Pengakuan 9
“Kamu adalah alasannya, mengapa aku bisa bertahan sampai sekarang.”
»»——♡——>
Kemudian, aku memaksanya untuk kembali ke restoran itu. Aku menarik lengan Jungkook, meskipun kutahu dia marah dan sedang tidak mood untuk menemui Yoongi ssaem, tapi aku harus mengajarinya sopan santun.
Sesekali dia berontak, berusaha melepaskan tautanku. "Ah, noona! Tidak mau!"
"Ihs, nggak boleh gitu. Ayo, ikut!"
🦋🦋
Sampai.
Aku masih menarik lengan bajunya. Tapi, tiba-tiba Jungkook menghentikan langkah yang membuatku ikut berhenti. Aku menoleh, dan kulihat dia menggeleng malas. Tidak peduli, aku langsung kembali menarik bajunya menuju meja Yoongi ssaem.
Katanya, Yoongi ssaem akan menungguku sampai aku kembali dengan Jungkook. Iya, aku juga cerita kalau tadi meminta izin meninggalkannya buru-buru, itu aku bertemu dengan Jungkook. Mungkin Yoongi ssaem mencoba untuk mengerti.
Saat kami sudah ada di mejanya, Yoongi ssaem tanpa bicara langsung mengangguk. Sepertinya, dia paham jika aku ingin segera pulang. Kutatap kedua pria itu, mereka sama sekali tak ingin menatap atau sekiranya tersenyum. Jungkook dan Yoongi ssaem terlihat tidak ingin ada niat untuk saling menyapa.
Pandangan mereka bahkan saling hindar. Tapi, aku tak ingin mengambil pusing. Jadi, kami memutuskan untuk langsung pamit dengannya.
"Aku akan mengantarmu."
Tidak ada angin tidak ada apa, tiba-tiba Jungkook melepaskan genggaman tanganku yang diraih Yoongi ssaem, "Tidak. Saya yang akan mengantar Sonhwa."
"Hei, kau mengantar dia naik apa? Aku bawa mobil."
"Saya akan naik bus dengannya," ujar Jungkook sedikit terdengar angkuh.
"Lebih baik, kau pulang dan belajar." Yoongi ssaem menyeringai. "Bisa menjamin kalau Sonhwa ikut denganmu akan selamat jika hanya naik bus malam-malam begini?"
Tak ada jawaban dari Jungkook. Pandangannya menunduk dan tangannya hanya menggenggamku erat.
"Sonhwa, biar kuantar sampai rumahmu. Aku bawa mobil."
Brugh!
Mataku terbelalak saat Yoongi ssaem terjatuh dengan bibir yang sedikit mengeluarkan cairan merah pekat. Jungkook dengan beraninya memukul wajah guru itu.
Matanya sudah memicing dengan rahang yang mengeras. Bahkan, Jungkook hampir kembali menyerang Yoongi ssaem yang masih di lantai.
Dia tidak membalas, melainkan hanya mengusap luka di bibirnya sesekali. Pria Min itu tersenyum licik. Tiba-tiba, Jungkook menarik kerah bajunya dan hampir menyerang Yoongi ssaem lagi.
Namun, aku buru-buru menghentikannya. Menahan tangan Jungkook yang hampir melayang tepat ke wajah dan bahkan perutnya. Sungguh, aku tidak pernah menyangka akan terjadi seperti ini.
Jungkook betul-betul menyeramkan jika sudah marah.
"Jangan sekali-kali anda menyentuh Sonhwa."
Aku masih berhati-hati menghalangi pergerakannya. "Kook, sudah. Ayo, kita pergi dari sini."
"Ck, berani sekali kau menyerang gurumu sendiri. Kau tahu? Kau sangatlah kurang ajar."
Kembali Jungkook yang hampir maju untuk menyerangnya. Namun, aku lagi-lagi menahan, "Jungkook, sudah!"
"Bocah sepertimu tidak akan bisa melindungi Sonhwa. Kuingatkan sekali lagi, tugasmu itu hanya belajar dan membantu orang tuamu. Jadi, biar aku yang berusaha melindunginya."
"Anda brengsek, Tuan Min!"
Perhatian pengunjung di restoran ini hampir seluruhnya teralihkan dengan kejadian yang menimpa kami. Aku, Jungkook, dan Yoongi sonsaengnim kini jadi bahan tontonan.
Bahkan, suara Jungkook yang sudah mengeras sukses membuat para petugas keamanan hampir menghampiri kami. Berakhir, aku yang menenangkan Jungkook.
Kuusap punggung pria itu. Meskipun sedikit malu dengan yang lain, tapi aku berusaha tersenyum dan meminta maaf kepada pengunjung restoran dengan membungkukkan badan.
"Maaf, ssaem. Sepertinya saya akan pulang dengan Jungkook. Tidak enak dilihat banyak orang," ujarku sedikit gemetar. "Kalau begitu, saya permisi."
Sedangkan, Yoongi ssaem membiarkan kami meninggalkan restoran itu. Mengangguk pasrah dan masih bersama wajah datarnya.
Dia betul-betul juara jika dalam hal menyembunyikan amarah pada orang lain. Mungkin, Yoongi ssaem hanya tak ingin masalahnya tambah runyam. Maka dari itu, dia hanya membiarkanku pulang bersama Jungkook.
Di situlah aku menyukai Yoongi ssaem. Meskipun cuek dan dingin, setidaknya dia mempunyai satu sisi yang terlihat lebih dewasa dibanding Jungkook yang masih berumur belasan tahun.
Wajar saja kalau urusan begini, Jungkook kalah dan bahkan hampir tidak berhasil menyikapinya dengan lebih dewasa. Masa-masa seperti inilah hormon seseorang sedang panas-panasnya untuk menemukan jati diri mereka.
Seperti halnya dengan Jungkook.
🦋🦋
"Kook?"
Aku memanggilnya dengan suara lembut. Jungkook menoleh dan tersenyum menatapku.
"Tidurlah, noona kelihatannya lelah. Aku akan menjaga noona dan tidak akan tidur." Ujar Jungkook yang kemudian mengusap suraiku.
Aku mengangguk, "Terima kasih untuk yang tadi."
"Apa?"
"Sudah membantuku menolak ajakannya."
Kulihat, Jungkook menyeringai. Tak lama, dia merebahkan kepalaku di pundaknya.
"Sudah tugasku menjaga noona," ungkapnya. "Aku hanya ingin membuat noona terus bahagia bersamaku."
Entah mengapa, ucapannya sangat membuatku nyaman dan ingin terus bersamanya. Jungkook selalu berhasil membuat hatiku luluh dan berakhir jatuh lebih dalam kepadanya. Tidak apa jika kali ini aku merasa egois. Egois untuk memilikinya seorang diri. Egois untuk tetap bersama dan hidup dengan bahagia.
Aku tidak ingin kehilangannya, sebab dia adalah satu-satunya kebahagiaanku. Jika memang hatiku kini tengah terjebak di dalam sebuah labirin, tidak apa asal itu bersamanya. Tidak apa jika aku masih bisa terus menangis dan bahagia dengannya. Jeon Jungkook, ajari aku sesuatu yang belum pernah ku rasakan sebelumnya. Bawa aku ke mana pun, asal itu bersamamu.
Waktu tidak akan pernah bisa kita prediksi, begitu pun dengan perasaan. Jika Jungkook adalah kehidupan, aku ingin menjadi airnya. Jika tak ada air, bukankah tidak ada kehidupan? Aku tanpanya, seperti mahkluk hidup tanpa air. Mungkin akan mati dan akan selalu membutuhkannya.
"Seharusnya, aku yang bilang terima kasih pada noona."
Kepalaku bangkit dari pundaknya dan menatap Jungkook yang masih memejamkan mata. "Kenapa?"
"Kenapa noona rela meninggalkan guru itu, tapi justru memintaku untuk mengantar noona? Padahal, aku bukan siapa-siapanya noona, kan?"
Aku meraih dan kemudian menggenggam tangannya.
"Mungkin karena kamu istimewa."
.
[ ]
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lil Boy [TAMAT]
Fanfic"Terkadang, cinta datang seperti halnya menunggu sebuah bus. Meskipun kita telah menemukan seseorang yang tepat, bukan berarti mendapat perjalanan yang mulus." ©My Lil Boy