Ada yang nungguinkah?
__________
Sialan!
Mahesa mengendarai mobil membelah jalanan yang ramai oleh kendaraan lain dengan kecepatan tinggi sembari terus mengumpat dengan kesal. Segala macam emosi terpancar dalam sorot manik hitamnya, ketika mengingat ucapan terakhir seseorang yang beberapa menit lalu meneleponnya.
Mahesa, gue penasaran gimana kalau sampai satu sekolah tahu Hareksa itu gay?
Demi Tuhan, saat ini Mahesa tengah ketakutan. Segala skenario paling buruk dalam pikirannya takut menjadi kenyataan. Maka dari itu, ia semakin melajukan kendaraan roda empatnya dengan kesetanan agar segera sampai pada tempat tujuan.
Sebelum pergi tadi, Mahesa sempat berpapasan dengan Hareksa yang baru saja keluar dari kamarnya. Pemuda yang lebih muda menanyakan akan kemana ia pergi dengan penampilan yang berantakan, yang mana tak Mahesa hiraukan karena ia tengah merasakan rasa takut yang berlebihan.
Tak akan Mahesa biarkan orang itu membocorkan rahasia paling kelam milik Hareksa yang susah payah Mahesa sembunyikan.
Maka setelah sampai, Mahesa segera menepikan mobilnya secara sembarangan, sebelum akhirnya keluar dengan tergesa memasuki sebuah cafe yang sudah orang itu sampaikan lewat sebuah pesan.
Maniknya mengedar ke segala arah, kemudian terpaku pada seseorang yang melambaikan tangan sembari melempar senyum sarat akan cemoohan yang mana di mata Mahesa terlihat sangat memuakkan.
"Mau lo apa sebenarnya?" Tanya Mahesa tajam setelah mengambil tempat duduk berhadapan dengan orang itu.
Rahang Mahesa mengeras ketika di lihatnya orang itu tertawa, Mahesa membenci situasi dimana ia tak bisa berbuat apa-apa.
"Tenang, Mahesa. Jangan buru-buru gitu dong," kata orang itu sembari menatap geli pada Mahesa yang terlihat sekali terbakar amarah, "Dan, wow ... gue bakal kasih apresiasi buat orang yang udah bikin karya yang bagus di wajah lo," lanjutnya dengan nada mengejek, merujuk pada luka pada wajah Mahesa.
Jemari Mahesa mengepal, hasrat memukul wajah menyebalkan orang di hadapannya sungguh sulit dia tahan. Tapi, Mahesa tahu bahwa ia tak boleh bertindak gegabah untuk saat ini.
"Gue tanya sekali lagi, apa yang lo mau?"
"Mudah. Jauhin Hareksa."
"Gue nggak bisa," tukas Mahesa setelah terdiam begitu lama, "gue udah coba, dan gue nggak bisa."
Terdengar suara tawa mengudara, sebelum akhirnya terhenti saat tatapan tajam pada Mahesa di layangkan oleh orang itu, "Buat Hareksa benci sama lo sesuai perjanjian awal kita. Dan, gue janji nggak akan sedikitpun nyentuh dia."
"Lo!"
"Mahesa, kita udah buat kesepakatan, ingat?"
Bibir Mahesa terkatup rapat begitu mendengar ucapan orang tersebut. Ya, Mahesa tentu mengingatnya.
"Gue tau lo nggak akan berani bilang tentang orientasi seksual Hareksa."
Orang di hadapannya memiringkan kepala atas sikap percaya diri Mahesa, "oh, ya?"
Mahesa tersenyum miring, "ya, karena lo ... nggak akan pernah bisa liat Hareksa terluka." tandasnya.
"Gue bisa!"
"Lo nggak akan bisa." Tekan Mahesa sembari menunjuk wajah orang itu.
"Kenapa lo berpikir kalau gue nggak bisa?!"
"Karena lo suka Hareksa!" Ucapan Mahesa membuat orang yang ada di hadapannya tertegun begitu lama tanpa bisa berkata-kata.
"Lo bilang ke gue kalau lo suka Hareksa, tapi sikap lo sekarang buat dia menderita," ucap Mahesa pada akhirnya.
Orang di hadapannya terdiam, sampai seulas senyum miris terpatri di wajahnya, "Mahesa, lo pikir selama ini cuma kalian yang menderita? Gue pun sama."
"Alina, tolong lepasin kita berdua." Pinta Mahesa terdengar putus asa.
Alina tertawa. Sebab, ucapan Mahesa terdengar lucu di telinganya. Melepaskan mereka? Lalu, setelah itu apa? Mereka bahagia bersama, sedangkan dia menderita sendirian dan putus asa.
"Lo tau, Mahesa? Gue kecewa." Kata Alina pelan, sorot matanya menerawang mencoba mengingat kejadian beberapa tahun silam, dimana untuk pertama kalinya dia jatuh cinta dan patah hati dalam waktu bersamaan saat mengetahui pemuda yang di sukainya menyimpang, "gue suka Hareksa, tapi gue nggak bisa milikin dia."
Untuk pertama kalinya, Alina membenci mereka yang memilih berbeda.
"Alina-- "
"Apa yang di lihat Hareksa dari lo?!"
"Alina, tenang." desis Mahesa ketika beberapa orang yang berada di dalam cafe menantap ke arah mereka.
"Kalian berdua sama, dan itu yang bikin gue nggak terima!" tandas Alina tajam.
Mahesa terdiam, lalu ia teringat sesuatu hingga menatap Alina dengan tajam, "jangan bilang, lo yang ngasih tau Papa tentang hubungan gue dan Hareksa?
Alina tersenyum tipis, "menurut lo?"
"Berengsek!" Umpat Mahesa tajam.
Mendengar umpatan itu, Alina tertawa puas. "Lo yang pertama kali melanggar kesepakatan kita. Jadi, jangan salahin gue kalau kepala keluarga Dharmaputra tahu kelakuan anaknya yang menjijikan!"
Mahesa mengusap wajahnya kasar, lelah menghadapi sikap Alina yang menurutnya kekanakan.
Setelah tawanya mereda, sorot manik Alina meredup. Jujur saja, hatinya terluka ketika mengetahui bahwa Mahesa dan Hareksa telah berbuat sejauh itu di belakang mereka semua.
"Kalau gue nggak milikin Hareksa, nggak ada siapapun yang bisa milikin dia!" Ujar Alina sembari menahan sesak di dada.
"Lo sakit, Alina!"
"Enggak lebih sakit dari seorang Kakak yang berani nidurin Adiknya." balas Alina ketika dia mengingat tentang bercak merah yang terkspos di leher dekat tulang selangka Hareksa. Serangga? Alina sangat ingin tertawa ketika Hareksa mengatakan bahwa pemuda itu di gigit oleh serangga. Orang bodoh juga tahu, bahwa itu adalah kissmark.
Sebut saja dirinya tak punya hati, Alina tak peduli. Karena, tak akan ia biarkan mereka bahagia, sementara dirinya menderita.
Mahesa tertegun di tempatnya. Apa ini alasan Alina tiba-tiba mengajukan tanggal pertunangan lebih awal dari kesepakatan?
"Sekarang, keputusan ada di tangan lo. Jauhin Hareksa, atau satu sekolah bahkan tante Dilara tau hubungan kalian berdua." Ancaman sudah di layangkan, dan Mahesa bersumpah sangat ingin memaki pada dunia mengapa ia harus berhadapan dengan gadis Gautama ini.
Melihat Mahesa terdiam dengan raut wajah frustasi juga putus asa membuat sudut bibir Alina terangkat. Akan tetapi, tak bisa di pungkiri bahwa terkadang Alina merindukan kebersamaan mereka ketika masih kecil sebelum mengenal cinta dan duka.
Sangat susah menyembuhkan hati yang terluka. Sebab itu, ia ingin menarik Mahesa dan Hareksa agar terluka bersama dengannya.
Memang Alina yang merencanakan semuanya. Dari perjodohan, membuat Mahesa menyetujuinya dengan sedikit ancaman, juga meminta Mahesa agar membuat Hareksa membenci pemuda itu. Alina tahu bahwa dia sudah sangat kelewatan. Tapi, bukankah ada yang bilang, semua adil dalam cinta dan perang.
Dan, jika ada yang bertanya mengapa dia justru meminta perjodohan dengan Mahesa alih-alih Hareksa? Sebab, jika Alina meminta Hareksa untuk di jodohkan dengannnya, Mahesa masih bisa merebut pemuda yang lebih muda darinya. Maka dari itu, Alina memilih jalan seperti ini agar mereka lebih menderita karena tak dapat bersama.
Dan, tanpa mereka sadari, percakapan mereka di curi dengar seseorang yang kebetulan duduk tak jauh dari tempat mereka berbincang.
Orang tersebut sempat tertegun, kemudian sedikit menurunkan topi yang di kenakannya agar tak di kenali. Sebelum akhirnya bergumam pelan, "sekali tepuk, tiga lalat mati."
_________
Sesuai ekspetasi tidak???
![](https://img.wattpad.com/cover/326182654-288-k530399.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly [MarkHyuck]
RandomHareksa Dinata menyukai kupu-kupu. Itu fakta yang tidak bisa di sangkal orang lain. Sebab, dari hewan indah tersebut Hareksa banyak belajar tentang kehidupan. Seekor kupu-kupu mengingatkan kita bahwa akan selalu ada keindahan di pengujung semua rasa...