09. Pertanda
Kata orang zaman dulu, setiap orang yang baik punya ikatan tersendiri dengan alam. Jika ia bahagia, maka alam akan menampakkan sinar yang cemerlang dan cuaca yang menyenangkan, begitu juga sebaliknya. Apabila ia berduka, maka alam yang mulanya cerah, sekejap berubah menggiring awan tebal untuk menurunkan sebuah rintik hujan yang deras.Disepanjang hidup Gilang, tidak pernah sekalipun dirinya pernah merasakan perasaan benci sebesar saat ini. Langit yang mulanya benar-benar cerah tak berawan, kenapa tiba-tiba berubah dan mengeluarkan rintik sederas ini?
Apakah semua ini memang pertanda, bahwa alam ikut menyorakkan duka selaras dengan apa yang dirasakan Gita saat ini?
Gilang mengikuti arah pandang Gita, menyorot pemandangan bukit perkebunan teh yang memanjakkan mata. Cuaca khas puncak yang berangin membuat sebagian rambut pirang wanita itu ikut terhembus. Menimbulkan efek cantik, anggun dan mempesona.
Dalam diam, lelaki itu menerka apa yang sedang dipikirkan dalam benak istrinya. Lentik bulu mata Gita sesekali mengerjap, kemudian ia menggelengkan kepala pelan. Seperti mengenyahkan sesuatu yang seharusnya tidak dipikirkan. Gilang menjadi ingin bertanya, namun urung karena melihat betapa nyamannya diri Gita. Baginya saat ini sudah lebih dari cukup untuknya.
Mata Gilang teralih sejenak, mengedarkan pandangan menelusur pada jajaran gubuk disepanjang bukit. Sebagian rumah gubuk yang tersedia, hampir terisi penuh. Dengan celotehan dan tawa yang tidak pernah berhenti.
Sejenak Gilang menunduk, menahan desakan putus asa yang ingin lelaki itu teriakkan.
Sebelum mengungkapkan kerisauannya kala itu, dirinya sempat melirik sudut langit yang terlihat mendung, juga angin yang mulanya berhembus sejuk menjadi sedikit kencang mengitarinya.
Ah, dimana sorot mentari yang cerah tadi, kenapa kini hanya meninggalkan sebuah kumpulan awan mendung yang berdampatan?
Batin Gilang menerka.
Saat itu, Gilang tidak berpikir apa-apa, tidak pernah ingin menghubungkan tentang cuaca dan pertanda yang akan terjadi. Namun tanpa diduga, sesaat setelah pernyataan yang ia simpan rapat terucapkan, Gita berlari menelusur rimbun teh dengan laju yang kencang, sampai rasanya Gilang terlalu sulit untuk menjangkau wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan dari Masa Depan | SUDAH TERBIT
Fiksi PenggemarTakdir manusia begitu rumit, temasuk tentang masa lalu maupun masa depan yang begitu rahasia. Diusianya yang baru menginjak 29 tahun, Sagita Niadanti harus rela menerima kenyataan bahwa suaminya -Gilang Abidarma, ada main belakang dengan sahabatnya...