👑 Semua Akan Baik-baik Saja 👑

27 1 0
                                    

- Coba kalian baca chapter ini sambil dengerin lagunya :') -

"Lo udah bawa kayu putihnya? Suplemen tambah darah? Vitamin? Jaket? Selimut tambahan? Oh, ya, satu lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo udah bawa kayu putihnya? Suplemen tambah darah? Vitamin? Jaket? Selimut tambahan? Oh, ya, satu lagi. Bawa kaos kaki 'kan?" tanya gadis di seberang sana tanpa henti. Membuat Arjun yang mendengar ocehannya hanya bisa diam dan akhirnya terkikik geli.

"Apa, sih! Udah, buset dah! Cerewet lo ngalahin emak-emak komplek tau gak?" balas Arjun.

"Ih, gue 'kan nanya! Gue tuh cuma khawatir sama lo, bang! Gak boleh?"

"Iya, Nerine. Gue udah bawa semua yang lo sebutin tadi. Lo gak perlu khawatir, ok?" ujar Arjun dengan senyum tipis di bibirnya. Adiknya satu itu terkadang memang bisa sedikit protektif. Jujur, ia merasa sedikit beruntung di khawatirkan oleh seseorang seperti itu.

"Lo gak boleh sakit, nanti kalau lo sakit, gak bisa menang dan si Samsul itu gak bisa ketemu lo."

"Heh, lebay lo! Palingan juga gue cuman masuk angin disini, gak bakal separah itu. Lagian, siapa Samsul? Ngapa gue harus jaga diri buat dia?"

"Sasha, buset dah!"

"Sembarangan lo, nama ayang gue bagus-bagus lo ubah jadi Samsul!"

"Bomat, bye!"

Panggilan pun terputus. Arjun hanya terkikik geli. Rasanya ia gemas, ingin menyentil dahi adiknya yang menyebalkan itu. Kalau saja saat ini dia ada di Indonesia, dia sepertinya sudah sangat gatal untuk bertemu dengan Nerine dan menceramahinya juga. Sasha, begitu-begitu juga 'kan calon kakak iparnya. Harap Arjun saja, sih.

Arjun pun melirik ke arah jam dinding di kamarnya. Dua jam lagi lomba akan dilaksanakan. Ia kemudian keluar dari kamarnya. Rasanya, ia ingin mencari angin segar dulu sebelum lomba di mulai.

Namun, saat Arjun keluar dari kamarnya, ia tak sengaja bertabrakan dengan seseorang yang kebetulan sedang melintas juga. Arjun menatap sosok yang ia tabrak. Ia lalu hanya bisa menghela napas. Sungguh sial. Itu Gilang. Orang yang sangat ingin ia hindari sampai acara berakhir. Naasnya, ia justru bertemu dengan makhluk itu lagi disini.

"Oh, hai loser!" sungguh sapaan yang sangat ramah terlontar dari bibir pemuda itu hanya untuk membuka pembicaraan.

"Hello dumb!" balas Arjun sama ramahnya.

Gilang hanya tersenyum mendengar balasan dari Arjun. Ia kemudian melirik id card yang Arjun gunakan. Kebetulan semua peserta dan perwakilan sekolah yang mengantarnya diwajibkan menggunakan id card sebagai identitas mereka selama lomba berlangsung.

"SMA Legantara? Haha, gue gak tau lo sepintar itu untuk bisa masuk sana. Gue denger itu sekolah yang famous sama anak berduit dan berotak encer," ejek Gilang. Arjun hanya mengerlingkan matanya dan berlalu.

Gilang menahan langkahnya dan menarik Arjun kembali ke posisinya semula. Menatap Arjun dengan sorot mata meremehkan. Seperti kebiasaannya sejak dulu.

"Gue pikir urusan kita belum selesai. Kenapa lo mau kabur?"

"Sorry, tapi gue pikir kita gak ada urusan apapun. Jadi, gak usah ganggu gue. Gue lagi gak pengen ribut sama orang."

"Haha, emang sekarang lo bisa fight? Hm, jadi lo bukan anak laki-laki cengeng kayak dulu, ya? Wah, bagus-bagus. Ternyata didikan keras gue ke lo, berdampak juga, ya. Lo jadi lebih kuat daripada jaman lo pas SD," ungkap Gilang.

Arjun menepis tangan Gilang. Ia menatap mata Gilang tajam. "Itu sesuatu yang sangat lo banggakan, ya? Merisak orang lain dan ngerusak kehidupan mereka? Bagi lo, itu pasti sebuah kesenangan atau hobi 'kan? Hm, gue pikir lo udah berubah. Ternyata bener, ya, kata orang. Sifat itu susah buat diubahnya. Udah bawaan. Sifat lo, ya, gini. Cuman manusia payah yang bisanya ngerisak orang yang lebih lemah."

Gilang nampak marah. Ia pun mencengkram leher Arjun. Dari kilat matanya, terlihat jelas ia mungkin bisa saja membunuh Arjun saat ini.

"Jangan karena lo udah SMA, lo lupa, kalau lo tuh masih tetap Arjun yang g*blok, lemah dan manusia menjijikan. Inget itu, ba**ngan! Lo jangan pernah berpikir, bahwa lo udah bebas atau ada di atas gue. Haha, karena lo selamanya hanya akan jadi manusia kelas bawah, kacung gue! Acung, itu panggilan lo! Gue tegasin sama lo, ban**at! Acung, ya, tetap Acung selamanya! Arjun kacung!"

Arjun menatap Gilang sama garangnya. Matanya sedikit memerah karena mulai sesak dengan cengkraman tangan Gilang. Secara, mau bagaimanapun, baik secara kemampuan bela diri dan postur tubuh Arjun tentu kalah jauh dengan Gilang. Gilang memiliki nilai tambah dengan tubuhnya yang tinggi besar. Jika Gilang sudah marah, Arjun yakin, ia bisa dengan mudah mati di tangan Gilang.

"Gue akan ngasih ampun sama lo kali ini. Karena, gue gak mungkin bunuh lo disini, Arjun! Tapi, inget! Jangan pernah ngerasa naik kelas dan ngeremehin gue, cam-kan itu di otak lo yang beg* ini!" Gilang pun melempar tubuh Arjun ke lantai. Setelah itu, ia pun berlalu. Saat melewati tubuh Arjun yang tergeletak, Gilang sempat menendang lengan Arjun, Arjun hanya bisa mengaduh karena itu.

Gilang nampak puas karena telah menunjukkan kekuatannya yang masih tetap lebih unggul dari Arjun. Sementara Arjun hanya bisa menatap kepergian Gilang. Mengusap lehernya yang kini sedikit merah. Ia nampak kesal, bukan hanya atas penghinaan yang Gilang lakukan padanya. Tetapi juga pada dirinya sendiri yang lagi-lagi tak mampu membela diri.

Ia kecewa pada dirinya. Lagi dan lagi.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ARJUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang