- 14 -

377 85 0
                                    

Iris pupilku menjadi merah, dan ingatan kehidupan pertamaku kembali. Aku mengalihkan pandangan ketika mendapat tatapan Tenko yang tercengang.

“Nee-san, matamu ....”

“Ini karena ingatanku sudah kembali, tidak ada yang perlu dikhawatirkan!”

“Benarkah?!” Tenko tersentak, lantas memajukan tubuhnya hingga membuatku terkejut. “Jadi Nee-san sudah tahu tanggal lahirmu?!” tanyanya.

Dan aku berakhir termangu, menatap makanan di atas meja yang sudah siap setelah Tenko bangun dari tidur.

Sejak kejadian cermin yang kupecahkan kemarin, Tenko sudah tidak pergi bersama Hawks. Dia bilang telah berhasil menguasai quirknya atas bantuan banyak orang. Untungnya, Hawks tidak menjemput lagi.

Sedari awal, sepertinya yang kubutuhkan memang waktu berduaan bersama Tenko.

“Hngg ... berapa, ya?” Aku mengapit dagu dan tersenyum jahil, melirik Tenko yang mengerutkan kening. “Memangnya itu penting?”

“Tentu saja penting!” Tenko membentak marah, selanjutnya menunduk sedih. “Selama ini kita tidak pernah merayakan ulang tahunmu, bahkan menggunakan tanggal kelahiran palsumu saja Nee-san tidak mau. Aku juga ingin menyiapkan semua kue itu untuk Nee-san ....”

Aku mengerjapkan mata, lalu mendesah lega. “Senang mendengarnya,” balasku.

Dan kuberitahu tanggal lahirku padanya.

Setelah itu kami mulai mengambil lauk sarapan dalam diam, menikmati pagi yang terasa begitu damai, seperti mimpi kehidupan pertama yang selalu kudambakan.

Setelah itu kami mulai mengambil lauk sarapan dalam diam, menikmati pagi yang terasa begitu damai, seperti mimpi kehidupan pertama yang selalu kudambakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Sekarang kita terlihat sangat mirip, ya?” Aku mengunyah ikan panggang, menatap pupil merah Tenko yang rupawan. “Tapi rambut Ten-chan benar-benar sudah memutih setengahnya. Nee-san jadi ingin mewarnai rambut juga.”

Tenko menggeleng. “Jangan, aku suka rambut hitam Nee-san. Biar aku saja yang mewarnai rambutku lagi.”

Selanjutnya ide bagus terpikirkan di kepalaku. “Bagaimana jika dibiarkan saja? Kita akan jadi saudara yang lucu, bukan? Hitam dan putih, begitu!”

Tenko tertawa, kemudian mengangguk setuju. Lalu kami menghadapi makanan lagi.

Aku tersenyum tipis.

Keheningan ini karena Tenko sudah jarang menggerutu, padahal aku suka melihatnya manyun. Tetapi tidak apa, pertumbuhan manusia itu selalu nyata, termasuk Tenko yang semakin dewasa.

Ten-chan diajarkan apa saja 'sih selama bersama Hawks?

Aku merengut. Burung itu bisa melihat secara langsung perkembangan Tenko, sementara aku cuma dapat hasilnya.

Ini tidak adil! Harusnya aku yang menemani Tenko karena aku keluarganya!

“Hah ....”

Akhir musim panas pun tiba. Aku dan rombongan segera bergerak menuju Shiketsu, terkecuali Atsuhiro yang mengaku sedikit terlambat karena ada urusan.

Villain ShelterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang