"Gue Suka."

40 11 9
                                    

[UPDATE SETIAP HARI RABU DAN SABTU]

Dan aku benci mengingatnya, karena pasti aku akan terluka lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan aku benci mengingatnya, karena pasti aku akan terluka lagi. Walau lukanya sangat samar.

"Udahlah, lupain aja cowok brengsek kayak gitu!" teriak Jihan tak henti-hentinya. Namun, ia belum menyerah meski tidak mendapatkan hirauan. Selagi membawa handphone, gadis itu membuka pesan dan mencari kontak sang kakak kandung yang satu tingkat lebih senior dengannya. Ah, terlupa, Jihan memiliki saudara laki-laki yang juga satu sekolah, hanya saja mereka tak begitu akrab jika berada di luar rumah. Dengan iras cemas pula Jihan mengetik sesuatu kepada orang yang dituju sambil sesekali memandangi Feby.

Setelah selesai dengan mengetik dan khawatir, ia akhirnya menyimpan handphone ke dalam saku celana trining, kemudian berdiri bersama sepasang kaki yang bergetar tidak nyaman. Kedua tangannya menangkup area bawah perut sembari terus berdesis. Tentu saja, Jihan sudah tak tahan lagi menahan kencing. "Feby, gue ke kamar mandi dulu, ya! Entar balik, kok!"

Benar saja, tak ada sedetikpun respon apalagi tolehan dari wajah layu Feby. Ketika dalam benaknya hanya tertanam bunga tandus maka disitulah ia baru menyadari seberapa parah amarah terpendam itu. Napasnya hampir tercekat ketika memasuki sepuluh putaran. Secara intuisi laju gadis itu melambat hingga berhenti tepat di depan tribun terbawah. Karena terlampau lelah, dada Feby jadi tersengal sesak dan membuat punggungnya spontan terbungkuk lunglai. Namun, daripada terlihat kian gila di mata orang-orang, lebih baik ia sedikit membuat sedikit langkah agar bisa duduk di atas tribun.

Tapi aku benar-benar berhenti menyukaimu.

Anehnya, perasaan kesal dan kecewa ini sama sekali tak menghilang, atau bisa dibilang sudah terlalu bebal agar mau pergi. Ah, Feby sudah tersesat entah sejauh mana, tetapi, yang pasti ia tak mau kembali mengulangi pelarian ini. Baterai energi di atas kepalanya sudah berwarna merah memberitahukan waktu beristirahat. Sepasang tangan gadis itu pun menelungkupi seluruh wajah suramnya, ia sedikit jengah untuk sekadar mengingat semua hal.

Namun, baru satu menit Feby terhuyung dalam suasana, ia tiba-tiba merasakan ada sesuatu yang ringan dan terasa familiar mendarat di atas kepala. Tekstur benda serupa seperti yang didapat di kantin waktu itu. Sebentar, Feby semacam pernah menemui situasi ini bersama seseorang ... Vigo? Tanpa aba-aba, gadis cantik itu pun membuka tangannya, lalu mendongak persis di atas kepala dan memastikan yang ia pikirkan bukan sekadar dugaan. Benar, terdapat tangan seorang laki-laki sedang menggenggam sebuah roti lapis dan botol air mineral. Kerlingannya beranjak menuju pemilik tangan besar itu ... yap, dia adalah Vigo.

Karena daripada menyimpan bunga mawar, lebih baik aku memetik ribuan bunga kosmos yang walau hanya mekar pada malam hari.

Laki-laki bertubuh jenjang itu berdiri membelakangi silau matahari. Karena tak kunjung mengambil pemberiannya, ia pun sengaja menurunkan snack dan minuman tersebut sampai menyentuh pipi tembam Feby, berharap genggamannya segera terlepas dari kedua benda itu. Ini memalukan bagi Vigo, karena sekarang ia seperti pemeran tokoh utama yang lupa dengan tujuan peranannya.

Rumors and Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang