18. Ciuman

3.2K 267 7
                                    

Neisha menahan bahu Ileana dengan kedua tangannya, menjaga jarak antara dia dan protagonis wanita. Gadis itu sedikit linglung dan lupa untuk berekspresi dengan benar, nada suaranya memang terdengar penuh amarah namun ekpresi wajahnya malah sebaliknya.

Sorot matanya selembut sutra, mata hijaunya sehangat padang rumput di siang hari yang cerah tanpa awan. Kedua tangannya tidak sepenuhnya menekan bahu Ileana, dari pada menahan kedua tangannya lebih seperti bersandar dan menggenggam lembut bahu protagonis wanita.

"Apa Anda gila? Sadarkah anda bahwa yang Anda lakukan sekarang adalah tindakan pelecehan seksual?" Seru Neisha dengan nada ketus.

Ileana tersenyum lembut, lalu mengecup ringan punggung tangan Neisha. Seketika gadis itu tercengang dan kembali linglung, nafas panas protagonis wanita membakar kulitnya.

Otaknya tiba-tiba kosong.

Dengan konyol dia bertanya pada dirinya sendiri, apa yang harus di lakukan sekarang? Bagaimana dia harus bereaksi?. Sudahlah dia tidak tau apa yang sebenarnya terjadi padanya, otaknya tidak berfungsi dengan benar sekarang.

"Saya tau apa yang saya lakukan, saya juga tau saya melakukan tindakan gak bermoral. Lalu apa? Apa kamu mau melaporkan saya ke polisi?" Ujar Ileana dengan tenang.

Tidak tersirat sedikitpun kepanikan di wajah dan matanya.

Neisha mengedipkan matanya, setelah cukup lama tersesat di kepalanya sendiri. Gadis itu akhirnya tersadar dari lamunannya, dia menurunkan matanya menutupi semua emosi yang meluap-luap di matanya.

Emosi itu bukan kemarahan atau kekesalan tapi rasa malu dan ketidakberdayaan. Neisha mendorong dengan hati-hati bahu protagonis wanita, dia tidak nyaman karena di keliling oleh nafas panas ambigu protagonis wanita.

Dia tidak sepenuhnya orang yang murni, kepalanya penuh dengan hal-hal kotor. Jika itu dirangsang, dia sendiri tidak bisa menahan kegilaannya sendiri. Terlebih lagi pesona yang di miliki protagonis wanita seringkali membuatnya lupa diri, baginya protagonis wanita seperti penyihir medusa.

Dia membuat siapa saja terhipnotis oleh kecantikan dan pesonanya lalu menjerat serta menuntun orang-orang itu ke malapetaka dan berakhir binasa.

Mengingat aroma nafas protagonis wanita yang memabukkan, Tiba-tiba saja kepalanya pusing. Namun di depan protagonis wanita, Neisha berusaha sebaik mungkin untuk menutupi setiap celah di dalam dirinya.

Seperti perubahan cuaca yang tiba-tiba, sorot mata Neisha yang tadinya cerah dan hangat berganti menjadi dingin tanpa emosi. Seolah-olah seperti badai es yang datang saat musim panas, ketidakselarasan itu membuat Neisha terlihat imut.

Seperti kucing galak dan suka mengangkat cakarnya untuk siapa saja tapi sebenarnya kucing itu mudah untuk di bujuk.

Semakin Ileana memikirkan bagaimana karakter Neisha, semakin wanita itu ingin menyelami lebih dalam seperti apa sebenarnya gadis itu. Dia akan merobek satu persatu topeng di wajah Neisha dan menghancurkan satu demi satu dinding penghalang.

Sangat menyenangkan untuk menangkap basah seseorang yang menyembunyikan jati dirinya sendiri.

Neisha berdehem pelan lalu melirik ke rak buku secara diam-diam. Dia tidak berani menatap mata protagonis wanita secara langsung.

"Saya gak akan lapor polisi, Saya toleransi anda hari ini. Tapi Saya harap kedepannya Anda lebih bermoral sebagai manusia" Jawab Neisha dengan nada datar.

Sambil tersenyum protagonis wanita menampar-nampar dengan ringan pipi Neisha, tidak sakit tapi kedua pipinya rasanya terbakar oleh suhu tubuh protagonis wanita yang panas.

Kakak Ipar? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang