20 : Journal

47 14 6
                                    


Satu  hal yang belum Yoongi sentuh adalah buku jurnal milik Jimin yang Jehian dapatkan dari pusat kesehatan jiwa dari Amerika.

Di sudut ruangannya yang terpencil, masih di villa yang mereka huni. Di pagi yang sunyi ditemani titik-titik embun di jendela.

Musim dingin yang baru saja di mulai. Sama seperti suasana yang ditulis dalam buku jurnal ini. Awalnya adalah musim dingin yang menjadi mencekam, di New York.

Sudut ruang yang berbekas percikan merah, dan pemanas yang di setel lebih hangat. Sofa berwarna cream yang hampir rusak disana ada seorang yang tergeletak tak berdaya setelah aksinya.

Seorang pemuda yang putus asa. Tengah menyayat pergelangan tangannya sendiri. Darah mengalir begitu banyak untung itu masih baru, kalau saja telat sedikitpun pasti nyawa pemuda itu melayang.

911 di panggil dan ambulan datang dengan cepat memberikan pertolongan pertama. Park Jimin yang di bawa tengah tersenyum dan berkata pada pria yang menemukannya.

"Apa aku sudah mati dokter?"

Dokter itu menggeleng. Membuat Jimin semakin tertawa, namun bukannya semakin melengkung malah sesenggukan terdengar.

Sebelum seminggu Jimin melakukan aksi bunuh dirinya. Ada berita mengejutkan dari stasiun berita. Menceritakan seorang gadis terbunuh di kamar apartemen, berita menyeruak gadis itu korban perampokan.

Gadis itu, adalah teman Jimin selama menjalani masa pengobatan. Tidak di pungkiri usianya sangat pendek.

Jimin yang tahu itu mendadak menjadi frustasi dan berniat untuk balas dendam. Ini adalah awal dimana perjalanan pengobatannya tak berarti.

Hari berikutnya Jimin tak pernah muncul untuk pergi berobat. Memutus kontak lalu menjadi tragis dengan menyayat pergelangan tangannya.

Setelah di rawat dirumah sakit. Layar televisi New York menyiarkan berita pembunuhan, seorang pria yang ditemukan mengambang di sungai yang dingin setelah mendapatkan luka di kepala.

Diusut pria itu adalah perampok yang menyebabkan gadis pujaan hati Jimin meninggal.

"Jimin kamu membunuhnya?"

Tak ada jawaban, yang ada Jimin malah terdiam. Memunggungi.

Disinilah awalnya. Kemudian tak ada kabar Jimin lagi. Pemuda itu kabur dari kamar inapnya meninggalkan surat diatas meja.

Yoongi membuka kertas yang ada di selip jurnal itu, ada satu kalimat yang menunjukkan ekspresi tak berarti.

'Tolong aku.'

Tidak ada tanda seru yang menunjukkan ekspresi jika tengah meminta tolong.

Sejauh ini Yoongi memang menyadari sikap perubahan Jimin yang mulai mencurigakannya. Setiba-tiba itu pria itu muncul di berbagai sisi.

Bahkan sampai ke arah villa ia tempati? Apakah kemungkinan akan mengancam keluarganya? Tetapi untuk apa?

"Nak kamu begitu serius." Eunha membuyarkan lamunannya. Membuat Yoongi menutup buku jurnal itu perlahan agar tidak menjadi ingin tahuan Eunha.

"Ibu apa Hera sudah bangun?"

"Di berada di depan bermain dengan kucing. Entah kenapa ada kucing di sini. Oh kamu tidak alergi kucingkan? Jangan berbicara seperti itu lagi selagi tidak mendapatkan alergi."

Yoongi mendadak terdiam. Jangan berbicara seolah terkena alergi? Apa Hera berbicara itu pada ibunya? Yoongi mengedipkan beberapa kali kelopak matanya, ah ternyata jika ibunya memang belum tahu.

"Aku memang mendapatkannya."

Eunha yang sedari tadi menuangkan teh kini terhenti, menatapnya.

"Maaf ibu tidak tahu."

Like Tulips in Spring (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang