"Adegan ketiga, Vigo dan temennya datang nyelamatin Feby."
Mereka adalah Vigo dan ... laki-laki aneh di kantin siang tadi? Dari postur tubuh, ekspresi dingin, hingga mulutnya yang sedang mengunyah permen karet mirip seperti fenomena deja vu. Entah apakah teori kompleksitas sudah berubah, akan tetapi pikiran Feby hampir dipenuhi dengan berbagai pertanyaan soal seseorang yang tengah Vigo bawa. Bagaimana cara mereka bisa bersama? Tidak-tidak, apakah ini semacam kerjasama yang belum ia ketahui? Feby belum pernah melihat orang ini selama mengenal dan berada di dekat Vigo. Dia lebih tinggi dari Vigo maupun Elang, langkahnya pun lebar sehingga dapat berlari makin cepat daripada orang normal, apalagi tatapan tenang dan malas itu sekilas mengingatkan soal dirinya sendiri.
BAG! -- satu tendangan Side Kick* dari laki-laki itu berhasil terlayung membentur punggung Satya. Hingga sang lawan tak sempat menoleh dan satu detik kemudian terjatuh memeluk lantai beton. Lutut kanannya yang merentang ke depan kembali turun, membubarkan sikap kuda-kuda, dan menyisakan helaan napas panjang ketika mendengar merdu rintihan Satya. Seperti yang dikatakan sebelumnya, atlet Taekwondo selama 10 tahun ini adalah Dito si bos teri, laki-laki pendiam tapi aktif memanfaatkan kekuatannya untuk mencari musuh.
"Wah ...." Telapak kanan Feby spontan mendarat di atas bibirnya nan ternganga, menyungkup kekaguman dari apa yang ia lihat. Sepasang alis gadis itu tanpa sadar terangkat saat matanya terpaku hanya pada pertunjukan mahal tersebut.
"Lo yang bener aja, bego! Ah, udah dibilang jangan pakai tenaga." Dengan air wajah penuh kekhawatiran serta kejengkelannya pada Dito, Vigo lekas menghampiri tubuh terlangkup Satya lalu berjongkok jinjit. Tangan kanannya beranjak memegangi pundak Satya yang tengah berusaha bangkit. Ia sendiri tak menyangka akan jadi khawatir saat melihat Satya sampai terjatuh keras seperti ini. Yah, yang pasti karena Vigo tahu kekuatan Dito 10 kali lipat lebih besar daripada lawannya.
"Cuman kena dikit, kali. Lebay banget," cetus Dito kemudian melipat tangan di depan dada sambil menarik napas kesal. Permen karet itu sudah tidak terasa manis dan kaku, ia pun meludahkannya ke jalanan bersama iras sinis menatap punggung Satya. Menyebalkan, masih begini saja sudah terbujur tidak berdaya, terlihat jelas setiap hari orang ini hanya dicekoki keangkuhan dan sentimen.
Sementara Satya buru-buru menepis tangan simpati itu, tak lupa diselingi lirikan sinis dan intens, lalu sekuat tenaga mengubah posisinya menjadi berlunjur di atas trotoar. Sial, punggungnya serasa dihantam tongkat baseball yang beruntung tidak sampai mengenai saraf atau mendapat cedera serius. Sambil mengatur napas pendeknya, sorot mata laki-laki itu mendongak menemui tatapan semua orang. Sekarang situasinya semakin rumit, ia bagai ditodong dua pisau sekaligus tepat di depan leher.
Tangan Vigo mengepal memberikan pukulan pantomimik--pukulan yang dilakukan untuk bermain-main--ke arah Dito, rahangnya menegang karena kesal. Beberapa saat genggaman itu berganti menjadi kibasan tangan mengisyaratkan usiran. "Ya udah sana ngapain, kek, sampai sini biar gue aja yang beresin. Jangan ngerokok lagi, gue bilang ini buat kebaikan lo, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumors and Me?
Teen FictionJatuh cinta, dua suku kata yang sama sekali tak ingin Feby rasakan keberadaannya. Jatuh cinta itu rumit dan hanya membuang-buang waktu. Harus memerhatikan orang lain sekaligus dirinya sendiri akan sangat merepotkan. Lagipula ia sudah kapok dengan hu...