Ia adalah Dinata.
Meskipun tinggal bersama keluarga Dharmaputra, Hareksa tidak benar-benar menjadi bagian dari mereka.
Hareksa tahu, selalu ada batas untuk dirinya dalam keluarga tersebut.
"Makanannya nggak enak, sayang?"
Hareksa yang tengah menunduk seketika mendongak mendengar pertanyaan dari wanita paruh baya di hadapannya. Ia tersenyum, lalu menggeleng, "mana mungkin masakan yang di buat Ibu nggak enak? Di banding masakan restoran bintang lima, makanan Ibu jauh lebih enak."
Mahesa yang duduk di sampingnya terkekeh, kemudian mengangguk menyetujui ucapannya, "yang di bilang Reksa benar, masakan Mama itu yang terbaik."
"Terus kenapa makanannya cuma di aduk-aduk aja? Mau ganti menu yang lain?"
Diam-diam Hareksa merasakan hatinya menghangat. Betapa beruntung ia mendapat perhatian tulus dari wanita itu. Maka dari itu, Hareksa kembali tersenyum, "aku makan yang ini aja, Bu." Ia menyuap nasi beserta lauk pauknya lalu memasukan ke mulutnya, meyakinkan wanita itu bahwa tidak ada masalah pada makanannya.
"Kamu ada masalah?"
Dan seperti seorang Ibu pada umumnya, wanita yang sudah ia anggap seperti Ibunya sendiri mengetahui bahwa dirinya sedang memiliki masalah.
Hareksa rasakan tatapan tajam seseorang di sebelahnya. Tenang saja, ia tak mungkin menjadi bodoh dengan mengatakan bahwa anak kebanggan mereka melakukan tindakan tak bermoral padanya.
Tidak mungkin bagi Hareksa tega menyakiti hati orang yang sudah memberinya kesempatan untuk kembali merasakan rasanya memiliki sebuah keluarga yang lengkap.
"Aku cuma lagi pusing sama pelajaran, Bu. Ada beberapa yang nggak begitu aku pahami." Dusta kembali Hareksa lontarkan. Berharap kebohongan tidak terbaca di wajahnya.
Wanita itu mengangguk mengerti, "kalau ada yang nggak kamu pahami, coba tanya sama Mahesa. Kakak kamu 'kan udah kelas duabelas, pasti khatam lah sama pelajaran kelas sebelas."
Diam-diam Hareksa mendesah lega karena wanitu itu percaya. Akan tetapi, sebagian dirinya menjerit putus asa ketika lagi-lagi ia harus berbohong guna menutupi hubungan terlarangnya dengan Mahesa.
Bu, maafin Hareksa.
"Hareksa, setelah selesai makan datang ke ruang kerja Ayah."
Dan sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak pada Hareksa.
Ia melupakan satu hal. Bahwa tak semua kebohongannya tertutupi dengan sempurna. Mungkin Hareksa bisa membohongi Dilara, tapi tak ada yang bisa luput dari pandangan tajam seorang seperti Tama Dharmaputra.
Tangan kirinya yang berada di bawah meja makan di genggam seseorang. Dan Hareksa tahu tangan hangat siapa yang mencoba menenangkannya dengan memberikan elusan lembut di sana.
Hareksa melirik sekilas pada Mahesa. Pemuda yang lebih tua mengangguk samar.
___________
Tigapuluh menit rasanya terasa sangat lama.
Begitu Tama Dharmaputra memintanya keluar dari ruang kerjanya, Hareksa diam-diam mendesah lega. Berhadapan dengan sang kepala keluarga membuat perasaan Hareksa campur aduk.
Setiap kali lelaki paruh baya itu meminta dirinya berbicara empat mata, Hareksa tahu tidak akan ada percakapan selayaknya Ayah dan Anak pada umumnya.
Karena Hareksa sadar betul bahwa dia bukanlah Dharmaputra.
Ia cukup mengerti, dan sadar diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly [MarkHyuck]
RandomHareksa Dinata menyukai kupu-kupu. Itu fakta yang tidak bisa di sangkal orang lain. Sebab, dari hewan indah tersebut Hareksa banyak belajar tentang kehidupan. Seekor kupu-kupu mengingatkan kita bahwa akan selalu ada keindahan di pengujung semua rasa...