SEPULUH

816 94 27
                                    

Tes...

Oke, hai.
Aku mau sedikit cerita, sebenarnya waktu nulis chapter ini jujur aja aku nggak dapet feel sama sekali. Jadi, kalau kalian baca dan merasa agak aneh tolong di maklumi😭🙏

Okay, happy reading💚

_______

Hareksa pikir, takdir begitu lucu mempermainkan mereka.

Di saat orang lain begitu mudah mendapatkan cinta, di sini dia tengah berusaha melenyapkannya hingga tak bersisa.

Kadang, Hareksa juga pernah memikirkan bagaimana jadinya jika yang ia suka adalah seorang gadis dan bukannya seorang laki-laki yang berjenis sama sepertinya. Mungkin, sudah lama ia kenalkan pada Ayah dan Ibu tanpa merasa takut pada pandangan seseorang yang menatapnya menghakimi dan hina.

Tapi Hareksa lupa, cara dunia bekerja tidak seperti itu. Setiap yang berbeda, belum tentu dapat di terima.

"Hareksa?"

Panggilan itu menyadarkan Hareksa dari lamunannya. Ia menoleh ke belakang dan mendapati Alina yang tengah berdiri tak jauh dari pintu. Alis Hareksa mengernyit, ia tak menyadari ketika Alina memasuki kamarnya. Apa gadis itu melihatnya yang tengah melamun?

"Tadi, Tante Dilara nyuruh gue panggil lo, sebentar lagi kita berangkat." Beritahu Alina pada Hareksa.

Hareksa mengangguk.

"Lo ... udah siap?" tanya Alina sembari mencekal lengan Hareksa yang akan berjalan melewatinya.

Sesaat Hareksa menoleh pada Alina. Ia merasa pertanyaan yang  gadis itu lontarkan padanya tersirat makna yang mana membuat Hareksa berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab, "ya, gue udah siap."

Hareksa memang harus selalu siap bukan? Untuk segala apapun kemungkinan yang akan ia hadapi kedepannya.

Alina Gautama tersenyum tipis mendengar jawaban pemuda itu, "gue harap begitu."

"Ayo," ajak Alina yang berjalan lebih dulu. Sedang Hareksa berjalan di belakang gadis itu dengan pikiran yang berkecamuk.

Ada yang berbeda dengan sikap Alina beberapa hari belakangan ini. Seringkali Hareksa mendapati manik gadis itu berkilat aneh ketika sedang menatapnya atau pun Mahesa. Dan Hareksa baru menyadarinya sekarang, bahwa perubahan gadis itu terjadi bertepatan dengan kejadian di gudang sekolah antara dirinya dan Mahesa satu minggu yang lalu.

Tidak mungkin, bukan?

Tidak mungkin Alina kebetulan melewati gudang dan mendengar semua percakapan mereka. Kemungkinan itu terasa mustahil. Akan tetapi, tidak akan menjadi mustahil jika ada orang lain yang melihat mereka menuju arah gudang dan memberitahukannya pada Alina.

Langkah Hareksa tiba-tiba saja terhenti ketika segala pikiran buruk memenuhi kepalanya. Alina tidak mengetahui hubungan aneh yang terjalin di antara dirinya dan Mahesa, bukan?

Tidak! Tuhan, jangan biarkan Alina mengetahuinya. Jika benar Alina tahu, bagaimana Hareksa harus bersikap di hadapan gadis itu? Ia tak ingin Alina membencinya.

Hareksa rasakan tubuhnya menggigil kedinginan. Rasa takut perlahan menyebar hingga membuatnya kesulitan menyeimbangkan tubuhnya. Ketika mencoba mengatur pernapasannya yang terasa sesak, Hareksa mendengar suara memanggilnya.

"Reksa?"

Terdengar langkah kaki mendekat ke arahnya. Akan tetapi, pandangan Hareksa terasa buram dan napasnya masih tercekik.

"Hareksa lo baik-baik aja?" Alina bertanya dengan suara yang terdengar panik, "bernapas, Hareksa! Ikutin intruksi gue, oke? Coba lo tarik napas, setelah itu lo hembuskan pelan-pelan. Ya, kayak gitu."

Butterfly [MarkHyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang