Pojok parkiran cafe, di bawah rimbunnya pohon manga, Cakra menatap lekat-lekat sesosok orang yang ada di hadapannya.
Dia memang memakai masker guna menutupi sebagian wajah, topi yang dia pakai juga turut menjadi penghalang bagi siapapun yang ingin melihatnya. Namun, saat bertatapan di zebra cross tadi, Cakra mengenali mata itu. Sangat tak asing dan dia yakin tebakannya tidak salah. Terbukti dari orang itu yang terus berusaha menarik lengannya tanpa membuka mulut sama sekali. Itu bukan reaksi yang akan dilakukan kalau Cakra asing baginya.
"Lo selama ini berkeliaran bebas?" Setelah beberapa saat hanya diam, Cakra akhirnya membuka mulut, melontarkan pertanyaan yang dia sendiri sudah menebak jawabannya.
"Lepasin gue."
Suaranya tidak berbeda sejak terakhir kali Cakra mendengarnya, masih tajam dan kasar. "Anjing, lepas!" desisnya dibarengi dengan tatapan tajam tepat ke arah netra Cakra.
Cakra tidak goyah, dia tetap menahan lengan Adhisty dengan tangannya. Tidak peduli meski itu sedikit kasar karena sekarang ini kepala dan hati Cakra tak seluas biasanya.
"Kenapa lo lari setelah lakuin itu?"
Adhisty berhenti berontak saat mendengar itu. Cara Cakra berbicara terdengar berbeda dari biasanya. Nadanya terkesan lebih dingin dan itu membuat senyum miring timbul di balik masker Adhisty. Ah, rupanya Cakra tidak berbeda dengan orang lainnya.
"Lo berubah pikiran? Aaah, lo pasti sadar gue monster setelah lihat wajah gue dengan jelas di video sialan itu," ucap Adhisty.
Entah sadar atau tidak, tapi satu tangan Cakra yang bebas mengepal di sisi tubuhnya. "Lo kenapa nggak bilang yang lo bunuh ayah tiri lo sendiri?"
Di balik masker, senyum menyebalkan Adhisty semakin menjadi. "Lo pikir gue tahu si sialan itu suaminya nyokap gue?" tanyanya.
"Nggak mungkin lo nggak tahu pernikahan ibu lo sendiri." Cakra benar bukan? Anak mana yang tidak mengetahui kalau orang tua mereka melakukan pernikahan? Terlebih yang dia tahu ibu Adhisty itu masih berhubungan dengannya. Dia tetap membiayai Adhisty meski dia memilih ikut dengan ayahnya.
"Terserah, sih, lo mau percaya apa enggak. Yang jelas, si sialan itu juga udah mati, nggak ada yang penting soal dia," papar Adhisty terdengar sangat ringan.
Kalimatnya membuat tatapan mata Cakra menajam, gigi-giginya saling menekan satu sama lain, menandakan kalau dia sedang menahan amarah saat ini. "Berhenti sebut Om Deri dengan kata sialan, Adhisty." Suara Cakra memang pelan saat mengatakannya, tapi itu terdengar begitu tajam hingga membuat Adhisty menelan ludahnya kasar. Ini... bukan Cakra yang dia kenal.
Meski begitu, setelah sukses menetralkan perasaannya sendiri, Adhisty kembali menatap Cakra seolah menantang. "Apa urusannya sama── Om?" Dia seketika menahan ucapannya sendiri saat sadar Cakra memanggil orang yang dia hilangkan nyawanya dengan panggilan yang akrab. Om? Hey, apa mungkin Cakra memiliki hubungan dengan orang itu?
"Ya. Om Deri. Deri Bagaskara ayahnya Ian. Dia yang lo bunuh," papar Cakra. Di kata terakhirnya dia menghempaskan lengan Adhisty kasar. Terserah jika gadis itu akan melarikan diri atau apapun itu, dia hanya ingin memberi tahu Adhisty kalau perbuatannya membuat temannya terpuruk.
Namun, nyatanya tidak seperti itu. Alih-alih melarikan diri, Adhisty malah ambruk setelah beberapa saat membeku dengan tatapan kosongnya. Cakra tentu saja terkesiap melihatnya, namun, seolah mati rasa, Cakra tak melakukan apa-apa selain melihat Adhisty dengan sorot dingin tak berperasaan.
Bisa Cakra lihat tubuh Adhisty mulai bergetar hebat dan napasnya semakin pendek. Gadis itu juga sesekali meracau tak jelas dengan suaranya yang kecil. Adhisty menunduk, tapi Cakra seolah bisa tahu kalau ada aliran air mata pada wajah pucat gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret [COMPLETED]
Mystery / Thriller"Semuanya dimulai dengan malam, hujan, dan seragam." ACIN tidak pernah menyangka kalau mereka akan terlibat dengan sebuah kasus penculikan hingga bersinggungan dengan psikopat hanya karena menolong gadis yang tak sadarkan diri di tangga gedung apart...