Bagian 3. Tanpa Nahkoda

702 84 4
                                    

03. Tanpa Nahkoda

Setelah selesai menyempurnakan desain 3D modellingnya dari klien yang Gita perkirakan sebagai klien terakhirnya sebelum resign, Gita berkemas untuk gegas pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah selesai menyempurnakan desain 3D modellingnya dari klien yang Gita perkirakan sebagai klien terakhirnya sebelum resign, Gita berkemas untuk gegas pulang. Sebenarnya desain 3D nya masih perlu beberapa tahap lagi, yaitu proses render.

Render adalah proses mengedit dan menambahkan tekstur, pencahayaan, dan lain sebagainya pada 3D modelling yang sudah dibuat, sehingga nanti hasil akhirnya wujud desain akan lebih realistis seolah terlihat nyata bagai potret langsung bangunan ketika sudah jadi.

Namun, Gita tidak mau mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Dirinya manusia yang mampu berpikir bukan seorang keledai bodoh yang bisa terperosok dilubang yang serupa untuk kali kedua.

Maka saat waktu baru menunjukkan pukul setengah tujuh malam, dirinya sudah siap pulang kerumah. Beberapa rekan kerja yang sama-sama tahu menahu mengenai jam kerja arsitek yang gila-gilaan bertanya saat berpapasan.

“ Lho, Gita sudah mau pulang? Sudah final finishing, Git?” tanya Herman, salah satu rekannya dengan wajah heran.

Sepertinya laki-laki itu baru saja ngaso ke cafeteria dilantai bawah, karena digenggaman Herman terdapat slot kopi dan beberapa camilan yang mungkin titipan.

Gita hanya menyengir, “ Itu mah masalah gampang, Bang. Nanti aku finishing di rumah aja sambil merem.” Guraunya.

Herman mendengus sambil terbahak, “ Wah emang edan ini arsitek! Udah level dewa, jangan-jangan sampean temennya Bandung Bondowoso yo Git?”

Pintu lift terbuka membuat Gita yang terbahak masuk kesana.

“ Pulang dulu ya, Bang.” Salam Gita sebelum pintu lift benar-benar menutup.
“ Iyo, ati-ati Mbak Gita!”

Suasana belum menginjak malam, dirinya berjalan santai membelah jajaran mobil karyawan di basement. Gegas masuk saat alarm mobil berkelip di fortuner silver.

Karena jam macet sudah terlewat, jalanan lumayan bisa bernapas, hanya sesekali Gita perlu menunggu saat bertemu lampu merah. Perlu waktu kurang lebih setengah jam untuk sampai ke rumah, dan perempuan itu tidak mau menyia-nyiakan waktu pulang gasiknya dengan tangan kosong.

Saat matanya menangkap restoran 24 jam yang buka disisi kiri jalan, dirinya melimpir sejenak untuk membeli sesuatu.

Rawon iga sapi adalah masakan rumahan yang sangat disukai Gilang, saat perempuan itu sedang punya waktu luang, menu andalan ini tidak pernah ketinggalan untuk dihidangkan. Putri kecilnya yang suka dengan wortel, tak lupa ia belikan sup ayam extra wortel.

Hanya perlu menunggu sebentar, saat pesanan sudah siap dan Gita mampu berjalan kembali ke mobil dengan senyum seribu watt. Dalam otaknya sudah membuat bayangan raut wajah suami dan putrinya yang berbinar dengan raut bahagia.

Pasti mereka tidak menyangka akan kepulangan Gita yang lebih awal juga masakan favorit yang dibelinya.

Sebuah gerbang tinggi yang terbuka oleh satpam membuat Gita semakin antusias. Pak Handoko terlihat jelas heran dengan kepulangan nyonya-nya yang sangat awal. Sudah tentu Gilang dan Sesillia akan berekspresi serupa. Yakin Gita dalam hati.

Setelah memasukan mobil dalam garasi, Gita terburu keluar dan melangkah cepat menuju pintu utama. Membuka perlahan, namun tidak ada tanda-tanda kehadiran seseorang disana.
Apakah Gilang dan putrinya sedang pergi? tapi kan ini masih jam makan malam, oh iya Gita seharusnya langsung menemui mereka diruang makan saja.

Dengan senyum lebar, Gita berjalan melewati semua ruang untuk menuju ruang makan dipoojok kanan. Disana Gilang tengah sibuk membersihkan wajah Sesillia yang belepotan bekas makan. Sedangkan tak jauh dari sana, ada Bik Dini yang sedang beberes mencuci piring kotor.

Oh, apakah mereka sudah makan malam?

“ Wah, mama sudah pulang!” suara antuasias dari putrinya membuat lamunan Gita buyar.
Wanita itu melepas barang bawaannya, kemudian berjongkok untuk menyambut pelukan kecil Sesillia.

“ Iya, Sesill senang ngga?” tanya Gita dengan senyum mengembang. Dirinya belum mau mencium-cium wajah Sesill karena dirinya belum bebersih, takut wajah putrinya tertempel kotoran atau keringat.

“ Senang sekali!!!!” teriak bocah itu.

“ Sesill sudah makan malam ya? Mau makan lagi tanpa nasi bareng mama ngga? Mama beli sup ayam extra wortel lho!”

“ MAU!”

Bocah perempuan itu berjingrak senang, bersedia makan lagi dengan Gita.
Gita tersenyum kemudian kembali berdiri untuk memandang satu sosok lelaki yang masih duduk terdiam memandangnya dengan pandangan sulit diartikan.

“ Mas Gilang, mau makan lagi ngga? Aku tadi mampir beli rawon kesukaan mas.” Tawar Gita sembari meraih Sesill dalam gandengan dan mendekat ke meja makan.

Terlalu bereuforia dengan bahagia, sampai wanita itu lupa untuk menerima kenyataan yang berbeda dengan bayangan indahnya. Sang suami, hanya menggeleng dengan wajah datar.

“ Aku udah kenyang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“ Aku udah kenyang. Kamu bisa makan sama Sesill aja. Aku mau keatas.”

Kemudian tanpa menengok lagi, lelaki itu berjalan menapaki tangga, meninggalkan hening yang mencekik diri Gita. Degup antusias yang awalnya terdengar bertalu, kini hilang bak disapu angin. Wajah Gita tak perlu butuh lama untuk berubah sendu. Dan itu semua tak luput dari pandangan sang putri yang masih belia.

Genggaman erat pada tangannya membuat Gita menunduk menatap Sesillia.

“ Jangan sedih Ma, ada Sesill yang mau nemenin mama makan.” Kata bocah itu dengan senyum lebar.

Membuat cengkeraman erat pada dadanya melonggar sedikit, matanya yang memanas ia kerjapkan beberapa kali. Tidak, dirinya tidak boleh selemah itu.

Walau kini nahkoda kapal rumah tangganya sudah hilang arah, Gita tidak boleh hilang harapan. Gita masih memiliki Sesillia, sang malaikat kecil yang menjadi lenteranya.

Iya, bahkan ketika kapal ini karam, Gita harus bisa bangkit, walau berjalan terseok, masih ada pelita yang menuntunnya berjalan. Tidak apa, Gita bisa kembali menerjang lautan walau tanpa nahkoda sekalipun. Iya, pasti bisa.

°°°

A/N :

Selalu ngga pernah aku bosan ingetin, jangan lupa tinggalin jejak, votes dan komen yang banyak. Terus jangan lupa juga share ke temen2 yang jaerose shipper biar makin rame nih lapak. Tencuuu ♥️😍

Perempuan dari Masa Depan | SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang