#23. Seiren

397 47 2
                                    

Nevan membuka pintu kamarnya dengan seragam SMA Purnama Biru yang melekat di tubuh. Tidak ada jas, hari ini pria itu memilih untuk memakai vest Purnama Biru saja di atas kemeja putih lengan pendeknya.

Aroma masakan menyapa hidung lelaki tampan itu, membuat senyuman mengembang di bibir merah muda alaminya. Dengan riang dia membawa kakinya menuju ruang makan, menemukan sang ibu yang tengah menghidangkan masakannya dan sang ayah yang duduk di kursi makan seraya memandangi istrinya dengan senyum tipis di bibir. Pemandangan yang biasa Nevan temukan di pagi hari.

"Nasreng, ya? Woahh, udah lama nggak sarapan nasreng," ucap Nevan membuat kedua orang tuanya sadar akan kehadiran dirinya.

Sang ibu menarik bibirnya, memberikan senyum super indah pada putra satu-satunya. "Morning, My Prince," sapanya.

"Pagi, anak ayah. Tapi omong-omong, nasgor, Van, nasgor. Bukan nasreng." Nendra juga bersuara, sekalian memprotes perkataan anaknya yang menyalahi kamus persingkatan kata.

"Suka-suka Nevan, dong, Yah," balas Nevan seraya menarik kursi untuk dia duduki.

"Di mana-mana Ayah selalu benar, Van. Pokoknya nasgor, ya, bukan nasreng," ucap Nendra masih tidak terima dengan penyimpangan anaknya itu. "Susunya itu diminum dulu."

Vellia, Ibu Nevan meletakan sepotong ayam goreng di masing-masing piring putra juga suaminya. "Iya, Van, susunya minum," timpalnya.

Nevan tentu saja menurut, dia meraih gelas berisi susu di depannya lalu menegak minuman itu hingga tersisa setengah.

Vellia yang selesai dengan segala persiapan kini duduk di kursi yang berhadapan dengan Nevan. Meraih sendok juga garpu di sisi piring karena tentu saja dia akan sarapan. Nendra pun sudah mulai memasukan nasi goreng buatannya ke dalam mulut, mengunyahnya dengan lucu dan itu membuat Vellia tersenyum.

"Astaga, Sayang, ini kamu masukin apa, sih? Kok bisa enak banget? Pengen meninggal kalau kata selebgram dulu," ucap Nendra begitu menelan kunyahannya.

"Yep! Setuju banget. Harusnya Bunda jadi chef aja bukannya jadi dokter." Nevan ikut andil, memuji masakan sang bunda yang memang selalu menakjubkan. Ralat, sangat menakjubkan.

"Berlebihan banget, sih, kalian," balas Vellia. Memiliki suami seperti Nendra dan anak seperti Nevan adalah anugrah paling indah yang dia punya. Dia menyayangi dua lelaki dalam hidupnya itu lebih dari dirinya sendiri.

"Omong-omong, Sayang, kamu mau nggak aku kasih busana Seiren tapi aku dapatnya gratisan?"

Vellia menatap Nendra, menaikan satu alisnya karena pertanyaan itu. "Gratisan, Yang? Seiren, loh, ini, masa Seiren gratis? Yang benar aja," paparnya.

"Beneran tahu. Aku perasaan pernah cerita kalau owner Seiren klien naratetama aku. Dia ada minta tolong sesuatu yang sebenarnya nggak ada hubungan sama pekerjaan aku, makanya dia mau kasih aku karyanya dia secara gratis. Benar-benar gratis," ujar Nendra.

Nevan sendiri hanya menyimak seraya terus memakan nasi gorengnya. Lagipula, tidak ada yang bisa dia katakan diobrolan orang tuanya itu.

"Kok bisa? Minta tolong apa? Jangan aneh-aneh kamu," peringat Vellia. Nadanya sedikit tajam pada kalimat terakhir, lengkap dengan delikan sinis yang menurut Nendra sangat menggemaskan itu. Pria itu bahkan sampai terkekeh. Ingin mencubit pipi istrinya, tapi sendok di genggaman menahan itu.

"Nggak aneh-aneh, Sayang, cuma minta cariin anaknya yang hilang," balas Nendra sangat lembut.

Oke, kali ini Nevan tertarik. Dia menatap Nendra dan bertanya, "Hilang, Yah? Anaknya segede apa? Hilangnya pas kapan?"

The Secret [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang