Sebelum mulai membaca, aku sarankan kalian untuk membaca cerita 'Aksara Azkara' dulu, karena cerita ini saling berkaitan.
---
-Pernah enggak kalian ngerasain kesepian padahal sekeliling kalian lagi ramai?-
Gua membuka mata saat alarm di ponsel gua berbunyi tepat pukul 5 pagi. Gua mematikannya dengan malas-malasan. Hari ini masih hari Rabu, gua harus sekolah. Gua mendudukkan diri di kasur dan mengusap mata gua sejenak sambil mengumpulkan nyawa. Setelahnya gua bangkit dan membuka hordeng. Tampak matahari mulai muncul malu-malu. Sambil mengusap bekas iler, gua menuju ke kamar mandi untuk bersiap ke sekolah.
Tak butuh waktu lama untuk bersiap, kini gua sudah siap dengan seragam sekolah. Gua turun ke bawah untuk sarapan sejenak. Ada Bu Asih di dapur. Pembantu rumah tangga yang sudah bersama gua sejak gua bayi.
"Mau sarapan apa, Mas?" tanya beliau sambil meletakkan susu putih hangat di depan gua.
"Mau roti bakar aja deh, Bu. Selainya coklat." Bu Asih mengangguk dan langsung menyiapkan pesanan gua.
Gua menaruh kepala di meja makan. Masih sedikit mengantuk. Setiap pagi selalu begini, sepi, hanya ada gua, Bu Asih, dan juga supir yang sedang memanaskan mobil di depan untuk gua berangkat nanti. Gua menatap sekitar. Rumah sebesar ini sebenarnya sayang kalau cuman ditinggali gua sendiri. Jangan tanya dimana keluarga gua yang lain. Gua males jelasinnya. Intinya gua enggak kaya Azka yang setiap pagi mungkin bakalan sarapan dengan hangat sama Papa dan juga Abangnya. Gua juga bukan Kevin yang selalu ditanyain gimana harinya di sekolah sama keluarganya. Gua Je yang selalu sendirian.
"Ini, Mas. Hati-hati masih panas." Bu Asih meletakkan sepiring roti bakar. Gua segera melahapnya dengan cepat. Gua malas berlama-lama di rumah yang megah tapi sepi ini. Gua lebih suka ke sekolah yang ramai.
"Makasih, Bu. Aku berangkat dulu." Gua pamit ke Bu Asih dan menghampir Mang Iip yang sudang menunggu di samping mobil sambil merokok. "Mang Iip, ayo berangkat sekarang," ajak gua sambil masuk ke kursi penumpang. Mang Iip langsung mematikan rokoknya dan mengantar gua ke sekolah.
---
Sampai di sekolah seperti biasa gua melakukan presensi di lobby dan menuju ke arah kelas. Saat masuk tentu saja murid sudah banyak yang datang, gua tipe orang yang berangkatanya mepet. Lagian pagi-pagi juga buat apaan, mending nambahin waktu buat tidur, iya enggak?
Gua ngeliat kedua sobat gua yang lagi serius entah mendiskusikan apa itu. Mereka dua sobat gua. Kevin dan juga Azka. Kevin udah sahabatan sama gua semenjek jaman piyak, kalau si Azka kita baru sahabatan sejak pertama masuk kelas. Tapi entah kenapa gua suka sama Azka, begitu juga Kevin yang cocok sama Azka. Yah, walaupun pertemuan pertama kita enggak banget, tapi, kan, yang penting sekarang baik-baik saja. Walau beberapa waktu lalu Azka sempat terkena ujian dari Tuhan. Itu anak satu emang bikin khawatir banget, mana pake acara ngilang segala, kan gua sama Kevin sempet kebakaran jenggot kemarin. Untungnya sekarang semuanya udah baik-baik aja.
"Woy, lagi ngapain, sih kalian berdua?" Setelah menaruh tas di kursi, gua menghampiri mereka berdua.
Azka menoleh ke arah gua sementara Kevin tidak menyambut kehadiran gua. Emang sialan si Kevin. "Kita lagi diskusiin rumus yang mana harus dipake. Tapi si Kevin daritadi ngeyel enggak mau percaya, padahal punya dia salah." Azka menunjuk Kevin dengan dagunya.
Kevin yang dibilang demikian oleh Azka tidak terima. "Gua enggak ngeyel, lu aja yang salah. Kan, di buku paket bilangnya pake rumus ini," Kevin membela dirinya.
"Kan, kemarin Pak Anto bilang engga usah ngikutin cara yang di buku paket, keribetan. Pake cara yang ada dicatetan aku aja." Azka menunjuk buku catatannya.
"Gua enggak percaya sama buku catetan lu," Kevin mulai nyolot.
"Ini beneran, kok. Aku catet apa yang Pak Anto kasih kemarin di slide PPT." Azka memelototi Kevin.
Gua yang sudah tidak sanggup mendengar kedua murid teladan itu memilih untuk keluar kelas. Jam masuk pelajaran masih 15 menit lagi. Gua masih punya banyak waktu kalau mau jalan-jalan dulu. Tujuan enggak jauh-jauh, kok. Cuman taman belakang sekolah. Di sana enggak ramai kalau jam segini dan baru ramai saat istirahat siang nanti.
Gua mendudukkan diri di bawah pohon rindang. Tangan gua mengambil benda di saku jaket. Benda itu adalah rokok dan pemantiknya. Gua menyalakan rokok, lalu menyesap asap nikotin itu. Terhitung udah dua tahun sejak gua mencoba barang yang katanya bisa membunuh seseorang ini. Gua menghembuskan asap dari mulut gua. Entah kenapa setiap gua menghembuskan asap itu rasanya semua beban pikiran gua ikut kebawa pergi.
Sebenarnya semalam gua cuman bisa tidur dua jam. Itu gua juga enggak yakin kalo tidur. Makanya sekarang kepala gua sakit. Gua butuh sesuatu untuk membuat mata gua ini menjadi melek. Gua memandangi pohon-pohon yang ada di taman ini. Hijau adalah warna yang menenangkan kata seseorang.
Kalau lagi stres, liat yang hijau-hijau aja, Je. Mama punya banyak taneman karena ngerawat mereka bikin hati Mama adem.
Gua langsung menggelengkan kepala gua saat suara itu kembali terdengar dan dengan kurang ajarnya masuk ke otak gua tanpa permisi. Suara yang sedari lama ingin gua hilangkan tapi tidak pernah bisa. Suara tersebut akan selamanya melekat di otak gua dan beberapa kali akan terlintas di memori gua.
Mood gua seketika langsung turun drastis. Gua mematikan puntung rokok dan bergegas pergi dari sana. Sebelumnya gua mampir dulu di ruang latihan yang biasa gua, Kevin, dan Azka gunakan untuk latihan nyanyi. Gua ingin mengambil parfum di sana. Gua enggak mungkin balik dengan bau asap rokok begini. Setelah menyemprotkan beberapa kali gua kembali masuk ke kelas. Gua berharap dengan tugas yang diberikan guru-guru bisa mengalihkan perasaan gua yang sedang tidak enak ini selama beberapa saat.
---
Hai, ini bab 1 versi terbaru yah, sedikit doang yang diganti, tapi merupakan detail yang besar jadi aku harap kalian bab ini ulang. Terima kasih
Jakarta, 1 Agustus 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
(2) Jemari Je (Selesai)
FanficJe yang selalu sendirian. Kesunyian selalu memeluknya. Kehampaan adalah hal yang selalu mengisi ruang hatinya. Kekosongan adalah rumah untuknya. Semuanya selalu seperti itu sejak awal. Kosong, sunyi, dan kosong adalah tiga hal yang selalu mengelili...