sudah rapi dengan setelah jasnya seperti biasa seolah tidak ada kejadian apapun semalam dengan dirinya. Wajahnya segar, rambutnya klimis, membuat Claire sebal sendiri. Sebab hanya dia yang berantakan.

"Harusnya minta bantuanku kalau terlalu sulit berdiri."

"Tidak sudi!"

Tapi Jazire menggendong Claire meski tanpa persetujuan wanita itu. Claire memekik sesaat sebelum diturunkan di atas closet yang tertutup.

"Mandilah. Julia sudah menyiapkan baju untukmu sejak pagi. Aku akan menunggumu di bawah untuk sarapan."

Claire membuang muka ketika Jazire melangkah keluar. Dia pikir pria itu akan segera meninggalkannya, tapi kemudian dia kembali mendekat untuk meraih kepalanya dan melabuhkan ciuman singkat.

"Aku belum mengucapkan terima kasih untuk yang selamam," katanya tiba-tiba membuat wajah Claire bersemu merah.

"... dan juga maaf, barangkali aku terlalu kasar. Aku terlalu merindukan dirimu, Claire."

Sebenarnya tanpa Jazire ucapkan saja, Claire tahu bagaimana pria itu amat mendambanya. Tatap mata yang begitu dalam mampu Claire rasakan bahwa Jazire sangat merindukannya. Entah sekadar nafsu atau cinta, untuk sejenak Claire ingin mengabaikannya.

Mereka sarapan bersama. Lalu Jazire kembali membawa Claire mengunjungi tempat yang asing. Sebuah bangungan yang teramat megah dan besar. Lebih besar dari mansion utama Jazire. Pria itu turun lebih dulu, lalu mengulurkan tangan pada Claire.

"Keluarlah, kita sudah sampai di rumah ayahmu."

Tidak ada ekspresi yang Claire tampilkan selain wajah datar sejak Jazire mengucapkan kalimat itu hingga pria lain yang ada di depan Claire itu berbicara panjang lebar.

Dia adalah Constanzo. Pria paruh baya yang menurut Jazire adalah ayah kandung Claire. Sedang wanita itu sendiri tidak bisa mengingat apapun tentang ayahnya. Bukan karena dia lupa ingatan, tapi pria paruh naya itu memang tidak pernah hadir dalam hidupnya.

"Maafkan Ayah terlambat mencarimu."

Berulang kali Constanzo mengucap kalimat itu. Sebuah baris penyesalan yang tidak akan mengubah apapun. Kenyataan bahwa hidup Claire hancur selama ini tidak akan berubah meski Constanzo memohon ampun hingga bersimpuh di depannya.

Jazire menggenggam tangannya, Claire menoleh sejenak. "Tapi saya menolak untuk menggunakan nama Constanzo."

Tak hanya Constanzo yang terkejut, tapi juga Jazire. "Saya hanya ingin memakai nama Claire Adena."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TWO SIDESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang