WISUDA TAHFIDZ

61 14 0
                                    

[zade pov]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[zade pov]

Malam sebelum acara kami kembali melakukan geladi. setelah kejadian Arthur membuang surat dari pembawa baqi, para akhwat ini tidak lagi cekikikan, mereka kebanyakan hanya tertunduk terus. mungkin malu.

Dekorasi sudah sempurna, Ilyas pun sedang tepar di asrama. Beristirahat usai mandi dan menjemur baju. Begitu-begitu Ilyas bukan orang pengotor. Diantara kami se asrama dia lah yang lemarinya paling rapi. Baju-baju ia susun sedemikian rupa bak buku. Belum lagi keahliannya dalam memasak, menjahit, dan hal-hal feminism lainnya tapi tak membuat sisi maskulin Ilyas rontok. Bahkan kami sepakat menyebut Ilyas menantu idaman (tentu saja di belakang empunya nama, kalau tak ingin dia mengembang kempiskan hidungnya, bangga).

Aku meminum air mineral. Hatiku begitu tenang, besok pasti akan jadi hari yang indah. Aku jamin hal itu.

****

Aku tarik kata-kataku, hari ini benar-benar buruk! Kalau kau jadi aku kau akan kesal juga. Bagaimana tidak, si gadis coklat bernama Nada itu tiba-tiba berdiri disampingku menjadi pembawa baqi pengganti. Kemana akhwat yang kemarin? Padahal tepat saat geladi tadi malam dia disisiku, kuulangi baru tadi malam! Ugh! Aku kesal setengah mati, dia bahkan mengejek-ngejekku dengan memasang wajah aneh di mukanya yang minus itu.

Tau apa lagi yang membuat hari ini semakin buruk? Dari atas panggung bisa dilihat Hawa datang bersama dengan suami dan anak pertama mereka. Dadaku sesak sekali, apalagi melihat cincin couple-an yang bertengger di jari manis dua orang itu. Tidak bisakah mereka menonton via zoom saja?

Acara sudah berlangsung tapi aku jadi tidak terlalu fokus. Beberapa kali fuad menegurku yang temenung, belum lagi si sedeng Nada itu terus-terusan memasang wajah menyebalkan.

Untung saja sampai acara selesai, kesalahanku tidak banyak dan terlalu fatal.

Hal paling mengesalkan ialah, saat wisudawan dan wisudawati 30 juz maju. Nada menertawakanku karena tak sengaja meneteskan air mata. Maksudku, hei! Kalian juga kalau melihat momen itu akan ikut terharu, belum lagi melihat orang tua yang susah payah membesarkan dan mendidik meledakkan tangis mereka. Dasar gadis aneh tak punya hati. Pasti pekerjaannya di rumah hanya malas-malasan sambil bermain hp. Nyuci saja tidak bisa! Kalau aku jadi ayahnya sudah kugampar dia sampai otaknya yang sedeng itu normal kembali.

Usai acara, adalah sesi foto. Aku menarik Ilyas dan Arthur ke depan, bersalaman. Sebenarnya ada sedikit niat terselubung, aku ingin melihat Hawa dan suaminya itu.

Dan, aku menyesal.

Tentu saja aku tak ada apa-apanya jika dibadingkan suami Hawa. Sudah tinggi, tampan, dan ku dengar dia sudah menyelesaikan studi di Al-Azhar, Cairo. Pantas saja bisa diliat dengan sekilas pun, anak Hawa itu bibit unggul sejak dini.

Hawa tersenyum tipis padaku, seperti senyum menyapa kawan lama. Akhh!! Lagi-lagi si sedeng itu melihatku yang tengah memasang wajah merenggut. Dia tertawa lebar, menunjuk-nunjukku.

"Sehzade, tolong fotoin kita ya" ucap suami Hawa sambil membaca name tagku. Aku mengangguk, mengiyakan.

Aku jadi menyesal sudah ke daerah tamu VIP. Harusnya tunggu mereka pulang saja jika ingin bersalaman.

"tes dulu yang gamon" Ilyas bersiul kemudian tertawa cekikikan. Arthur pun ikut-ikutan. Bahkan kedua sahabatku makin membuat mood-ku anjlok. Di sela tawa Ilyas dia berhenti lalu fokus (pada seseorang atau sesuatu) seperti melihat hal yang menarik. Dia menunjuk tenda biru bazar disana. Aku berbalik supaya bisa melihat objek yang aku belakangi itu.

"onde...masyaallah masyaallah. Jamilah jiddan!" Ilyas menggumam-gumam. Dapat kulihat arah matanya terpaku pada seorang akhwat dengan kacamata yang tengah tertawa bersama..

NADA!

Karena tidak tahan atas gejolak amarah, aku berteriak ke arahnya

"NADA!!TANGGUNG JAWAB!"

****
alo ges, maaf typo bertebaran. Jangan lupa vote dan comment yaa:)

Antara Tembok PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang