SEMBILAN

812 101 27
                                    

Makan malam beberapa hari ini terasa berbeda seperti sebelumnya. Tidak ada lagi Mahesa yang berceloteh sembari melemparkan ejekan padanya, dan berakhir dengan Ayah yang menegur pemuda itu.

Semua berubah, dan Hareksa diam-diam menghela napas. Ia tak menyukai perubahan yang begitu mendadak ini.

"Mahesa, Papa dan Mama udah sepakat kalau besok sepulang sekolah kalian kita cari cincin pertunangan buat kamu," ujar Ibu dengan antusias, membuat Hareksa dan Mahesa yang mendengarnya seketika mendongak menatap satu-satunya perempuan yang ada di keluarga mereka.

"Besok?" tanya Mahesa ragu.

Ibu mengangguk, "iya, besok. Satu minggu lagi dari sekarang acara pertunangan kamu, ingat?"

Mahesa menghembuskan napas berat. Kemudian mencoba tersenyum pada Ibu, Hareksa yang melihat sikap pemuda yang lebih tua dari samping terdiam. Sama sekali tak ada jejak antusias dalam wajah Mahesa, pemuda itu lebih terlihat frustasi tapi tak bisa berbuat apa-apa.

"Ibu?" Panggil Hareksa ragu, "apa aku juga ikut?"

"Kita semua," jawab Ibu semangat, maniknya melirik sesaat pada Ayah lalu menatap kembali padanya, "bahkan Ibu juga paksa Ayah supaya nggak pergi ke kantor dulu," lanjutnya sembari berbisik yang nyatanya terlihat sia-sia karena Ayah tetap bisa mendengar.

Hareksa tersenyum ketika mendengar dengusan geli yang di keluarkan Ayah.

"Aku dengar, Dilara." kata Ayah menatap pada Ibu dengan pandangan penuh kasih, "kalian saja yang berangkat besok, aku masih banyak kerjaan di kantor." lanjutnya yang langsung mendapat tatapan mematikan dari Ibu.

"Oke, terserah." kata Ayah pada akhirnya membuat Ibu tersenyum lebar merasa menjadi pemenang.

"Oh, iya. Kamu mau ajak pacar kamu juga nggak apa."

Ketiga lelaki di sana terdiam mendengarnya, apalagi Hareksa yang terang-terangan menatap Ibu dengan pandangan bingung.

"Pacar siapa, Ma?" tanya Mahesa.

"Hareksa," jawab Ibu menatap sejenak pada Mahesa, lalu tatapannya berubah jahil begitu menatap ke arahnya, "kemarin Ibu nggak sengaja lihat kamu di anterin pulang sama anak gadis."

Hareksa terlihat berpikir sejenak, sebelum akhirnya ia teringat kejadian kemarin yang mana dirinya di antar pulang oleh Jesika. Awalnya ia ingin meminta pada Narendra untuk memberinya tumpangan. Akan tetapi, pemuda itu juga mengatakan tidak membawa kendaraan dan menumpang pada Jendral. Dan akhirnya, mau tak mau Hareksa meminta Jesika mengantarnya pulang karena memang Hareksa sudah tidak pulang sekolah dengan Mahesa lagi.

"Dia teman aku, Bu." Ucap Hareksa memberi konfirmasi.

"Bukan pacar?"

Gelengan kepala Hareksa membuat Ibu mendesah kecewa.

"Ibu 'kan baru tau kamu ternyata dekat sama gadis selain Alina. Jadi, Ibu pikir itu pacar kamu." kata Ibu dengan raut wajah sedih membuat Hareksa di landa perasaan bersalah.

"Namanya siapa?"

Hareksa sejujurnya mulai tidak menyukai topik pembahasan ini, tapi tak apa selama Ibu terlihat senang. Karena, Hareksa usahakan kebahagiaan Ibu di atas segalanya.

"Namanya Jesika." jawab Hareksa.

"Kalau gitu, nanti ajak main kesini, ya? Kenalan sama Ibu." Ibu menatap Hareksa penuh harap, kemudian melanjutkan ucapannya dengan suara mencicit kecil, "siapa tahu nanti kalian berdua jodoh."

Begitu ucapan itu terlontar, Mahesa di sebelahnya membanting sendok ke atas piring dengan kasar membuat ia juga Ibu terkejut. Sedangkan Ayah, menatap tajam putranya yang berlaku tidak sopan.

Butterfly [MarkHyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang