[Zade pov]
Gadis aneh jilbab coklat itu benar-benar ingin aku gampar rasanya. Kalau dia adik kelasku sudahku bantai dan suruh ia mencuci koko putih yang sudah berubah merah ini kembali seperti semula. Moodku hancur sudah, dasar gadis aneh! Setelah berbuat begitu pun setidaknya minta maaflah dengan sopan, mungkin aku akan sedikit iba, tapi bukannya meminta hal itu, dia kembali menabrak dan menumpahkan tinta lagi. Dasar gila!
Sepanjang jalan ke kantor mudir, kepalaku terus menghujat dia. Kalau bisa bertemu lagi inginku tumpahkan tinta hitam di jilbabnya itu. Hah! Aku tersenyum membayangkannya.
Setelah sampai di kantor, aku disambut dengan kedua orang tua walisantri yang sedang mengobrol dengan ustad dan ustadzah. Aku mengucap salam, usatdz khairul mengizinkanku masuk kemudian terkejut melihat warna merah memenuhi badanku.
"ini kenapa?, gak berdarahkan?" Tanya ustad khairul bercanda, aku cengengesan sambil menunjukan botol tinta yang sudah kosong.
"hehe, afwan stadz, tadi ketebrak orang, tumpah deh. Apa perlu saya ambil lagi di kantor bendahara?" ustad khirul berkata tidak, kemudian menyuruhku meletakan beberapa dokumen yang kubawa bersama tinta tadi kedalam.
"eh, sehzade antum udah ngirim ke email ana belum?". Sontak aku menoleh, ustadz fauzan tengah santai mengaduk kopi yang baru ia isi dengan air panas. Aku mendekat, lalu duduk di kursi depan ustad itu.
Ustad fauzan duduk juga sembari mencicipi kopinya. Menawarkanku yang kubalas dengan gelengan. Kami bercakap-cakap singkat. Aku serahkan flashdisk berisi data-data yang kusiapkan sejak lama.
Tiba-tiba teringat lagi kejadian si gadis coklat itu. Makin membuatku kesal. Bahkan aku tak bisa konsentrasi dengan kata-kata yang ustad fauzan ucapkan. Aku ingin mengamuk lagi rasanya.
"de?" ustad fauzan melambaikan tangan didepan mataku, membuatku tersadar.
"kenapa tho?, mikirin apa iki?" ucap ustadz Fauzan sambil menyeruput kopinya. Logat jawanya yang mendo'-mendo'kan, lucu sekali. Aku menggeleng menahan tawa. Setelah urusan itu selesai aku pamit mengucap salam.
"assalamualaikum"
Dan itu bukan salamku, reflek aku menoleh kebelakang, dan betepa terkejutnya, gadis berjilbab coklat dengan sedikit tinta merah di pipinya masuk. Sesaat aku terdiam, entah mengapa jantungku sedikit melaju. Ah.... Mungkin karena amarah. Tapi kenapa tidak mau berhenti.
Karena kesal, tanganku terangkat. Telunjuk ini tertuju padanya.
"ANTI, TANGGUNG JAWAB!!!!!" Teriakku, yang sedetik kemudian aku sesali, karena kedua orang tuanya sedang berbicara dengan Kiai kami. Dan yang lebih memalukannya gadis itu berteriak kencang membanting pintu. Derap sepatunya terdengar kencang, pasti ia berlari ke mobilnya. Logika saja, mau kemana lagi dia di kawasan laki-laki ini?
Aku menahan saliva berat. Kepalaku tertunduk dalam, sampai-sampai kopiahku ingin lepas rasanya. Aku yakin mukaku merah padam.
"ya Allah, baju merah begini kerjaan si Nada? Astagfirullah, ibu minta maaf ya.." ibu wali santri si gaadis berjilbab coklat-yang ternyata namanya Nada- itu mendekatiku kemudian memintaku membuka baju. Untungnya aku menggunakan baju kaos sebagai dalaman. Setelah kulepas, ibu itu mengambilnya "emang Nada itu ada aja ulahnya, sekali lagi ibu minta maaf ya, se... sehzade? Beliau membaca nama di baju kokoku.
Disebrang sana, bapak dari gadis berjilbab coklat memegang hp –yang ku yakini sedang mengetik pesan untuk anaknya-
"anu bu, maaf saya teriak, reflek." Aku mengusap tengkukku yang tak gatal. Ibu itu berkata tidak apa-apa, kemudian aku berpamitan. Meminta maaf sekali lagi.
Setelah keluar kantor, berisik suara santri sepertinya menyoraki. Aku menoleh kea rah orang yang di soraki, astaga! Apa yang kulihat?
Gadis itu, si gadis berjilbab coklat yang bernama Nada itu berlari tak tentu arah di sebrang sana. Sesekali dia terdiam, planga-plongo melihat arah. Aku belum melanjukan langkahku, masih memperhatikan apa yang akan gadis itu lakukan. Pasti dia bingung dimana letak parkiran mobil, ingin membantu tapi aku sudah tak mood. Aku pun pergi ke asrama.
Setelah sampai aku baru teringat, kalau bajuku di tangan ibu gadis itu. Sudahlah itu baju kesanyangan. Akh...
Hari ini benar-benar buruk
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Tembok Pesantren
Roman pour AdolescentsQotrunnada tak penah menyangka kalau masa mudanya akan ia habiskan di Pondok Pesantren pilihan Abinya. Baru saja menginjakkan kaki di Pesantren, dirinya secara tidak sengaja dipertemukan dengan Sehzade Adam Shabiq, si Waketos yang katanya incaran pa...