9. Coffee and Confusion

5.3K 558 383
                                    

Namjoon terkekeh saat ia mendengar Yoongi menghela napasnya berkali-kali. Yoongi bukanlah orang yang suka berbenah untuk hal-hal yang tidak menyangkut dirinya secara langsung.

Semua orang tahu itu, tapi sialnya, kali ini keberuntungan tak memihak pada Yoongi. Dan ketaatan para member pada dirinya, hari ini tak terlihat. Menghilang begitu saja, seolah Yoongi tak lagi terlihat menyeramkan seperti biasa.

Hingga saat lelaki itu berbaring di atas sebuah kursi kayu panjang, tiba-tiba saja sebuah pemikiran yang sedari tadi mengganggunya, kembali terlintas di dalam kepala Namjoon.

Ragu. Sungguh. Namjoon tahu Yoongi bukanlah seseorang yang akan terbuka pada segala hal tentang dirinya, tapi Namjoon kepalang penasaran. Jadi otak pintarnya yang terus memacu rasa penasaran itu pun, tak lagi ia abaikan.

"Hyung, menurutmu... kenapa Bang PD-nim tidak pernah melarang kita berpacaran sejak pertama kali kita menjadi trainee di sini?"

Yoongi yang tengah memejamkan matanya, mengangkat alis kanannya-- keheranan. "Kenapa memang? Kau sedang jatuh cinta, ya? Pada siapa? Trainee agensi sebelah?" Goda Yoongi.

"Ani!" Namjoon mengelak pasti. Tangannya yang tengah memegang botol kola kosong, ia angkat tinggi-tinggi dan digoyangkannya cukup keras. Membuat Yoongi sesekali harus menyeka wajahnya karena terciprat sisa kola. "Geunyang. Aku merasa penasaran, Hyung. Bukankah kebanyakan agensi melakukannya? Apalagi kita sedang digodok untuk debut, tapi rasanya Tuan Bang tidak menerapkan peraturan seketat agensi lain." Namjoon mengendikkan bahu.

Membuat Yoongi terdiam beberapa saat, hingga perlahan bibir tipisnya mencebik ke bawah. "Kurasa, bukan tidak seketat agensi lain. Tapi Bang PD tidak ingin mencekik kita. Toh kita punya tujuan untuk debut dan sukses di blantika musik. Kita pasti tahu apa yang baik dan tidak baik untuk kita lakukan, bukan begitu?"

Namjoon mengangkat tipis kedua alis matanya, mulai bernapas lega. "Kurasa kau benar." Ia tersenyum kecil. Namun rasa penasarannya yang belum tuntas, membuat Namjoon mulai kembali mengumpulkan keberaniannya. "Hyung, apa kau dan Jimin--"

"Hah?" Yoongi yang tidak dapat mendengar jelas gumaman Namjoon, seketika bertanya seolah menyentak. Membuat Namjoon yang tadinya berpikir bahwa suaranya sudah terdengar lantang, mulai menyadari bahwa dirinya hanya bergumam lirih.

Ia pun tersenyum lebar, begitu kaku. Membuat Yoongi mengerutkan dahinya penasaran. "Ah!" Namjoon menggaruk tengkuknya gugup. "T-tidak. Sungguh, bukan apa-apa. Aku hanya bergumam tentang bahasan kita tadi." Namjoon tertawa kosong. Membuat Yoongi membuang napas kasar, lalu mengangguk mengiyakan.

"Ya sudah, aku sudah selesai. Kau bisa membereskan sisanya sendirian kan?" Namjoon mengangguk patuh, memilih untuk menyetujuinya. Karena ia butuh waktu untuk menenangkan pikirannya sendiri. Membiarkan Yoongi pergi meninggalkan atap apartemen mereka, dan menutup pintunya tanpa menoleh ke belakang.

Sementara ia masih mengernyitkan dahinya melihat semua yang ia lihat tadi. Namjoon tahu betul, kalau Yoongi bukanlah seorang yang terbiasa pada kontak fisik. Kecuali pada orang-orang yang benar-benar membuat dirinya merasa nyaman. Dan selama bertahun-tahun hidup bersama, Namjoon tahu. Min Yoongi hanya memeluk dan dipeluk oleh Hoseok. Lalu, yang dia lihat tadi itu... apa artinya?

Namjoon menghela napas lalu menggelengkan kepalanya. "Bukan urusanku." Ia terus menggelengkan kepalanya berulang-ulang. Berharap bayangan itu lekas menghilang dari dalam kepalanya.

Tapi apa boleh buat. Bayangan Yoongi yang mencium Jimin begitu dalam, begitu panas, begitu ingin. Terus terlintas di dalam bayangannya. Belum lagi cara Jimin tertawa dan memeluk Yoongi tadi, sesuka apa pun Jimin pada kontak fisik bersama semua member. Tatapan yang ia berikan pada Yoongi, adalah tatapan lembut yang baru pertama kalinya ia lihat dari Jimin. Sejak mereka tinggal bersama.

BEAUTIFUL, JIMINIE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang