Jam istirahat pertama yang hanya berulang. Dikala semua orang berkunjung ke perpustakaan untuk memperoleh sebuah pengetahuan, berbeda dengan kelima laki-laki yang sedang duduk mengitari meja persegi tempat itu. Sisi terjauh dari para manusia jenius ada di bagian terbelakang, ditemani setumpuk buku komik milik Adi, dan Riyan yang diam-diam menyembunyikan snack di bawah meja. Akan tetapi, kesibukan tersebut sudah terlewat sepuluh detik lalu, komik di masing-masing tangan mereka baru saja terjatuh ke atas meja, Riyan pun berhenti mengunyah. Perhatian ke-empat laki-laki itu terbelalak menuju Vigo nan baru saja melontarkan sebuah pernyataan gila.
"APA?" Serempak mereka tercengang hingga refleks memekik, dan tanpa sadar telah mengagetkan semua orang yang ada di dalam perpustakaan.
"Sst!" desis beberapa orang. Telunjuk mereka berada di depan bibir dan tatapan sinis ke arah meja panjang itu.
Adi, Riyan, Hengki, dan Elang buru-buru mengatupkan kedua tangan di depan dada pada orang-orang. Bagaimana empat buah otak itu bisa serempak melupakan soal keheningan perpustakaan. Bersama senyuman gugup mereka mengucapkan maaf, setelah itu kembali mengalihkan perhatian pada Vigo yang benar-benar menikmati hari santainya.
"Anak monyet, padahal tinggal dikit lagi," sungut Riyan, menggugah kembali kekesalan yang sempat terjeda. Ia sampai menepuk jidat dan menggeleng singkat menunjukkan perilaku frustrasinya.
"Emang ada masalah apa?" tanya Elang berusaha menyembunyikan amarah, dan tetap bersikap tenang agar tak memperkeruh keadaan. Akan tetapi kedua tangannya yang terlipat di depan dada menunjukkan segala gusar. Elang hanya tidak menyangka seseorang dapat mengatakan 'berhenti' se-santai itu disaat perasaannya masih di ambang dilema antara jatuh cinta atau tidak.
Sorot mata yang masih fokus melihat isi komik tersebut hanya berkedip pelan. Reaksi yang dapat Vigo halukan sebelum membicarakan soal rencana kacaunya. Sembari membuka lembaran berikutnya ia pun berdalih, "Bukan masalah. Ya, emang mau berhenti aja. Lagian orang-orang juga udah bosen dan lama-lama lupa sendiri, berarti urusan gue juga udah selesai. Harusnya dari dulu gue nunggu rumornya reda sendiri, ngapain gue buang-buang waktu."
"Ya, kan, Di?"
"Yah, emang dasar lo-nya aja yang keburu kepincut cewek cakep. Mangkannya apa-apa tuh mikir dua kali dulu," nasihat Adi sembari menghela napas berat, meskipun begitu ia tetap menggeleng lamban menyetujui kalimat Vigo. Ia hampir tidak mampu menangani otak udang teman satu ini, karena meskipun omongan orang memang menyakitkan di telinganya, Adi sudah menerka bahwa rumor hanyalah pasang-surut dari perhatian orang-orang dan bukan sesuatu yang bertahan sampai dunia berakhir.
BAG--Kesal, komik yang semula Vigo baca kini beralih fungsi menjadi pemukul kepala Adi, foila, si bedebah tersebut meringis geram. Apa yang ia dengar juga bukan alasan yang salah, tapi memang satu-satunya harapan pada saat itu hanyalah satu gadis yang ... kebetulan berparas cantik. Sayangnya Vigo sengaja bersikap seakan tidak membutuhkan gadis itu lagi, apalagi ia sama sekali tak berucap terima kasih atau maaf. Sudah jelas, orang bodoh memang cenderung keras kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumors and Me?
Fiksi RemajaJatuh cinta, dua suku kata yang sama sekali tak ingin Feby rasakan keberadaannya. Jatuh cinta itu rumit dan hanya membuang-buang waktu. Harus memerhatikan orang lain sekaligus dirinya sendiri akan sangat merepotkan. Lagipula ia sudah kapok dengan hu...