#24. Selamat Beristirahat

347 45 4
                                    

Malam hari Nevan memasuki rumahnya, melangkah menuju ruang keluarga hingga menemukan Nendra di sana. Tengah berkutat dengan laptop ditemani secangkir kopi yang Nevan yakin ayahnya buat sendiri. Menyembunyikan sesuatu di balik badannya, Nevan menghampiri sang ayah. Memanggilnya hingga pria paruh baya itu mendongak.

"Jeng-jeng, SIM aku, nih, Yah," ucap Nevan menunjukan apa yang baru saja dia dapatkan.

Nendra tersenyum tipis, mengambil SIM milik sang putra. Memperhatikannya, lalu tersenyum bangga  "kamu emang anak Ayah, Van. Gimana, mau Ayah beliin mobil?" tanyanya.

Nevan menggeleng, mengambil posisi untuk duduk di samping ayahnya lalu berkata, "Nggak dulu, deh. Nggak usah buru-buru. Cakra punya mobil nganggur."

Memberikan SIM pada pemiliknya, Nendra mengangguk-anggukan kepala. Tidak heran karena memang dia tahu Cakra orang seperti apa dan berasal dari keluarga mana.

"Ah, iya, Van. Kamu ingat, kan, obrolan kita tentang Seiren?" tanya Nendra mengganti pembicaraan.

Nevan menepuk jidatnya sendiri. Benar, Seiren. Dia harusnya menemui Adhisty tapi malah lupa karena terlalu bersemangat untuk membuat SIM. Rasa penasarannya jadi semakin besar sekarang.

"Ayah baru ingat kalau anak itu sekolah di Purnama Biru. Kamu kenal nggak? Seperti yang Ayah bilang, namanya Seiren Adhisty, ini fotonya."

Nevan akan menganggap ini sebagai keberuntungannya. Dia segera menatap layar laptop Nendra, memperhatikan potret seorang gadis berambut panjang dengan dress hitam yang membalut tubuhnya. Melihat background foto itu, sepertinya foto diambil di sebuah pesta. Tidak ada senyum di wajah si gadis, bahkan dia sama sekali tak melihat ke arah kamera. Namun, wajahnya masih terlihat dengan jelas dan Nevan tahu siapa dia.

"Beneran Adhisty yang itu ternyata," gumam Nevan entah sadar atau tidak.

"Kamu kenal?" Tentu saja Nendra mendengar. Karenanya dia bertanya dengan satu alisnya yang naik.

"Eh." Nevan memalingkan muka. Oh, dia sepertinya kelepasan. Meski begitu dia dengan cepat membalas, "Kenal, Yah. Pernah lihat pas MOS tapi aku nggak dekat. Hanya beberapa kali berpapasan."

"Kapan terakhir kali kamu lihat dia?" tanya Nendra. Itu informasi penting, dia bisa saja menemukan anak dari klien VVIP-nya jika Nevan tahu lebih banyak.

Nevan tampak berpikir, tentu saja dia hanya berpura-pura karena ingat janjinya dengan Adhisty. Meski sejujurnya dia merasa buruk karena harus berbohong pada orang tua, tapi mau bagaimana lagi? Dia juga tidak bisa ingkar janji. "Emm, entah, Yah. Udah lama nggak lihat. Kalau dipikir-pikir lama banget malah. Setahun lalu? Atau... lebih? Lupa," ungkap Nevan.

•••

Cakra hanya bisa mengekori Adhisty kala gadis itu secara tiba-tiba memintanya untuk keluar apartemen Amory padahal dirinya baru tiba. Heran sebenarnya, terlebih karena Adhisty melarang keras Amory juga Ian untuk ikut dengan mereka. Pikir Cakra, tidak ada hal khusus yang harus mereka bicarakan tanpa Ian dan Amory. Namun, karena takut ada hal penting yang tidak dia sadari, lelaki itu memilih untuk menurut saja.

Hingga akhirnya di sinilah keduanya berada. Atap gedung apartemen yang sepinya luar biasa. Lagipula, atap ini tak difungsikan apa-apa, hanya tempat kosong dengan angin kencang yang menyapa. Rambut Adhisty juga Cakra sampai menari-nari akibat angin itu.

"Kenapa?" tanya Cakra memulai pembicaraan kala Adhisty membalikan badan dan mereka berhadapan.

"Lo beneran Lesmana, kan?" tanya Adhisty.

Cakra sedikit terkejut mendengar itu. Tidak terpikirkan kalau hal itu yang akan Adhisty tanyakan. Meski begitu tak urung dia menjawab, "Iya."

"Kalau gitu, mau bantu gue?"

The Secret [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang