28. The Tornado Feeling

782 85 28
                                    

"Pendewasaan?" Jimin yang tengah duduk di depan counter dapur memiringkan kepalanya. "Memangnya yang seperti itu perlu juga?"

Seokjin mendengus sambil mengangkat sebelah alis matanya. Meletakkan mi kurus yang sedang didinginkannya untuk persiapan makan siang para anggota ke atas meja dapur. "Kau dan Yoongi sudah lama berpacaran. Kalian jarang bertengkar kecuali karena kau cemburu pada Yoongi yang terkadang menempeli Hoseok seperti permen karet. Kau tidak berpikir hubungan yang seperti itu menjenuhkan?"

Jimin menggeleng, mencebikkan bibir berisinya sambil mendongak menatap Seokjin seperti seekor anak anjing. "Aku malah senang memiliki hubungan yang seperti itu, Hyung. Aku jadi tidak perlu merasa terbebani seperti hubungan orang lain yang sedikit-sedikit cekcok. Yoongi Hyung itu sangat pengertian dan suka sekali mengalah. Walaupun terkadang dia tidak peka terhadap rasa cemburuku."

Seokjin terkekeh mendengarnya. Tahu pasti apa yang Jimin alami karenanya. Tidak sekali dua kali ia melihat drama percintaan para adiknya. Khususnya Yoongi dan Jimin yang sering kali karena Jimin yang cemburu atau sedang mood swings. Yoongi akan terlihat menyedihkan, seperti anak kucing yang diabaikan oleh induknya. "Ya, pokoknya aku sudah memberitahumu, Jimin-ah. Apalagi sekarang usia Yoongi juga sudah semakin dewasa. Akan ada banyak perubahan dalam caranya memandang sesuatu, termasuk apa yang dia inginkan dalam sebuah hubungan."

*****

Jimin masih terus memikirkan apa yang Seokjin ucapkan pada dirinya minggu lalu. Bulan Maret ini Min Yoongi resmi berusia 25 tahun. Dia bukan lagi anak remaja yang sukanya mencari cinta atau berkencan untuk bersenang-senang. Apalagi sejak remaja pun gaya berpacaran Yoongi itu dewasa sekali, ya, walaupun Jimin sendiri memang menyukainya.

"Kenapa?"

Jimin menarik napasnya dalam, memiringkan tubuhnya menghadap Yoongi yang berbaring di sampingnya. Tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Cuma lelah saja. Hyung tidak lelah? Seharian ini, 'kan, kita hanya terus berlatih koreo. Apa Yoongi Hyung sudah menghafal semuanya?" Ia meletakkan tangan kanannya melingkari pinggang Yoongi sementara ia menyamankan kepalanya di lengan yang lebih tua.

"Uhm, sudah hafal. Tapi, tetap saja, caraku mengekspresikan tarian tidak sebagus kalian dance line."

Jimin memajukan bibirnya, kesal sekaligus sedih mendengar ucapan Yoongi. "Kenapa bilang begitu? Hyung pasti bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Kita juga, 'kan, terus melatih kemampuan kita dalam menari."

Yoongi terkekeh mendengar Jimin berusaha untuk menghibur dirinya. Mengecup dahi kesayangannya cukup lama. "Kenapa gemas sekali?"

Jimin mencebik karenanya. "Aku serius! Yoongi Hyung harusnya  tidak merasa rendah diri seperti itu." Kesalnya.

"Astaga, iya, iya, aku minta maaf, oke?"

Jimin mendengus karenanya. "Hyung, besok Yoongi Hyung genap berusia 25 tahun. Hyung ingin hadiah apa?"

Yoongi menggelengkan kepalanya. "Aku tidak ingin meminta apa-apa."

"Tapi, Yoongi Hyung selalu memberikan hadiah untuk semua orang. Bahkan saat berulang tahun. Malah Yoongi Hyung yang berbagi dengan banyak orang. Entah itu dengan kami, Army, atau orang lain."

"Karena memberi sesuatu kepada mereka yang membutuhkan atau menginginkannya, memberikanku kebahagiaan, Jimin." Ia mengusap puncak kepala Jimin dengan tangannya yang masih apik menjadi bantal untuk Jimin. "Melihat orang lain merasa senang dengan apa yang kuberikan untuk mereka, membuatku merasa senang. Dan aku sedang bersyukur atas kelahiranku juga atas kehidupan yang aku miliki saat ini, ketika aku berbagi dengan orang-orang di hari istimewaku."

BEAUTIFUL, JIMINIE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang