Malam ini Jakarta diguyur hujan. Cukup deras. Beberapa kali terdengar bunyi petir bersahutan dengan dentingan piano yang tengah Crystal mainkan. Jemari lentiknya menari di atas tuts-tuts piano. Alunan merdu dan bisingnya hujan berpadu menjadi satu.
Crystal memejamkan mata menikmati bunyi indah tersebut. Permainan pianonya terhenti ketika sesuatu melintasi benaknya. Ia menatap jendela apartemen yang menampilkan citylight Ibu Kota. Gedung-gedung besar itu masih terlihat gagah meski diguyur habis-habisan oleh hujan.
Gadis yang mengenakan pajama warna krem itu mengambil laptopnya, memastikan apakah file yang ia cari masih tersimpan atau tidak. Benar saja. File tersebut masih tersimpan rapi.
Terakhir kali ia hampir pingsan di toilet sekolah akibat terkejut melihat video yang dikirim anonim itu. Dan sekarang Crystal memberanikan diri untuk membukanya.
Resolusi video tidak terlalu jelas dan berwarna hitam putih. Sepertinya hasil rekaman CCTV.
Nyatanya Crystal tidak bisa untuk tidak menutup mulutnya saat bunyi keras tembakan dalam video terdengar. "What the hell?"
Di dalam video itu, si penembak langsung kabur begitu pria yang menjadi sasarannya itu ambruk. Lima menit setelahnya Crystal melihat dua orang anak kecil berlari menghampiri korban.
"Apa-apaan ini? Kenapa dikirim ke gue?"
Crystal menyugar rambutnya ke belakang. Dia kebingungan sekaligus marah. Gadis itu mendengus kasar. "Oke, gak ada yang boleh tau video ini. Karena bisa aja ini jebakan buat gue," monolognya.
Ting!
Crystal tersentak saat bel apartemennya berbunyi. Cepat-cepat ia menutup laptopnya.
Orang gila mana hujan-hujan begini datang ke apart orang? Malam hari pula! Begitulah isi hati Crystal saat ini.
Saat tiba di depan pintu, Crystal segera membukanya. "Jeandra?"
"Hai, Crystal." Demi Tuhan Crystal sangat terkejut saat tubuh besar laki-laki itu ambruk ke bahunya. Hampir saja ia terhuyung ke belakang.
Crystal tidak tahan untuk tidak mengumpat. "What the actual f*ck?!"
Jeandra mabuk. Tubuhnya basah kuyup.
"Lo ngapain ke sini? Tau darimana apart gue?" Demi apapun Crystal sangat-sangat marah. Namun tidak ada gunanya bertanya pada orang mabuk.
Jeandra mencoba berdiri dengan tubuh sempoyongan khas orang mabuk. "Crystal, gue kangen sama lo," katanya. Sedetik kemudian Jeandra tersenyum lebar menampilkan lesung pipinya.
Crystal langsung membuang muka. Apa-apaan cowok ini?
"Crystal? Kamu nggak kangen aku?" katanya lagi dengan nada yang berbeda. Terdengar seperti bocah ngambek karena tidak dibelikan mainan.
Crystal bergidik ngeri. "Sumpah geli banget!"
Jeandra tersenyum flirty. "Hm? Apa? Kamu ngomong?" Dirinya hendak ambruk lagi namun Crystal segera menahannya lalu memapahnya ke sofa.
Jeandra tak henti-henti tersenyum saat menatap wajah Crystal yang begitu dekat. "Cantik."
Sementara Crystal tidak menghiraukan cicitan Jeandra. Ia segera menghempaskan tubuh cowok itu ke atas sofa panjang. Namun bobot Jeandra yang lebih berat darinya membuatnya kehilangan keseimbangan sehingga ia terjatuh di atas Jeandra.
"What the hell?!" umpat Crystal.
Lagi-lagi Jeandra tersenyum flirty. "Kamu lucu."
Jeandra bau alkohol. Namun menatapnya dalam jarak sedekat ini sukses membuat Crystal menelan ludah. Pipi dan telinga cowok itu memerah. Rambutnya basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna
Teen FictionIni tentang Sea, anak perempuan yang menyaksikan kematian misterius papanya di hari ulang tahunnya. Ini tentang Sea, gadis yang kehilangan kekasihnya saat kencan pertama. Tujuan Sea pindah ke Jakarta demi mencari pembunuh papa justru membuatnya dipe...