[Nada pov]
Hari ini akan menjadi hari pertamaku di pondok. Kata abi pimpinan pondokku nanti adalah teman karibnya sewaktu kuliah dulu. Abi sengaja memasukanku ke pesantren milik temannya supaya mudah mengetahui perkembanganku disana. Aku masih belum terbayang seperti apa pesantren yang ku tepati nanti, tapi dilihat-lihat dari brosur pesantrennya begitu luas, ada ratusan santri yang mukim, fasilitas lengkap dengan akreditas A. Tenaga kerjanya berasal dari berbagai daerah bahkan dari luar negeri.
Setelah 5 jam perjalanan darat, terlihat plang pondok pesantren sekitar 200 meter lagi. Perasaanku campur aduk, apakah aku harus bahagia? Atau sedih?. Tak lama dari itu gerbang kokoh berdiri tegak dengan tulisan "pondok pesantren al-karim" terpampang jelas di depan. Tempat yang akan menjadi rumah kedua ku.
Dari awal masuk saja mataku sudah dibuat tidak berkedip. Sama seperti apa yang kulihat di brosur, luas dengan gedung asrama yang tinggi. Semua orang rapi dengan sarung dan peci, ciri khasnya yang sering disebut-sebut sebagai santri.
"ayo turun". Ajak abi, aku turun dari mobil mengeluarkan barang bawaanku.
"eh, kenapa dikeluarin" umi kembali memasukan barangku ke dalam mobil. "bukan disisni tempatmu." Aku masih bingung sedangkan para santri yang sedang menongkrong di gazebo itu menertawakanku.
"apa yang lucu?" aku mendelik tajam ke arah meraka.
"ini tempat santri putra atuh neng." seru salah satu dari mereka, aku mendengus kesal
"abi mau ketemu teman abi dulu" aku dan umi mengikuti langkah abi menuju kantor.
Saat perjalanan di koridor tak kutemui satu pun wanita selain aku dan umi, pantaslah tadi umi bilang disini bukan tempatku.
"assalamualaikum, wah..wah Salim apa kabarnya?" sapa seorang paruh baya menyapa abi orang itu tampak begitu berwibawa dengan jubah yang dilapisi dengan jas hitam rapi dengan peci senada. Kurasa inilah pimpinan pondok yang abi katakan kalau teman kuliahnya dulu.
"waalaikumsalam, baik Alhamdulillah. Khairul sudah lama kita tak perjumpa." Kata abi mereka saling berjabat tangan, setelah itu kami melanjutkan perbincangan di dalam kantor.
Suasana kantor seperti layaknya, semua sibuk dengan pekerjaan masing-masing ada yang sibuk denga laptop, berkas, dan merekap data-data.
"ini yang mau masuk ke pondok?" Tanya ustad khairul tersenyum kearahku. Aku mengangguk mengiyakan walau terpaksa
Tak lama dari situ, seorang wanita datang membawakan teh hangat dengan snack kepada kami. Sepertinya dia istri ustadz khairul.
Lama-lama perbincangan ini membosankan, aku meminta izin untuk menunggu saja di mobil. Ustadzah Sarah istri ustad khairul menawarkan diri untuk menemankan karena disini kawasan santri putra, tapi aku menolak dengan lembut.
Saat jalan menyusuri koridor, aku di buat gagal fokus dengan salah seorang santri yang sedang makan mie menggunakan gayung? Woeh..Ga salah liat kan?
BRUK..
Tanpa sengaja aku menabrak seseorang, aku melihat wajah orang itu, sesaat aku tertegun. Bukan karena wajah sempurna miliknya. Tapi wajah orang ini memerah seperti gunung yang ingin meletus, amarah lelaki ini siap keluar.
Aku tertunduk kemudian menyadari bahwa koko putih miliknya sudah ketumpahan tinta merah. Kakiku melemas.
"ka-"
Pas sekali saat lelaki ini ingin berbicara aku berlari, kembali menubruk dia yang aku sangat yakin akan lebih marah dari sebelumnya. Dalam hati aku berteriak,
Hari ini benar-benar buruk
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Tembok Pesantren
Ficção AdolescenteQotrunnada tak penah menyangka kalau masa mudanya akan ia habiskan di Pondok Pesantren pilihan Abinya. Baru saja menginjakkan kaki di Pesantren, dirinya secara tidak sengaja dipertemukan dengan Sehzade Adam Shabiq, si Waketos yang katanya incaran pa...