S:2

40.3K 2.1K 37
                                    

Assalamualaikum semuaaa!!

Jangan lupa buat dukung terus book "Sequoia"
dengan cara vote dan komen

Enjoy your time guys!

.
.

~ Sequoia ~

Saat purnama sudah berada di langit malam, Ana bersama kedua orang tua nya berkumpul di ruang keluarga rumahnya.

"Gimana nak? Jadinya kamu mau mengajar dimana?" Tanya pria paruh baya yang berada didepannya.

"Belum ketemu Abba tempat yang mencari lowongan. Tapi aku udah punya rencana buat jadi guru ngaji sembari mencari sekolah yang sedang mencari guru" jelas Ana kepada orang yang ia sebut dengan kata Abba.

Maya—Umma dari Ana pun mengelus kepala Ana yang terbalut jilbab, "Tidak apa-apa nak. Jadi guru ngaji juga pekerjaan yang mulia, pasti nanti kalo sudah waktunya apa yang kamu impikan pasti terwujudkan"

Ana tersenyum kepada Umma nya. Ana bercita-cita ingin menjadi seorang guru bahasa Arab, maka dari itu saat berkuliah di Mesir ia mengambil jurusan sastra Arab. Namun sampai saat ini sangat susah mencari lowongan pekerjaan dengan basic tersebut.

"Nanti Abba bantu carikan juga. Semoga dalam waktu cepat kita bisa menemukan pekerjaan itu" Ibrahim—Abba dari Ana pun menyemangati putri sulung nya itu.

"Terimakasih Abba, Umma karena sudah mau membantu mbak"

Umma Maya mengangguk dan memeluk Ana. "Sama-sama sayang. Kamu itu mutiara bagi Umma dan Abba jadi kami akan terus membuat kamu bersinar semampu kami" Ana membalas pelukan Umma nya tersebut.

"Bagaimana kajian kemarin? Abba dengar katanya pematerinya seorang ustad, tumben sekali" Abba Ibrahim mengalihkan topik pembicaraan ke yang lain.

"Iya Ba, kemarin yang mengisi materi ustad. Mbak juga kaget, biasanya kan seorang ustadzah yang mengisi. Tapi ustadnya juga bagus kok Ba ngasih materi nya, mudah dipahami" Umma Maya dan Abba Ibrahim tersenyum geli ketika mendengar cerita Ana.

Dari nadanya saat memuji ustad tersebut tampaknya cukup bersemangat dan itu membuat Umma dan Abba nya sadar akan satu hal.

"Kamu suka sama ustad itu ya ..."

"Enggak Umma, mbak gak suka sama ustad itu" elak Ana dengan tegas.

Abba Ibrahim terkekeh, "Kagum juga nggak papa kok mbak"

"Abbaaa, jangan mulai deh" rengek Ana seperti anak kecil. Semenjak kepulangan nya kemarin, sang ayah selalu saja mengganggunya, katanya sih seru aja ada yang dijailin.

"Kapan mau nikah mbak?" Pertanyaan Umma Maya sangat melenceng sekarang.

'Umma kesambet apa sih kok bisa ngomongin nikah segala'

Ana terdiam kaget mendengar ucapan Umma nya begitupun dengan Abba Ibrahim yang tak kalah kaget.

"U-Umma kok jadi bahas nikah"

"Ya nggak papa, Umma udah kepengen gendong cucu" balas Umma Maya dengan santai.

"Umma mbak masih kecil. Jodoh nya aja belum kelihatan hilalnya"

SEQUOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang