Jimin tersenyum dalam pelukan hangat sang Ibu yang menyapa dirinya, begitu ia mengetuk pintu rumahnya. Sang Ayah menepuk pundaknya dan bergantian memberikan dirinya pelukan hangat, sementara Jihyun--adik semata wayangnya, terlihat canggung dan malu-malu.
"Kau sudah besar sekarang," sapa Jimin padanya sambil tersenyum. Senyuman seorang kakak laki-laki yang biasa ia tunjukkan saat dirinya bertemu dengan Jungkook.
"Kau tersenyum seperti itu juga pada Jungkook," balasnya ketus. "Aku selalu memperhatikannya setiap kali aku melihat kalian di layar kaca."
Ketiga orang dewasa di sana terkekeh, gemas melihat Jihyun yang malu untuk mengakui rasa cemburunya.
"Ya, tapi, kalian berdua adalah adikku. Bagaimana mungkin aku menatap kalian dengan cara yang berbeda?" Jimin meraih leher dan pundak Jihyun yang lebih tinggi darinya, menekan leher sang Adik dengan lengannya hingga ia bisa mengusak kepala Jihyun dengan kepalanya.
"Hyung! Sakit! Kau membuatku sulit bernapas."
Jimin tertawa puas, menggiring Jihyun untuk bergulat di karpet bulu rumah mereka. Membuat kedua orang tua mereka menggeleng-gelengkan kepala.
Dasar, anak-anak.
*****
"Kau menyukainya?"
Jimin mengangkat wajahnya dari mangkuk di depannya, meletakkan sumpit di tangannya ke atas meja, seraya mengusap mulutnya dengan punggung tangan sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
Mengetahui Jimin hendak berbicara, Tuan Park tersenyum. "Habiskan dulu makananmu, baru bicara," ujarnya.
Jimin menelan makanan di mulutnya susah payah. "Masakan Eomma tidak pernah berubah. Selalu menjadi favoritku."
"Bukannya Yoongi?" Sindir sang Ibu, membuat pipi Jimin memerah.
Jimin menyugar rambutnya lalu kembali meraih sumpitnya, kedua alis matanya terangkat naik. "Itu, 'kan, di sana. Kalau di sini, masakan Eomma nomor satu," jawabnya sedikit bergumam.
Tuan dan Nyonya Park terkekeh kecil melihat tingkah Jimin.
"Aku sudah selesai. Aku berangkat sekarang." Jihyun meneguk minumnya habis lalu beranjak dari meja makan.
"Oh? Kau memiliki acara di luar rumah?" Bingung Jimin.
"Uhm." Jihyun mengangguk. "Aku ada les dan juga mungkin akan pulang larut karena bermain sepulang kursus nanti." Jihyun menatap Jimin dan meletakkan jari telunjuknya di depan wajah sang Kakak. "Kau tidak bisa melarangku, aku sudah meminta izin Eomma dan Appa sejak jauh-jauh hari."
"Jihyun-ah," decak Jimin kesal. Namun lagi lagi, kedua orang tuanya hanya terkekeh melihat dirinya.
Sesaat setelah Jihyun pergi, Jimin yang merasa gerak-geriknya terus diperhatikan oleh kedua orang tuanya, kini mengangkat wajahnya kaku. "Apa aku melakukan kesalahan?"
Nyonya Park mendengus di bawah senyuman manisnya. "Kau tidak perlu bersikap seperti itu di hadapan Jihyun." Mulainya. "Kau bisa bertingkah sesuai seperti apa yang kau inginkan. Kau tidak perlu bersikap tangguh jika kau tidak menginginkannya, sikap dewasamu sudah cukup untuk menegaskan bahwa kau adalah seorang kakak laki-laki."
"Eomma …," gumamnya.
"Kau sangat menyukai Yoongi, ya?"
"Eomma …."
"Kami menerima apa pun pilihanmu, Nak." Tuan Park tersenyum, menepuk bahu putra sulungnya. "Jihyun adalah Jihyun, dan kau adalah dirimu. Kau tidak perlu berusaha untuk menutupi dirimu dan apa yang kau inginkan hanya karena kau takut, Jihyun tidak menyukainya. Bukankah Appa selalu mengajari kalian tentang hal itu? Karena mereka yang menyayangi kalian, akan melihat dan menerima kalian apa adanya kalian. Dan mereka yang membenci, akan terus mencari kesalahan bahkan di saat kalian hanya memberikan yang terbaik."
KAMU SEDANG MEMBACA
BEAUTIFUL, JIMINIE (END)
FanficA Yoonmin FanFiction "Aku bukan manusia sempurna. Rendah diri menjadi ciriku, tapi kau yang selalu membanggakanku. Mengatakan pada dunia dengan lantang. Bahwa aku.. ..adalah pria tercantik yang akan selalu menghiasi hidupmu. Mengatakan padaku, bah...