11. UAS

14 6 0
                                    

"Raf, gue udah siap-siap nih."

"Oke, gue jemput."

Dari balik benda pipih itu, Flora mengangguk. "Iya, gue tunggu."

Setelah panggilan berakhir, Flora segera memasukkan alat-alat lukis miliknya ke dalam paper bag ukuran besar. Sore ini dia mengajak Rafael piknik di taman dekat danau, katanya. Sambil melanjutkan lukisannya yang separuh jadi.

Setelah selesai dengan aktivitasnya, Flora segera bergegas keluar kamar. Belum sampai tiga langkah, samar-samar terdengar vokal yang tak asing. Sahut-menyahut, tak mau kalah, berdebat. Lagi.

Dari atas tangga sepanjang 19 sentimeter, Flora menyaksikan orang tuanya beradu mulut, cekcok, lagi.

"Aku udah bilang sama kamu kalau aku ke Bandung karena itu titah dari atasanku."

"Harusnya cuma tiga hari tapi kenapa nyampe lima hari kamu baru pulang?"

Herlambang mengusap wajah, gusar.

"Itu karena ada meeting mendadak sama client dari luar negeri, Sarah."

"Nggak. Kamu pasti mesra-mesraan dengan wanita lain di sana, kan?"

Flora terpaku waktu melihat tangan Herlambang tertahan di udara tapi urung begitu menyadari kehadiran Flora.

"Kalau gak ada Flora, Papa pasti udah mukul Mama, kan?" Flora tersenyum hambar, melangkah turun dengan pelan.

Sekali itu Herlambang langsung menurunkan tangannya. Cepat-cepat lelaki itu menghampiri Flora, namun tindakannya kalah cepat dengan Sarah. "Maafin Mama," kata Sarah, memegang tangan Flora.

Memuakkan. Tiap kali Sarah dan Herlambang cekcok, kata maaf itu selalu keluar dari mulut Sarah. Sarah pikir kata maaf dapat membuat putrinya melupakan kejadian tersebut. Sayangnya Flora bukan lagi balita. Kata maaf sama sekali tidak mengubah segalanya.

"Mama tau kalau Flora udah muak sama kata maaf Mama?"

Sarah tampak menyeka bulir kristal di ekor mata. "Mama nggak bisa lakuin apa-apa selain minta maaf sama kamu, Flo."

Flora terkekeh. "Rasa curiga Mama yang selalu mancing cekcok sama Papa. Bukan maksud Flora ngebela Papa tapi gak semua pikiran Mama tentang Papa itu benar. Mungkin waktu kecil Flora dengan mudah maafin Mama, tapi sekarang Flora udah besar. Flora tau kata maaf aja gak akan cukup kalau gak disertai pembuktian."

Sarah terpaku sementara Herlambang sudah tidak ditemukan jejaknya. Herlambang tidak pernah benar-benar berhadapan dengan Flora ketika putrinya itu mulai menginterupsi. Pria itu selalu membiarkan Sarah berhadapan dengan Flora.

"Flora juga nggak butuh kata maaf Mama kalau cuma Mama yang minta maaf." Setelahnya gadis itu berlalu tanpa pamit.

----------

TAMAN suropati, Jakarta Pusat. Lokasi piknik yang dipilih Flora. Dan tentunya disetujui oleh Rafael. Di atas pijakan rumput jepang, di bawah naungan pepohonan rindang, Rafael memperhatikan Flora yang sibuk dengan kuasnya.

Cuaca hari ini tidak terlalu cerah. Sedikit mendung, beberapa angin sepoi melintas menerbangkan helai rambut Flora. Rafael mengulaskan senyumnya. "Ini gua udah bawa makanan ala-ala piknik gitu, Flo. Liat dulu sini."

Flora menurut, menghentikan aktivitasnya. Flora memperhatikan Rafael yang mulai mengeluarkan isi dari keranjang piknik cowok itu. Sandwich, pies, Scotch eggs, sausage rolls, chicken drumsticks, hingga buah-buahan segar. Flora meneliti satu persatu. Hingga netranya terpatri pada sebuah box. "Sausage rolls kesukaan gue!" pekiknya.

LacunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang