Bagian 15. Dejavu

559 78 26
                                    

15. Dejavu

Hari sabtu seharusnya Gita bisa bersantai dan rileks di rumahnya sendiri sampai menjelang sore, karena kelasnya hanya ada satu di pengujung hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari sabtu seharusnya Gita bisa bersantai dan rileks di rumahnya sendiri sampai menjelang sore, karena kelasnya hanya ada satu di pengujung hari. Namun sayang seribu sayang, rencananya hanya tinggal angan-angan ketika Geng Andalas –tentunya dengan Gilang juga, tiba-tiba datang di jam menjelang siang ke rumahnya.

Katanya mereka sudah lama dan rindu mencicipi masakan mamihnya  yang hari ini memang sedang libur. Jika dulu Gita akan senang hati bercaper-caper ria tanpa malu, sekarang sungguh Gita lebih memilih minggat dari rumahnya sendiri untuk sementara, dengan alasan yang tentunya pergi kuliah. Apalagi?

Saat suara ramai motor berhenti di depan rumahnya, Gita tidak tahan bertanya pada Damian, " Bang, kok lo ngga bilang ke gue dulu sih temen-temen lo mau kesini?"

Damian yang awalnya bangkit mengernyit dalam, " Pertanyaan lo aneh banget dah, terus faedahnya apa gue laporan dulu ke lo. Emang ini rumah lo?” Sungutnya tengil.

Tentu saja Damian tak menggubris lagi, pemuda itu berjalan kearah depan menyambut teman-teman gilanya. Gita yang memang sudah mandi dan berganti baju rumahan, sedang makan siang dengan damai setengah jalan, saat rombongan andalas itu membuat makan siangnya menjadi tidak menyenangkan. Jadi dengan terburu, Gita tergopoh ingin pergi.

" Mau kemana, sayang? Kok buru-buru begitu, cuci piring kotornya dulu." Kata sang mamih menghentikan langkah terburu Gita.

Gadis pirang itu membuka mulut hampir menjawab saat geng andalas sudah masuk ke area ruang makan, suara ramai membuat atensi mamihnya beralih.

Disana, Gilang yang berjalan paling akhir melihat Gita yang buru-buru pergi dengan alasan yang ia tidak tahu. Namun gelagat Gita terlalu kontras dibanding gadis itu seperti hari-hari sebelumnya.

" Wah akhirnya bujang-bujang ganteng dateng juga." Sambut Mutiara, nadanya begitu menunjukkan bahagia.

" Duduk atau main game dulu aja ya Nak, tante akan siapin makan siang untuk kalian dulu."

" Siap tante cantik." Jawab Miguel genit yang langsung disoraki.

Mereka yang sudah terlalu sering main kerumah keluarga Neodana langsung mengiyakan dan duduk menyebar seenaknya sendiri. Gilang yang malas kembali ke ruang keluarga; untuk berkumpul bermain game, menarik salah satu bangku meja makan dan duduk disana. Dalam hening, Gilang melirik Gita yang berdiri tidak nyaman di depan bak cuci piring.

Gadis itu masih sibuk dengan peralatan makan kotor dan percikan air dari keran. Setelah berkutat kurang lebih satu menit sampai akhirnya piring dan gelas bersih sudah ditempatkan di rak. Dari samping Gilang bisa melihat beberapa rambut pirang gadis itu menempel ke pipi dan leher karena keringat, gerakan cepat Gita membuat pemuda itu tertegun beberapa saat.

Gita mengibaskan rambut yang mulai memanjang sampai pinggang, menyisirnya ke belakang dengan jemari yang basah, lalu mengangkat dua tangannya tinggi-tinggi untuk mengikat seluruh helaian rambutnya menjadi satu bagian.

Perempuan dari Masa Depan | SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang