PANITIA

93 21 8
                                    

[Zade pov]

"Tahiyakum, tahiyyatal islam akhh.. kurang ekspresi"

Seperti biasa, setiap acara pasti aku yang akan jadi MC-nya. Saat ini, aku di depan cermin. Melenturkan ekspresi wajah supaya lebih bagus lagi. Ilyas jadi penonton, wajahnya tampak bosan. Belum lagi dia habis masuk kantor mahkamah karena tidak berlughoh. Makin tak mood lah si codet

"Capek ana de, langsung aja anta baca semua" Ilyas mengeluh, sedikit- sesikit menggunakan bahasa resmi pondok al-karim. Aku cengar-cengir.

Selain aku yang MC bahasa arab, Arthur terpilih jadi yang bahasa inggrisnya. Ilyas? Sudah langganan dia jadi panitia dekorasi sangat pandai dalam kaligrafi. Arthur sih dari tadi sudah beberapa kali membaca bagiannya tanpa teks, lancar pula, belum lagi wajahnya itu full senyum, ibu-ibu qosidahan pasti dengan senang menjadikannya menantu.

Satu lagi si pemegang MC bahasa Indonesia, temanku yang beda asrama, Fuad. Kami bertiga berjanji latihan bersama sore ini di balkon masjid.

Wisuda tafidz ini diadakan setahun sekali, aku dengar dari ustad Fauzan tahun ini yang paling banyak. Jadi sepertinya akan meriah. Belum lagi katanya akan ada bazar, membayangkannya seru sekali. Ilyas bahkan memohon-mohon ingin menjaga bazar. Ustad Fauzan menggeleng.

"Ilyas, Ilyas.. mau jaga bazar? Yang jaganya tu akhwat. Mau kamu gabung?"

"Ya itu tujuan saya, itu yang saya cari-cari" ucap Ilyas saat ustad Fauzan sudah pergi, parah si Ilyas.

Acara ini masih 5 hari lagi, tapi para panitia khususnya bagian dekor sudah siang malam bekerja, mengecat, membuat kaligrafi ayat quran. Ilyas bahkan membuat ulang logo pondok kami di triplek besar, beserta ucapan 'Wisuda Tahfidz Akbar'. Di pondok kami, hal-hal begitu dibuat sendiri, jadi tidak perlu memesan spanduk.

Tema wisuda tahun ini kata Ilyas warnanya wardah putih, aku belum sempat melihat. Kakiku rasanya malas sekali.

"Gak nyesel wa'ang liat panggungnya de!" Kata Ilyas sebelum ustad Mukhtar mendengarnya dan memanggilnya ke kantor mahkamah.

Sebenarnya tahun lalu aku sudah ingin mendaftar masuk tafidz, tapi karena ingin masuk kelas juga aku jadi berubah pikiran. Tentu saja aku menyesal. Coba saja aku betulan ikut, tahun ini sudah ku pastikan maju ke atas panggung bukan sebagai MC tapi sebagai wisudawan 30 juz. Masyaallah.

"Hoi, jangan bengong!" Arthur menyadarkanku, dirinya sudah rapi dengan koko putih, kopiah hitam sudah bertengger di kepalanya.

"Waduh cepat banget thur, perasaan tadi latihan pakai singlet" ucapku

"Anta aja kali yang kelamaan melamun mana buka mulut lagi. Noh jigongnya turun" sontak aku terkaget, berali ke lantai yang di tunjuk Ilyas.

Kering saja, ah bodoh sekali aku. Ilyas pun tertawa melihatku mengelus-elus lantai yang ku kira basah karena liur.

" udah-udah ayok ke masjid, nanti telat,  masuk mahkamah" Arthur melempar sajadah ke bahu menatap aku dan Ilyas yang masih tertawa sendiri.

Setelah beberapa menit bersiap-siap, akhirnya tampilan ku dan Ilyas sama seperti Arthur, untunglah dia sabar menunggu kami berdiri pula. Saat mendengar suara sholawat di masjid, kami bertiga pergi ke sana bersama pasukan bersarung lain.

***

H-3, wisuda Tahfidz akan di gelar, seluruh warga pondok yang dapat bagian tampil, baik itu hanya jadi baqi( pembawa mendali atau benda lain) sampai yang menampilkan pentas geladi kotor hari ini.

Aku, Arthur, Fuad sudah stand di tempat.disampingku 3 orang akhwat baqi yang tidak ku kenal. Melihat kepala bertudung mengingatkan ku dengan si gadis berjilbab coklat, ugh..
Bau apeknya bajuku tak hilang-hilang. Padahal sudah berapa kali aku rendam dengan pewangi, warnanya pun masih kuning, dan jangan lupa warna merahnya masih ada siapa yang mau memakainya.

Arthur melihat mendumel kemudian menyuruhku fokus karna sedari tadi (kata Fuad) akhwat di sampingku melirik-lirik sambil cekikikan kecil. Entahla, aku juga (bukan karena gr) mendengar sesekali suara perempuan memanggilku. "Kak Adam" atau "kak Sehzade" itu pun tidak terang-terangan seperti fans Arthur, gila memang.

Ilyas di sudut lapangan memaku-maku kayu yang akan ditempel di triplek berisi kaligrafi. Dekorasi si sudah 80%. Indah sekali, tak sia-sia Ilyas bekerja siang malam, patut di apresiasi.

Tenda bazar juga sudah didirikan tak jauh dari panggung utama, besar nian acara tahun ini, ustad Fauzan tak main-main ternyata. Setelah semua sudah sesuai pada posisi masing- masing geladi kotor pun kami lakukan.

Aku membaca pembukaan pertama dikuti Fuad lalu Arthur. Kami mengucap salam bersamaan. Barulah menyapa bupati, dewan guru, seluruh santri yang tentu saja tidak ada, inikan geladi buat apa para undangan ikut?

Geladi ini berjalan lancar, bahkan bisa dikatakan geladi bersih. Karena bagus, semua boleh beristirahat terlebih dahulu.

Aku, Arthur, dan Fuad mengunjungi Ilyas tampak sibuk.

"Kece gitu yas," ucap Fuad sembari merapikan kacamatanya. Ilyas hanya mengangguk menaikkan alis sambil tersenyum bangga.

Karena tidak ingin menggangu Ilyas, aku dan Arthur (Fuad pergi ke kamar mandi) pergi ke bawah pohon samping tenda bazar. Suasana sore ini sangat tentram. Sepi juga. Ustad & ustadzahku sedang rapat di kantor sana usai geladi.  Hanya ustad Fauzan saja yang diamanahkan menjaga santriwan dan santriwati tapi sepertinya beliau kelelahan. Buktinya, beliau ketiduran di sofa yang bakal di duduki tamu VIP.

"Anu,.. afwan"

Aku & Arthur serempak menoleh ke asal suara, seorang akhwat dengan jilbab abu-abu menunduk malu. Dari kejauhan aku dapat melihat sepertinya akhwat ini disuruh temannya itu. Aku bertanya "kenapa?" Sembari melirik ke arah kantor.

"Surat....buat kak Arthur" ucapnya memberikan amplop putih berwangi semerbak (yang membuat hidungku sakit) kemudian pergi setelah megatakan 'sukron'. Nampaknya gadis itu pembawa baqi di sampingku pas geladi tadi. Wajahnya merah padam. Setengah berlari menghampiri temannya yang menunggu.

Surat putih itu sudah berada di tangan Arthur, wajahnya datar saja, dia membolak-balik surat itu, keliatan tidak berminat.

"Hei! Ngapain hayo ngobrol sama akhwat ya...." tiba-tiba Ilyas sudah disamping kami, dengan cat memenuhi celana dan sedikit wajahnya.

"Ketumpahan cat, sampai muka-mukanya tuh" tunjukku. Ilyas cengengesan.

"Iya ga sengaja numpahin, nih lagi nyari tiner. Btw bener ya ngobrol sama akhwat?" Selidiknya lagi.

"Bukan gue sih, tuh tanyain sama yang paling ganteng" aku menunjuk Arthur dengan daguku.

Arthur menunjukan surat putihnya

"Aku ga butuh beginian"

Arthur berjalan mendekati tong sampah kuning, kemudian sebelum sempat dibaca suratnya ia buang. Kulihat si akhwat berjilbab abu-abu dan teman yang menyuruhnya melihat itu, mimik wajahnya pun jadi seperti kecewa.

"Ah.. Arthur emg gitu, mana cantik lagi akhwatnya" komentar Ilyas.

"Astagfirullah!!" Aku menepuk punggung Ilyas kuat.

***

🌸🌸Ingat teman-teman jangan jadi sider yaaa, vote dan comment biar kami makin semangat ngelanjutin cerita nya🌸🌸

Salam manis buat yang baca🥰

Antara Tembok PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang