"Harga rumah sekarang berapa, yah, Vin?" tanya gua saat sedang duduk-duduk di markas bareng duo sobat gua yaitu Kevin dan Azka.
"Mana gua tahu. Lu mau beli rumah? Emang bisa anak di bawah umur beli rumah?"
Gua melongo mendengar pertanyaan balik Kevin. "Iya juga, yah. Kalau harga kucing berapa, Ka?" tanya gua kini pada Azka.
Azka tampak berpikir. "Enggak tahu. Waktu itu, kan, adopsi anjing. Kalau kucing enggak tahu. Kamu langsung ke pet shop aja, atau adopsi ke tempat khusus kucing terlantar."
Gua menggeleng. "Enggak bisa, gua enggak bisa ke sana. Yang ada mata gua langsung gatel-gatel, berair, dan enggak bisa kebuka."
"Terus kalau ada alergi kenapa nanyain kucing?" tanya Azka bingung.
"Adek gua kepengen banget," jelas gua.
"Oh iya, Je. Adik lu jadinya keluar dari sekolah, yah. Kemarin rame banget tuh berita kalau di SMP NUSA ada kasus perundungan. Adek lu baik-baik, aja, kan?"
"Menurut lu aja gimana? Jelas enggak baik-baik ajalah kalau sampe adek gua keluar." Gua menoyor kepala Kevin.
"Kasian banget Juan. Aku boleh, kan, main ke rumah kamu enggak hari ini?" tanya Azka.
"Nah, iya, hari ini, kan, pulang cepet soalnya guru-guru ada rapat persiapan UAS. Gua main ke rumah lu, yah. Mumpung emak bapak gua enggak tahu kalau hari ini pulang cepet. Sebelum bimbel gua mampir dulu. Boleh, yah?"
Gua berpikir sejenak. Gua ragu kalau Juan mau ketemu sama orang. Dia juga kayaknya enggak terlalu tahu Kevin sama Azka. Tapi enggak apa-apalah seenggaknya dia enggak sepi di rumah.
"Boleh. Dateng aja nanti. Azka, bisa sekalian bawain Archie, enggak? Biar siapa tahu Juan berubah pikiran terus jadi pengen pelihara anjing gitu?"
Sebuah ide bagus muncul di benak gua. Gua alergi kucing dan sebenarnya mustahil gua bisa tinggal sama kucing. Jadi, gua harus merubah pikiran Juan biar dia mau pelihara anjing aja. Caranya adalah dengan bawa anjing Azka, kalau anjing Kevin nanti yang ada waktu Kevin pulang ambil anjingnya dia enggak bisa ikut main.
---
"Ju, gua pulang," teriak gua saat sampai rumah dan membuka pintu utama.
Keadaan rumah seperti biasa sepi. Bu Asih udah pulang. saat melewati ruang tengah gua melihat Juan yang sepertinya baru bangun tidur dengan buku yang berserakan di meja. Mungkin setelah belajar dia ketiduran di sofa.
Ack ack
Anjing Azka a.k.a Archie menggonggong dan berlari-lari di ruang tengah. Buntelan kecil itu sepertinya senang dibawa ke tempat baru. Gua, Azka, dan Kevin duduk di sofa sementara Juan memandangi kami bertiga dan juga Archie dengan bingung.
"Ini temen-temen gua. Yang ini Kevin, yang satunya lagi Azka," gua membuka suara saat melihat Juan kebingungan.
"Gua Kevin."
"Halo Juan. Aku Azka. Maafin anjing aku, yah, dia emang lincah banget. Namanya Archie."
Juan mengangguk paham sambil mengucapkan namanya dengan lirih. Fokusnya sedaritadi menuju ke Archie, bagus, ayo Juan, lu harus berubah pikiran habis ini.
"Boleh pegang?" tanya Juan pada Azka saat Archie mendekat ke arah Juan.
"Boleh. Dia gentle, kok. Enggak bakalan gigit." Azka memberi ijin.
Juan tersenyum dan mulai mengelus Archie. Senyuman yang jarang sekali dia tunjukkan ke siapapun itu. Bahkan ke gua aja bisa dihitung jari. Dia cuman senyum ke gua kalau gua bawain dia donat. Benar-benar adik durjana.
"Kamar gua, yuk. PS," ajak gua pada Kevin dan Azka sambil membuat gesture memegang stick PS.
"Kuy, lah. Gas." Kevin langsung berdiri menuju ke kamar gua. Anak satu itu emang udah biasa main ke sini.
"Juan mau ikut?" Azka malah menawari Juan dulu.
Juan yang ditanya menoleh ke arah Azka dan menggeleng. "Enggak. Kakak aja."
"Oke." Azka mengekori Kevin sementara gua mematung di sini.
Bisa-bisanya barusan Juan memanggil Azka dengan sebutan 'kakak' sementara kalau memanggil gua cuman nama doang. Enggak terima gua pokoknya.
"Kenapa? Enggak jadi main PS?" tanya Juan saat melihat gua yang masih duduk di sini.
"Jadi. Gua cuman mau bilang jagain Archie yang bener. Buntelan yang satu ini lincah banget," ucap gua ketus sambil menyusuli dua sobat gua itu.
---
Setelah puas bermain, Azka dan Kevin pamit pulang pukul tiga sore. Kevin harus pergi bimbel. Gua mengantar kepergian mereka sampai pintu gerbang dan kembali masuk ke dalam menghampiri Juan yang sedang menonton TV.
"Gimana Archie?" tanya gua.
"Lucu."
"Terus?" pancing gua lagi. Ayo cepat bilang kalau lu jadinya mau punya anjing aja.
"Masih lucuan kucing."
Gua menatap datar Juan saat mengatakan hal barusan. Okelah, gua kalah. Juan tetap bersikeras mau kucing.
---
Malamnya setelah mandi gua langsung naik ke mobil untuk pergi ke suatu tempat diantar Mang Iip. Cukup jauh sebenarnya, tapi hal ini harus gua lakukan agar gua enggak mati penasaran. Enggak ada yang mau bilang kebenarannya ke gua. Jadi yang harus gua lakukan adalah mencarinya sendiri.
Akhirnya gua sampai juga setelah menempuh waktu berjam-jam. Gua mengetuk pintu utama dan menunggu sampai sang tuan rumah membukanya.
"Eh, Je, cucu nenek. Kamu malem-malem ke sini ada apa? Jauh, loh, dari rumah kamu." Iya, gua dateng ke rumah Nenek untuk cari tahu semua hal yang terjadi di sini sebelum Juan pindah ke rumah.
Gua tersenyum dan memeluk Nenek dengan hangat. "Iya, Nek. Je kangen Nenek. Enggak apa-apa, kan, Je dateng?"
"Enggak apa-apa dong. Nenek malah seneng ada yang nemenin. Ayok masuk dulu."
Gua masuk dan duduk di ruang tengah. Nenek pergi ke dapur lalu kembali sambil membawa senampan cokelat hangat dan beberapa camilan.
"Ya ampun, Nek. Enggak usah repot-repot. Nanti Je bisa ambil sendiri," ucap gua sambil berdiri dan membantu Nenek membawakan nampannya.
"Halah, kamu, mah, kalau enggak diambilin pasti bakalan sungkan. Ayo diminum sama dicobain makanannya. Ini Nenek bikin semuanya sendiri, loh."
Gua menyesap cokelat hangat dan melihat beberapa camilan yang disuguhkan. Ada donat, beberapa kue kering, dan juga jeli. Semuanya adalah makanan manis. Kesukaan Juan.
"Kalau Juan ikut dia pasti seneng. Juan suka makanan manis." Gua mulai memancing topik terkait Juan. Benar saja raut wajah Nenek langsung berubah saat gua menyebutkan nama Juan.
"Bagus kalau dia enggak ikut. Kamu kalau ke sini sendiri aja. Enggak usah bawa-bawa dia lagi," cetus Nenek.
"Kenapa, Nek? Juan, kan, cucu Nenek juga. Dulu juga Juan dirawat sama Nenek," ucap gua.
Nenek meletakkan teh hangat yang sedang diminumnya di meja dengan kasar. "Dia bukan cucu Nenek lagi. Gara-gara dia Kakek jadi pergi. Dia itu pembunuh, Je. Kamu enggak tahu?"
---
Mari kita cepat selesaikan kisah Juan dan Je ini.
Jakarta, 7 November 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
(2) Jemari Je (Selesai)
FanfictionJe yang selalu sendirian. Kesunyian selalu memeluknya. Kehampaan adalah hal yang selalu mengisi ruang hatinya. Kekosongan adalah rumah untuknya. Semuanya selalu seperti itu sejak awal. Kosong, sunyi, dan kosong adalah tiga hal yang selalu mengelili...