APES

149 23 4
                                    

[Nada pov]

"ANTI!! TANGGUNG JAWAB!!!!"

Baru saja aku kembali ke kantor untuk menanyakan dimana letak perkiran, telunjuk lelaki itu tertuju ke arahku. Lelaki itu menatapku kesal masih dengan baju koko yang ketempahan tinta merah. sontak aku kaget dibuatnya, tak sengaja aku terlepas berteriak membanting pintu lalu berlari keluar kantor karena malu.

Apes sekali, bisa-bisanya aku lupa dimana abi memarkirkan mobil. Padahal aku sangat membutuhkannya untuk menyembunyikan wajahku ini. Aku semakin panik.

BRUK..

Sial, lagi-lagi aku menubruk seseorang. Kenapa hari ini aku sangat ceroboh tak seperti biasa-biasanya. Untungnya lelaki itu tidak marah tapi hanya berdesis mengucap kalimat istigfar. sekilas mataku tertuju pada nametagnya Ahmed Arthur Haider sebelum kembali berlari.

Sunguh memalukan, sudah dua orang jadi korban karena kecerobohanku.Dari tadi hp ku berbunyi notif yang ku sangat yakin pasti itu pesan dari abi karena sudahku setting dengan nada dering yang berbeda.

Aku menyerah sesaat setelah aku mengecek notif hp, aku memperhatikan sekeliling tepat di lapangan basket.

Astaga, seluruh mata tersorot ke arahku, santri-santri itu sesekali menyorakiku. Baruku sadari dari tadi aku seperti orang bodoh yang tak tentu arah, rasanya ingin saja aku hilangkan wajahku ini. Memalukan...

"ada yang bisa di bantu?"

Suara berat itu mengngagetkanku, aku menoleh kebelakang. Laki-laki yang kutabrak tadi, bukan si tengil yang tetumpahan tinta, tapi ini laki-laki ke dua yang aku tabrak. badannya Tinggi , Rambutnya pirang terpapar sinar matahari, hidungnya mancung, bibirnya tipis dan bola mata coklat yang tidak pernah ku lihat sebelumnya. Baru kali ini aku melihat artis luar negeri secara langsung>_<.

"tutup mulutnya entar masuk lalat" katanya,

Astagfirullah Reflek aku menutup mulutku dengan tangan, aku terlalu takjub dengan ciptaan Allah yang bernama "Arthur" itu. ia kemudian berjalan mendahuluiku

"kamu nyari parkiran mobil kamu kan?" Tanya Arthur dingin tanpa menoleh ke arahku, aku terus mengikuti langkahnya.

"i-iya." Kataku gugup, sungguh lelaki berhati malaikat batin ku.

"disana." Arthur mengangkat jempol tangannya menunjuk ke arah parkiran setelah itu dia pergi begitu saja.

"terima kasih" kataku yang dibalas acungan jempol darinya sebelum hilang menuju asrama.

Ya ampun hari ini benar-benar sangat memalukan, aku merengek sejadi-jadinya di dalam mobil, malu mengingat kejadian hari ini. Akh..aku masih kesal dengan si tengil itu. Padahal aku tak sengaja, kenapa tidak dia saja yang mengalah? Masalah sudah pasti akan selesai. Tak perlu menggretakku hingga membuatku panik attack. Hilang sudah karismaku di tempat ini.

Dari kejauhan abi dan umi berjalan menuju mobil. Ingin cepat-cepat aku kabur dari kawasan ini agar tidak menjadi buronan si tengil itu. Entah mengapa aku jadi menyebutnya si tengil, tapi sebutan itu memang cocok untuk dirinya.

Tunggu....

Mataku mulai menerawang apa yang dibawa oleh umi, seperti kain putih dengan bercak merah. Umi dan abi mendekat, yang benar saja, aku langsung tercengang dengan kain bawaan umi, ya.... Itu adalah baju koko si tengil yang tak sengaja ketumpahan tinta tadi.

" itukan baju.."

"baju sehzade, katanya kamu nabrak dia jadi baju koko ini ketumpahan tinta, hmmm.. ada-ada saja ulahmu Nada." Umi menggeleng sambil mengibas baju koko itu. Tak kusangka ternyata tinta merah itu lumayan banyak, Pantas saja si tengil itu sangat emosi. Sepertinya dia ada dendam batin denganku.

"hehehe, biar Nada saja yang cuci umi," aku menggaruk kepala yang tak gatal.

Aku jadi merasa bersalah, karena aku bertanggung jawab, jadi aku putuskan untuk aku sendiri yang akan membersihkannya. Umi menatapku tak yakin, seperti tidak percaya dengan apa yang barusan aku katakan.

"yakin kamu?" umi memastikan keputusanku. Aku mengangguk yakin, bukankah memcuci baju itu hal yang mudah? Semua perempuan pasti bisa melakukannya, hitung-hitung sekalian latihan untuk menjadi istri idaman-hehehe

Abi kemudian menghidupkan mesin mobil mulai keluar dari kawasan santriwan. Kepala-kepala bertudung mulai tampak, sudah bisa di pastikan ini adalah kawasan santriwati. letak antara keduanya hanya di batasi dengan tembok.

Setelah sampai abi dan umi membantuku menurunkan barang bawaan. Aku memperhatikan sekitar, semua santriwati sibuk dengan urusan mereka masing-masing sebagian ada yang menyambut hangat kedatanganku.

"kamu harus semangat untuk menuntut ilmu disini Nada, buat umi dan abi bangga." Umi mendekapku, aku merasakan kehangatan  pelukannya. Dari matanya aku bisa melihat beliau seakan masih berat untuk melepasku di pondok pesantren ini.

"nak, abi mau kamu sukses disini" abi memegang bahuku, "bukan karena abi tak sayang hingga menyuruhmu untuk berpisah dengan kami, ini demi kebaikanmu masa depanmu nanti. Tak banyak yang abi minta, abi cuman mau kamu paham dengan agama islam, dan jadi anak yang solehah. Makanya abi memperkenalkan pondok pesantren ini ke kamu. Abi harap setelah ini kamu berubah pikiran untuk pindah ke sekolah yang kamu mau." Abi menghiburku, perlahan air mataku menetes.

Suasana jadi pilu umi kembali memelukku. Ku lihat abi menahan air mata, tapi kemudian ia mengalihkan wajahnya, supaya tidak terlihat menangis.

"setelah ini rumah bakalan sepi karena ga ada ocehan Nada," umi mengecup keningku, begitu pula abi sebelum mereka menaiki mobil.

Setelah itu umi dan abi berpamitan. Aku melihat lambaian tangan umi dari kejauhan dan perlahan bayang mobil itu menghilang.

Aku menghapus air mata menatap gedung asrama. Sekarang aku sudah resmi menjadi santriwati disini. Perlahan aku menghirup udara panjang...

Ayo kita mulai

Sebentar....

Aku hampir lupa dengan koko si tengil itu, akh.. buat kerja saja.

***

aloo gess jangan lupa vote dan comment yaa, jangan jadi sider!!!

Antara Tembok PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang