[Nada pov]
Sendari tadi aku duduk berbincang bersama gadis berkacamata disampingku. Namanya Yasminia Salsabila, atau biasa dipanggil Yasmin. Aku pun tak tau pasti kenapa aku bisa sedekat ini dengannya, padahal belum sampai satu hari aku disini, seakan kami berdua sudah kenal lama. Kami sesekali tertawa lepas, aku juga menceritakan kejadian tentang baju koko si tengil yang ketumpahan tinta, dia terkekeh mendengarnya. Katanya, sehzade si tengil itu merupakan wakil ketua OSPA salah satu organisasi pondok pesantren disini, aku masih tak percaya dengan perkataan Yasmin, mengingat anak itu tidak memperlihatkan wibawanya sama sekali dihadapanku.
"gimana mondok disini enak ga?" tanyaku pada yasmin, yang ditanya hanya diam dengan raut wajah berubah, aku kembali berpikir apakah ada yang salah dari pertanyaanku. Yasmin beranjak, menghampiri lemarinya yang letaknya disebrang lemariku. Aku heran dengan tingkahnya yang tiba-tiba berubah itu, dia mengeluarkan sesuatu dari sana dan kembali duduk di sampingku.
"ini foto aku" Yasmin menyodorkan selembar paloroit kepadaku, aku lihat Yasmin bersama satu gadis cantik dengan jilbab ungu disampingnya. Mereka berdua saling merangkul menunjukan piala, sepertinya baru saja memenangkan kompetisi. Senyum manis tampak dari mereka berdua, aku jadi iri melihat keakrapan dua orang itu. "perempuan disampingku itu sahabat aku, namanya Syifa Rahmatul Jannah. Dulu kami akrab banget, apa-apa berdua. Lomba berdua, makan berdua, di hukum pun berdua. Sampai orang-orang bilang kami itu sulit untuk di pisahkan " lanjut Yasmin.
"sekarang dia dimana?" tanyaku penasaran,
"dia udah meninggal" mata Yasmin berkaca suaranya juga terdengar kalut.
"maaf Yasmin, aku engga bermaksud-"
Yasmin menggeleng," engga apa-apa" pelahan air matanya menetes, cepat-cepat ia hapus dengan punggung tangannya "Syifa meninggal pas di hari ulang tahunnya yang ke 15 tahun. Dia anaknya ceria, lucu, kadang ngeselin. Satu hari dia murung muka nya pucat. tiap kali aku Tanya kamu sakit? pasti jawabannya enggak, dia engga mau orang lain tau kalau dia sebenarnya sakit "
"makin hari tubuh Syifa melemah, pihak pondok mengantarnya pulang, dua hari setelah itu Syifa meninggal, sampai sekarang aku belum pernah ke tempat peristirahatan terakhir Syifa di Lombok. Aku ingat kata-kata terakhir dari Syifa, untuk jangan pernah lupain dia sampai kapan pun." Yasmin senyuman terukir di bibirnya saat memandangi paloroit itu. aku ikut sedih mendengar cerita Yasmin. Memang kehilangan seorang sahabat itu adalah hal yang menyakitkan.
"jadi... tadi kamu nanya kan enak ga mondok disini, sebagai jawabannya kalau dulu ada Syifa enak-enak aja, tapi semenjak itu ya... seriap hari kayak sepi aja, engga ada dia" aku mengangguk.
"pasti Syifa di syurga sana bangga punya sahabat kayak kamu Yasmin" Yasmin tersenyum mendengar perkataanku.
"Nada.." panggil Yasmin,
"hm?"
"dari awal kamu datang tadi, engga tau kenapa kalau aku ngerasa kamu itu mirip banget sama Syifa. Dari cara ngomongnya, ketawanya, cerobohnya" Yasmin terkekeh,
"kalau memang menurut kamu kayak gitu, mungkin aku bisa ngisi hari-hari kamu biar ga sepi lagi" kataku, mata Yasmin berbinar, terkejut dengan apa yang baru saja aku ucapkan.
"tos dulu, aku sama Syifa sering kaya gini kalau abis curhat", aku tertawa membalas tos-nya.
***
" lain kali hati-hati nak," ustadzah Sarah tertawa mengingat musibah baju ketumpahan tinta kemarin."ini udah di bersihkan?" Tanya beliau seakan tak yakin dengan kantong hitam berisikan baju koko si tengil yang aku bungkus dengan kertas putih kusut. Untungnya Yasmin membantuku membersihkannya tadi malam, setelah itu kami gantung koko itu di samping kipas angin supaya cepat kering.
"oh jelas dzah, Nada ini calon mantu idaman" puji Yasmin, aku melipat tangan menunjukan ekspresi kerenku, ustadzah Sarah terkekeh melihat tingkahku. Setelah selesai urusan kami berpamitan ustadzah Sarah pun pergi menuju kawasan santriwan.
"da.. kayaknya makan seblak enak juga nih" ajak Yasmin, aku membulatkan mata. seblak itu favoritku, sudah lama aku tak mencicipinya.
"ada min di pondok ini?" Tanya ku tak percaya,
"ada dong" Yasmin menarik tanganku, membawa lari melewati gedung-gedung asrama menuju ke satu tempat yang cukup ramai dengan santriwati, kemudian kami duduk di bangku-bangku yang disediakan.
"mang Asep, seblak dua" pinta Yasmin, dibalas jempol oleh si penjual.
Mataku berbinar memandangi kantin disekelilingku. Bisa-bisa uang jajanku habis kalau berlama-lama di tempat ini.
"untuk sejauh ini, seblak mang Asep mah paling enak " Yasmin menyuapkan sesendok seblak ke mulutnya. Tak banyak yang aku dan Yasmin bicarakan saat makan. Aku tiba-tiba teringat dengan si tengil, apakah baju koko itu sudah tangannya? Haha.. aku yakin pasti dia sangat takjub melihat hasil usahaku dalam mencuci bajunya.
"kenapa kamu senyum-senyum sendiri Nada, teringat kak Galang kah?" Yasmin melirikku, kebetulan aku sudah sedikit cerita tentang Galang kepadanya.
"engga, teringat kejadian kemarin aja, kalau di ingat-ingat lucu"
"sehzade? Or Arthur? Yasmin belum nangkap.
"si tengil sehzade"
Yasmin tertawa lepas menepuk-nepuk punggungku." Lah kok tengil?, kalo fans nya denger bisa dia amuk masa ente"
"ada yang ngefans sama dia?, iyyuw..."
"jangan gitu, entar jodoh" goda Yasmin
"ga mungkin, lagian siapa yang mau sama cowo judes, ga mau ngalah kaya dia? Mending nikah sama Leonardo d caprio walaupun udah om om"
"ga ada yang ga mungkin Nada, jodoh Allah yang ngatur" aku menutup telinga, sebentar lagi bakal jadi tausiyah 12 jilid.
"eh Yasmin, udah di siapin barang-barang untuk bazar?" Laila datang membawa semangkuk bakso dan teh obeng kemudian duduk bergabung.
"astagfirullah la, belum" Yasmin menepuk jidat, aku yang tak tau apa-apa hanya bisa diam mendengarkan mereka berbincang.
"engga apa masih ada waktu, terakhir minggu depan sekalian mau data modalnya berapa" Yasmin menghela nafas lega mendengarnya.
"emang ada apa sih?" aku penasaraan,
"minggu depan ada acara besar," Laila mulai menjelaskan sambil menyedup teh obeng miliknya " acara wisuda tafidz, untuk santri-santri yang sudah menyelsaikan hapalan Quran 30 juz. Jadi, kami berdua bertugas menjadi penjaga bazar" Laila merangkul Yasmin sambil cengengesan. Mendengar itu, aku jadi teringat dulu-dulu umi pernah diam-diam mengelus kepalaku saat aku tidur, lalu mendoakan agar aku menjadi salah satu penghafal kalam Allah.
"Nada..ngapain melamun?" Yasmin melambaikan tangan di depanku, membuatku tersadar.
Aku menggeleng, setelah menghabiskan makanan, kami bertiga kembali menuju asrama.
"NADA.." serempak kami bertiga menoleh mendengar teriakan itu,suara yang tak asing memanggil namaku.
"dengar sesuatu ga?
"dengar" kata Yasmin, Laila tanpa henti mencari orang yang memanggil.
Kami melanjutkan berjalan, tak memedulikan lagi suara tadi. Tapi kurasa suara itu berasal dari balik tembok pembatas santriwan dan santriwati. Entahla.......
"kamu pernah kabur min?" bisikku terpikir saja ingin bertanya hal itu, kebetulan Laila berjalan mendahului kami berdua.
"HEH!" Yasmin melipat kedua tangannya, membusungkan dada. " aku ini da, kalau stress sering kabur" ia berbisik pelan,
"sendirian?"
"sama Laila" Yasmin menepuk nepuk tangan memberi kode supaya Laila kemari.
"kita punya rencana" kami bertiga membungkuk membicarakan misi rahasia malam ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Tembok Pesantren
Novela JuvenilQotrunnada tak penah menyangka kalau masa mudanya akan ia habiskan di Pondok Pesantren pilihan Abinya. Baru saja menginjakkan kaki di Pesantren, dirinya secara tidak sengaja dipertemukan dengan Sehzade Adam Shabiq, si Waketos yang katanya incaran pa...