Pengakuan 22
"Salah satu alasanku menyukai malam, karena dia begitu baik padaku. Meski aku tak dapat melihat wajahmu, setidaknya malam itu selalu menghadirkanmu di dalam mimpiku. Terima kasih, malam."
»»——♡——>
Masih berkutat pada beberapa lembar tugas sembari duduk santai dengan tatapanku yang tak ingin berpaling pada layar laptop berisikan laporan pengamatan, sambil memakan camilan Bungeoppang siap saji yang kubeli di pasar swalayan tadi. Sebagai mahasiswa yang sebentar lagi memasuki tingkat akhir, urusanku tidak pernah lepas dari kegiatan penilaian. Ujian praktik, tugas yang semakin lama semakin menumpuk, urusan magang, belum lagi skripsi.
Swiss, at 2 pm.
Hari demi hari, bulan berganti bulan, bahkan tahun telah berlalu dengan sangat cepat. Beginilah kehidupanku sejak memulai hidup mandiri dan berkuliah jauh dari ayah dan bunda. Pergi selalu disambut oleh mentari, hingga pulang disambut oleh senja. Semuanya kulakukan seorang sendirian. Ketika aku menemukan tempat-tempat atau benda yang mengingatkanku pada Jungkook, rasanya pikiranku semakin kacau. Aku merasa semakin jauh dan bahkan sampai berpikir jika tidak akan pernah lagi bertemu dengannya.
Setiap meminum susu pisang, membawa kotak bekal, pergi ke taman, menikmati makanan pedas, melihat bus sekolah, mengingat kejadian di lapangan sekolah, saat aku membaca dongeng dan novel, itu semua kembali mengingatkanku padanya. Meskipun kutahu rasanya kami tidak mungkin lagi bisa bertemu, sebab kehidupanku telah berubah dan tidak seperti dulu lagi. Aku bisa memahami itu. Namun, tetap saja rasa rinduku tidak juga berkurang.
Jeon Jungkook.
Tidak apa ‘kan, jika sebagian waktuku terbuang sia-sia hanya karena merindukan bahkan memikirkanmu? Walaupun aku tidak tahu, bagaimana perasaanmu saat ini padaku. Kami tidak pernah lagi bertemu, putus hubungan maupun kontak. Sekedar tahu kabarnya saja, aku tidak pernah mendengar. Dan ini sudah lebih dari tiga tahun aku menjalani kehidupanku di Swiss. Sebentar lagi, aku akan lulus dari Universitas. Tidak terasa, waktu begitu cepat berlalu.
Ah, mungkin karena akunya saja yang terlalu sering memikirkan pria itu.
Bahkan, diriku masih saja terjebak di dalam masa lalu dan tidak bisa hanya fokus dengan kehidupanku yang sekarang. Astaga, Sonhwa ... ayolah, dewasa sedikit. Umurmu bahkan sudah berkepala dua, lebih tiga tahun. Bulan depan, aku harus magang untuk penilaian akhirku. Setelah itu, lanjut skripsi, lalu wisuda. Lulus dari perguruan tinggi, aku tidak bisa lagi bersenang-senang, sebab di saat itu kehidupan sebenarnya baru akan dimulai. Aku harus terjun ke dunia kerja, dan tak lupa perjodohanku dengan Kim Taehyung.
"Huft, bahkan satu tahun lagi aku akan menikah. Cepat sekali sih, astaga! Bun, aku maunya terus muda saja. Dewasa itu memusingkan."
Entah, aku merengek ke siapa. Di sini tidak ada orang, tapi, ya beginilah sisi kekanak-kanakan yang masih melekat dalam diriku. Aneh, bukan? Tidak tahu, pokoknya rasanya lebih lega setelah aku berbicara sendiri.
Ah, tidak tahu lah!
"Hm, tugas sudah selesai. Lalu, ngapain lagi, ya?" aku berpikir sejenak.
Kembali menyibukkan diri agar tidak lagi terus merindukan masa lalu itu. Sampai suatu ketika, aku menemukan sebuah ide. Ini sedikit menyenangkan, kupikir.
"Lebih baik menulis sesuatu."
Bosan sih, tidak. Karena aku sudah terbiasa dengan situasi rumah yang sunyi seperti ini. Awalnya memang saat liburan begini, jiwa kesepianku meronta-ronta. Kaki rasanya ingin diajak jalan saja. Namun, aku lebih memilih berdiam diri daripada diajak Kim Taehyung itu. Sekarang, mari kita membicarakan soal calon suamiku ini. Mungkin, setelah memutuskan untuk pindah ke Swiss, aku akan lebih banyak membahas tentang pria Kim itu. Karena, sudah banyak pula kenangan yang kami lalui selama lebih dari tiga tahun belakangan ini
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lil Boy [TAMAT]
Fanfiction"Terkadang, cinta datang seperti halnya menunggu sebuah bus. Meskipun kita telah menemukan seseorang yang tepat, bukan berarti mendapat perjalanan yang mulus." ©My Lil Boy