- 13 -

389 94 0
                                    

Di sisa libur musim panas ini Tenko jarang pulang, katanya bertemu Hawks untuk latihan bersama. Aku yakin Tenko diajak ke tempat di mana Hawks bernaung, yaitu Komisi Pahlawan Keamanan Publik.

Jujur, aku khawatir sekali jika Hawks tertarik dengan kekuatan Tenko dan mengajaknya bergabung. Orang itu bahkan tak menyebutkan nama aslinya pada Tenko.

Aku tidak mau Tenko menjadi bawahan orang-orang berhati dingin dan berakhir seperti Hawks.

Lalu bagaimana jika mereka mengancam menyebarluaskan masa lalu Tenko untuk memaksa adikku bekerja di bawah Komisi Pahlawan Keamanan Publik itu?!

Aku gelisah.

“ ... shima-san! Terushima-san!”

Aku terhenyak, menatap rekan kerjaku di tempat les yang sedang melambaikan tangan di hadapan.

Aku pun mendongak. “Ya?”

“Anda tidak pulang? Pacar Anda sudah menunggu, lho?”

Aku mengerutkan kening. “Aku tidak punya pacar ...?”

“Yang sering menjemputmu itu, lho? Jadi dia bukan pacarmu?”

Aku menganga, lantas tertawa. “Dia temanku!” balasku.

Begitu, ya? Atsuhiro-kun datang. Apa aku melamunkan Tenko sudah cukup lama?

Aku bangkit dari kursi dan segera berterimakasih karena telah diberitahu.

“Malam, You-chan! Kau sudah makan?”

Atsuhiro-kun melambai kecil, berjalan mendekatiku yang baru selangkah keluar dari tempat les.

Aku menatap jam di pergelangan tangan. Sekarang masih sore, pukul enam lewat lima belas menit.

“Mau makan bersama?” tanyaku, mengaitkan rambut yang sudah cukup panjang ke belakang telinga.

“Kau ini selalu saja bicara tanpa basa-basi, ya? Malu-malu sedikit, kek.” Atsuhiro berkacak sebelah pinggang, mendesah di balik masker hitam yang menutupi mulutnya. “Bagaimana kalau Soba?”

Aku terkikik. “Usul bagus,” ujarku.

Dan kami pun berjalan menuju kedai meskipun melawan arah pulangku. Sudah tiga bulan Atsuhiro-kun dan aku berteman. Dia sering mengajak makan dan mengantarku pulang. Kami mengobrol dan bercanda, tidak ada yang lebih. Tetapi Tenko tak pernah tahu, sih.

“Oh, iya. Kemarin aku lihat Tenko di sekitaran Kyushu bersama temannya. Jauh sekali dia bermain ke sana.”

Aku mengalihkan perhatian dari pesan Dabi menuju Atsuhiro, lalu mendesah lelah.

“Yah, temannya bisa terbang. Jadi dia diantar jemput pakai sayap secepat kilat.”

“Kau terlihat tidak suka, You-chan.”

Aku menopang dagu, menggoyangkan kaki dan memelintir rambut. “Aku cuma khawatir kalau Ten-chan dimanfaatkan.”

Atsuhiro terkekeh, melepaskan maskernya dan ikut menopang dagu menghadapku.

“Kau harus mempercayai adikmu, You-chan. Kasihan kalau dia merasa terbebani atas semua tindakannya karena terus membuatmu khawatir.”

Aku mengerjapkan mata, merasa perkataannya masuk akal.

“Kau benar.”

Aku mengatakan kalau aku bisa saja mati karena bakat Tenko, tapi di sisi lain aku juga memaksa anak itu untuk menggunakan quirknya.

“Terus, ya, adik laki-lakiku yang satunya, dia membenci nama keluarga kami dan tidak mau memanggilku kakak. Apa aku melalukan kesalahan, ya?”

Sebelum Atsuhiro-kun menjawab, pesanan kami datang.

Villain ShelterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang