Membutuhkan waktu dua puluh menit untuk sampai di tempat tujuan. Pada acara dinner kali ini, Crystal mengenakan dress warna navy serta heels senada. Rambutnya ia cepol menyisakan poninya.
Gadis itu memperhatikan lampu remang-remang trotoar serta beberapa pengendara motor.
Meski di malam hari, Jakarta tidak pernah sepi. Melihat pemandangan citylight Jakarta sudah menjadi favoritnya selama 18 tahun hidup.
Crystal menyukai setiap titik Ibu Kota.
Namun, ada beberapa orang yang ditakdirkan kurang beruntung dalam menjalani hidup. Bahkan orang-orang itu rasanya tidak pantas untuk sekedar mendengar kebisingan Jakarta di waktu pagi. Bagi mereka mungkin Jakarta terlalu sempit.
Jakarta terlalu sempit bagi mereka yang bahkan tidak punya tempat untuk sekedar mengistirahatkan raga, berkeluh kesah, serta menyalurkan kasih sayang.
Crystal tidak menyukai titik Jakarta yang itu. Titik di mana seorang anak rela mengorbankan pendidikannya demi menghidupi keluarga dengan cara mengais rezeki di jalan raya. Titik di mana sebuah keluarga rela tinggal di kolong jembatan untuk sekedar berteduh dari panas dan hujan.
Namun, Jakarta selalu punya cerita. Termasuk dirinya yang sudah tak terhitung menghadiri acara dinner William. Jujur Crystal muak. Dia berpikir, kalau saja Crystal bukan anak yang berprestasi mungkinkah William tetap membawanya kesana kemari demi menghadiri pertemuan-pertemuan bisnis yang memuakkan itu?
"Non Crystal kenapa?" Pak sopir bersuara, menatap raut wajah Crystal yang tidak enak dari spion.
Crystal mengerjap. "Ah, gak papa, Pak." Satu detik kemudian Crystal terlonjak saat sopirnya mengerem tiba-tiba. Dia melihat sebuah Mercedes-Benz mendarat di depan, mencegat perjalanannya dengan tidak sopan.
Tau siapa pemiliknya? Seorang pria berkemeja putih dengan kancing atas terbuka yang dibalut tuksedo warna navy dan sepatu pantofel.
"Holy shit!" Crystal mengumpat di kala tatapannya bertemu dengan wajah yang membuat jengkel belakangan ini. Jeandra mengetuk kaca mobilnya. Bibir cowok itu seolah mengisyaratkan agar Crystal membukanya.
Crystal menghela napas kasar kemudian segera menurunkan kaca mobil. "What the fuck are you doing? Tindakan lo bener-bener membahayakan tau gak?" kata Crystal sarkas.
Jeandra hanya nyengir tak berdosa. "I'm so sorry about that but could you please come with me?"
"Ogah!"
"Please, kakek yang nyuruh, Crystal. He would be sad if you don't want to," ujar Jeandra yang sejatinya hanya akal bulus belaka.
"Beneran?" Entah kenapa saat lelaki itu menyebutkan embel-embel 'kakek', Crystal jadi tidak enak hati. Pasalnya pria itu telah menerimanya dengan sangat baik saat pembukaan kelas piano kemarin.
"Beneran, sayang."
Reflek Crystal berdecih. "Yaudah." Gadis itu lalu membuka pintu tak lupa berpamitan pada pak sopir. Sementara Jeandra berteriak girang dalam hati.
***
Sebuah momen epik bagi Jeandra melihat seorang putri dari Antonio Wimana duduk di jok mobilnya untuk pertama kali. Sesekali ia melirik Crystal lalu mengukir senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna
Teen FictionIni tentang Sea, anak perempuan yang menyaksikan kematian misterius papanya di hari ulang tahunnya. Ini tentang Sea, gadis yang kehilangan kekasihnya saat kencan pertama. Tujuan Sea pindah ke Jakarta demi mencari pembunuh papa justru membuatnya dipe...