33

871 116 41
                                    

Mobil yang Jazire kendarai berhenti di sebuah gang kecil. Pria dengan setelan rapihnya itu keluar mobil dan menatap flat yang paling kumuh diantara lainnya. Entah masih layak disebut tempat tinggal atau tidak, karena kandang kudanya saja lebih mewah daripada tempat itu.

Jazire melangkahkan kaki mendekat menuju lantai tempat tinggal Claire. Kini dia berdiri di depan pintu flat itu yang sekali tendangan saja pasti bisa membuat engselnya lepas. Jazire berniat melakukan hal tersebut, namun tiba-tiba seorang wanita tua datang menghampirinya.

"Ada yang bisa saya bantu Tuan?"

"Aku mencari pemilik kamar ini."

"Ah, Ms. Adena? Dia sudah lama sekali tidak kembali. Terakhir kali saya lihat hanya kekasihnya yang berkunjung."

"Kalau begitu bisa kau buka pintunya?"

"Bagaimana Tuan?"

Jazire berdecak, berhubungan dengan orang miskin memang agak memusingkan. Lalu dia rogoh saku jasnya, mengeluarkan amplop coklat yang cukup tebal.

"Aku tidak akan mengulangi lagi perkataannku."

Pemilik flat itu tampak terkejut, dia bahkan menelan ludah melirik isi dari amplop yang Jazire berikan. Kemudian dengan tergesa dia mencari kunci cadangan di saku bajunya.

"S-silakan masuk Tuan, hubungi saya jika perlu bantuan lagi. Saya berada di lantai dasar."

Jazire tak menyahut dan memasuki flat itu. Benar-benar tak ada yang istimewa di sana. Ruangan kecil yang pengap. Kamar tidur yang menjadi satu dengan ruang tamu. Dapur kecil yang tidak pernah digunakan, dan kamar mandi yang bahkan tak memiliki pemanas.

Kaki Jazire membawanya menuju kamar Claire. Ada foto wanita itu bersama Jemian.

"Jadi di tempat seperti ini kau tinggal."

Jazire memandangi foto itu lekat, tampak bahagia dan serasi. Dirinya yang pernah menikahi wanita itu saja tak memiliki foto bersama.

Jazire menelusuri ruangan itu lagi. Membuka laci dan menemukan sebuah diary. Ada tulisan tangan Claire di setiap halamannya.

Jazire membaca lembar demi lembar. Kisah demi kisah. Derita yang Claire tuangkan pada kertas bisu tiap penderitaannya.

Jazire mengerti alasan mengapa wanita itu membenci ayahnya sendiri. Awal mula kehancurannya adalah Constanzo yang tak mencari keberadaannya.

Terbuang di panti asuhan lalu tumbuh menjadi pelacur untuk Hans dan budak untuk Bridgetta. Claire tidak melakukan semuanya tanpa alasan. Wanita itu hanya ingin keadilan. Dan Paul, tentu saja turut andil untuk membunuh anak-anak yang tidak pernah sempat Claire lahirkan.

Lalu pada bagian di mana Claire mengisahkan anak ketiganya meninggal, dan pendarahan hebat hingga rahimnya diangkat, Jazire memegang buku itu erat, sesak turut menghimpit dadanya.

Belati bagai menyayat perasaannya. Claire begitu menderita selama ini, dan bodohnya Jazire justru menabur garam di luka wanita itu.

"Maafkan aku."

Ungkapnya untuk pertama kali. Benar, Jazire tak sekalipun sempat meminta maaf pada Claire. Yang ada dia malah menambah luka batin dan fisik wanita itu.

"Sungguh, maafkan aku," pintanya sekali lagi. Sesak menguasai dadanya, dan keinginan untuk mendekap wanita itu semakin besar.

Kini anak bukan lagi alasan Jazire untuk menemukan Claire--bahkan Claire tak akan bisa lagi mengandung anaknya--melainkan penebusan. Entah wanita itu masih akan memaafkannya atau tidak, Jazire akan tetap berusaha.

Lalu di lembar terakhir buku itu, ada sebuah daun maple yang telah dikeringkan.

Tampaknya Jazire mulai menemukan petunjuk.

TWO SIDESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang