- 11 -

394 97 0
                                    

Libur musim panas tiba! Dua bulan praktik mengajarku telah berakhir dengan nilai memuaskan!

GAAAH! TERIMA KASIH, TENKOOO!!!

Heh, heh. Aku jadi kebiasaan memanggil namanya dalam hati sebagai pengganti Dewa.

Dabi bilang dia memiliki kamp pelatihan, sementara itu dia juga menyiapkan diri untuk melawan Tenko di akhir musim panas. Padahal kondisi tubuh Dabi semakin buruk, tetapi untungnya tak ditambah dengan mental jelek seperti di komik.

“Kuharap kalian menikmati pertarungan kalian nanti.”

Aku duduk di permainan jungkang-jungkit komplek bersama Tenko, sedangkan Toga-chan membangun istana pasir di pojokan.

Tenko merengut. “Dukung aku,” katanya.

Aku pun tertawa mengiyakan.

Sekarang ini aku sedikit lebih santai karena tak ada kuliah, cuma fokus bekerja. Meski begitu, aku menikmati waktu dua bulan kemarin karena Atsuhiro-kun memberikan perhatian untukku. Ditanya sudah makan atau belum saja sudah membuatku senang, apalagi jika ditraktir setiap hari.

Heh, heh.

Berbicara tentang yang lain, misalnya Toga-chan yang tak pernah membahas darah lagi karena sibuk bermain bersama kami, ujung-ujungnya malah membuatku khawatir. Aku takut itu menjadi bom waktu seperti yang ada di komik. Jika tiba-tiba dia tanpa sengaja melihat kami terluka dan berusaha menyakiti semakin dalam sebab terpancing hingga tak bisa mengontrol bakatnya, aku tidak bisa membayangkan hal selanjutnya. Bisa-bisa darah kami disedotnya sampai kering ....

Kalau Iguchi-kun, dia serius berlatih ketahanan tubuh dan bela diri bersama Jin-kun. Aku mengusulkan hal itu karena Iguchi yang mutan mengingatkanku akan sosok kura-kura ninja. Untuk sekarang aku ingin dia menikmati waktu main-mainnya. Tetapi kuharap dia tak membalas dendam terhadap orang-orang yang memperlakukannya berbeda.

Untuk Jin-kun, dia terlihat lebih bersenang-senang ketimbang muridnya. Bagiku hal tersebut sebuah angin segar, mengingat Jin-kun memang orang yang sehangat dan seceria itu dalam komik.

Sedangkan Tenko ....

Aku menatap Tenko yang memandang telapak tangannya.

“Kau ingin mengaktifkan quirkmu?” tanyaku.

Tenko mendongak, membalas tatapanku yang ada di atasnya sebelum posisi kami saling berganti. “Aku takut,” jawabnya.

Masih dengan bermain jungkang-jungkit, aku mengangguk mengerti.

“Aku tak memaksamu, tapi ini sudah cukup lama, Tenko. Kau juga berjanji untuk melawan Dabi, bukan?”

Tenko cemberut, lagi-lagi menatap jari-jemarinya yang dilapisi sarung tangan hitam. “Lalu di mana aku bisa melatihnya tanpa merugikan orang lain?”

"Bagaimana kalau Yueei?"

“Aku bahkan belum menjadi murid mereka,” sahut Tenko, mendengkus. “Kalau minta izin berlatih di agensi pahlawan bagaimana?”

Lekas aku menggeleng. “Aku tidak menyarankannya. Takutnya mereka menagih rasa terima kasihmu dengan menjadikanmu sidekick mereka. Itu mimpi buruk bagi orang yang ingin tenar sepertimu.”

Mendengar ucapanku, Tenko mengusap lengannya. Dia merinding.

“Oiya, apa rambutmu mau diwarnai hitam lagi?” Aku menyentuh pucuk kepalaku sendiri, lalu terkekeh jahil. “Kulihat warna barunya seperti Dabi dahulu, apakah Ten-chan menua?”

Tenko tercengang. “Warna putih ...?” gumamnya, mengikuti gayaku dengan menyentuh kepalanya. “Nee-san yakin?”

“Serius! Mungkin efek dari quirkmu?” Aku berbicara asal, lantas terhenyak ketika melihat Tenko memucat. “Kau sudah pernah mengaktifkannya, ya?”

Villain ShelterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang