- 04 -

505 103 0
                                    

“Eh? Kau ingin bertemu Tsukauchi-san?”

Dabi yang awalnya sering mampir untuk belajar pada akhirnya memutuskan tinggal di kamar sewa kami yang kecil. Tentu aku dan Tenko tidak setuju, tapi dia bilang akan bayar meskipun mau berdesak-desakan. Jadi kami izinkan, demi uang.

“Aku butuh nama baru. Orang dewasa pasti bisa mengurusnya, bukan?”

Tenko menoleh dari permainan gimnya, menatapku dan Dabi bergantian. “Eeeh? Ide bagus, tuh. Pakailah nama Terushima,” sarannya dengan ramah.

Dan Dabi membalasnya tak kalah ramah bersama senyuman lebarnya.

“Wah, ide bagus. Tapi aku tidak mau menjadi bagian keluarga kalian dengan cara itu.”

Cukup lama keduanya bertukar senyuman sebelum Tenko membuang muka dan menggumamkan sesuatu yang tak bisa kudengar. Aku mendesah geli, menatap Dabi kembali.

“Kau yakin? Aku pikir meskipun Tsukauchi-san mampu melakukannya, dia tidak bisa sembarangan mengiyakan permintaan orang.”

“Oleh karena itulah aku mengarang sesuatu untuk kau ceritakan.”

Dabi yang sedari tadi menghadap soal buatanku pun membereskan semua tugasnya. Untungnya dia berhenti memanggilku Nee-san.

“Aku ingin kau katakan padanya kalau kau menemukanku di jalan dengan keadaan amnesia. Sisanya biar aku yang berakting.”

Ppfft!” Tenko menahan tawanya, melirikku yang melongok setelah mendengar plan penipuan yang dirancang Dabi. “Konyol,” cibirnya.

“Diamlah,” balas Dabi, tidak lupa melempar penghapus karetnya hingga mengenai kening Tenko.

Aku tertawa dan terpaksa menyetujuinya.

Tidak terasa sudah enam bulan sejak Dabi bergabung bersamaku dan Tenko di sewaan murah ini. Sebentar lagi tahun ajaran baru akan dimulai, Tenko akan masuk SMP di sekitar sini, sedangkan Dabi sepenglihatanku tak punya rencana jangka panjang. Jadi aku bertanya agendanya ke depan.

“Aku ingin kerja.”

“Kerja?” beoku.

Tenko ikut menatap Dabi. “Kerja serabutan?” ejeknya.

Dabi angkat bahu. “Entahlah.”

Itu membuatku was-was. Kalau Dabi berencana bekerja sebagai pembunuh bayaran dan mengatakan bahwa 'api yang kugunakan untuk menghabisi korbanku adalah bakat buatan Endeavor', maka itu akan sama saja dengan komik aslinya.

“Ke-kerja serabutan juga bagus! Tapi apa kau tidak ingin mencoba sekolah lagi? Kupikir kau belajar selama ini persiapan untuk masuk SMA?”

Dabi mengetuk pensilnya ke atas meja, terlihat memikirkan saranku barusan. “Yah, aku lumayan tertarik dengan seragam Shiketsu.”

Aku membolakan kedua mata, tanpa sadar memukul meja. “Itu pilihan yang bagus! Aku juga suka seragam mereka! Pasti cocok denganmu!”

Tiba-tiba Tenko meletakkan ponselku yang dipakainya untuk main gim ke atas meja. Dia menatapku serius dan berkata, “Aku juga akan masuk Shiketsu," ujarnya”

Aku terdiam, lalu tertawa kecil seraya mengusak rambut bergelombangnya. “Tapi kau harus memikirkan SMP-mu dulu, Ten-chan.”

Tenko mematung, sementara Touya memberikan tawa mengejeknya. Mau tak mau perasaanku menghangat melihat keakraban tersebut.

“Shiketsu, ya?”

Aku menopang dagu, mengabaikan Tenko dan Dabi yang saling tendang di bawah meja.

“Tapi Dabi, kau mau masuk jurusan apa?”

Villain ShelterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang