Perjanjian Dengan Kertas

52 29 3
                                    

[UPDATE SETIAP HARI RABU DAN SABTU]

Apa kamu pernah membenci dirimu sendiri? Benci sampai sudah tidak ingin peduli

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apa kamu pernah membenci dirimu sendiri? Benci sampai sudah tidak ingin peduli.

Feby bukanlah remaja maniak belajar yang selalu berambisi untuk menjadi unggul. Hanya saja, saat ini pendidikan SMA-nya bergantung pada satu beasiswa, dimana ia bisa kehilangan hak istimewa itu kapanpun apalagi saat nilai dan sikap baiknya menurun. Karena kembali berbicara soal kehidupan, Feby termasuk gadis yang belum mendapatkan keberuntungan sepadan dengan orang lain di sekolah. Berkat desakan itu, secara sugestif ia menjadi seorang yang cukup kompleks menata diri.

Namun, bukan berarti gadis ini selalu merasa terbebani, dia masih bisa menikmati segala hal dengan kemauannya sendiri.

Aku sering, sangat sering malah.

Cukup dengan cerita larut malam Feby, sekarang gadis itu hanya perlu mencari titik fokusnya agar bisa menuntaskan satu tugas. Dan salah satu ruang yang tepat untuk menemukan ketenangan adalah perpustakaan. Tempat ini menjadi favorit Feby selama berada di sekolah, tentu saja berkat adanya suasana senyap dan lengang dari orang-orang. Duduk di depan meja perpustakaan, ditemani tumpukan buku, dan earphone yang tertaut di sepasang telinga. Tak disangka pula, ia masih memakai MP3 player yang pernah ibunya belikan sewaktu kecil. Yah, itu sudah menjadi salah satu kenangan pahit.

Butuh waktu untuk belajar mencintai diri sendiri. Dan di saat itu, ternyata aku masih sulit memahami diriku.

Tangan kanannya sejak awal tak lepas dari pulpen. Ia terus menulis tanpa melihat apa saja yang berubah di sekitar. Sedangkan alunan musik di earphone hanya terdengar samar agar fokusnya tak goyah. Tapi untunglah suasana sejuk perpustakaan dapat membantu Feby untuk lebih rileks.

"Gue suka kimia." Tanpa diduga, Vigo tiba-tiba datang dan berceletuk. Ia tersenyum tipis seraya menating dua buah buku di kedua telapak tangan, kemudian diletakkannya ke atas meja dekat dengan Feby. Entah karena alasan apa dirinya melakukan ini, padahal ia terbilang hampir tak pernah memasuki tempat para kutu buku. Hanya saja, Vigo merasa perlu untuk berbincang dengan gadis itu.

Dengan sedikit terperangah, Feby lekas berpaling ke arah kanannya sembari melepas aerphone. Waktu menulisnya terpaksa terhenti. Ah, Feby sedang tidak ingin terdistraksi oleh apapun. Raut tenang gadis itu seketika berubah kesal, kernyitan terlukis di atas dahi, helaan napas berat pun terbuang begitu saja. Masa bodoh, prioritasnya sekarang hanyalah tugas.

Gadis manis itu berpusing menghadap pada buku. Memasang aerphone kembali dan mencoba menuntaskan tugasnya dengan paksaan untuk tak acuh terhadap demua gangguan. "Gue paling benci sama kimia."

Ah, gagal sudah basa-basinya. Bola mata Vigo impulsif memutar seraya menghela napas berat. Seharusnya ia memang tak berbicara apapun ketika Feby sedang sibuk. Juga karena sudah terlanjur sampai di perpustakaan, Vigo mumutuskan untuk duduk di depan Feby, mengambil buku-bukunya dan mulai berlagak seolah sedang membaca.

Rumors and Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang